Menghormati atau Mengeksploitasi? Kasus Tragis Nia Kurnia Sari
Eduaksi | 2024-12-02 22:09:46Oleh: Garneeta Salsabila Firdaus, Mahasiswa Kimia, Universitas Airlangga.
Kasus pelecehan dan pembunuhan di Sumatera Barat, Padang yang menewaskan gadis berumur 18 tahun membuat gempar sosial media. Gadis itu bernama Nia Kurnia Sari, ia hanya seorang gadis tak berdosa yang menjual gorengan keliling untuk membantu orang tuanya mencari nafkah. Namun sadis, ia ditemukan telah meninggal dunia dalam keadaan terkubur di lereng bukit di sekitar rumahnya, pada hari Minggu, 20 September 2024. Hal tersebut tentu membuat keluarganya terpuruk saat mengetahui hal tersebut.
Beramai-ramai warga sekitar menunjukkan empati yang mendalam. Tak hanya warga sekitar, orang-orang datang dari berbagai macam daerah hadir ke padang, ke tempat tinggal dan juga makam Nia Kurnia Sari. Mereka begitu antusias menunjukkan empati yang sangat mendalam. Namun hal tersebut menjadi sorotan netizen di Sosial Media, berbagai macam pendapat muncul.
Beberapa dari mereka menganggap Tindakan mengunjungi makam Nia Kurnia Sari oleh pendatang menganggap hal tersebut sebagai bentuk penghormatan, karena ia merupakan anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Lalu ada juga yang menganggap kunjungan makam tersebut merupakan hal yang berlebihan, terlebih lagi warga sekitar yang memanfaatkan momentum itu untuk mencari keuntungan. Banyak sekali orang yang berjualan di sekitar makam Nia Kurnia Sari ini dan ada juga yang menjual gorengan “yang dijual oleh Nia Kurnia Sari”, menurut netizen Tindakan tersebut sangatlah tidak bermoral dan kurang empati.
Akibat dari peristiwa tersebut akhirnya tidak sedikit netizen di sosial media membuat gurauan tentang Nia Kurnia Sari. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa netizen tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang memanfaatkan momentum tersebut untuk mendapatkan keuntungan. Padahal kasus ini merupakan hal yang sangat menyedihkan dan menyeramkan, perhatian publik terhadap kasus pelecehan ini dianggap tidak terlalu penting, mereka malah membuat gurauan bahkan memanfaatkan tragedi ini untuk kepentingan pribadi.
Dari kasus ini dapat dikatakan bahwa kepedulian kita terhadap kasus pelecehan seksual yang ada sangatlah kurang bahkan kita cenderung menganggap hal tersebut merupakan hal yang biasa-biasa saja. Padahal menurut Media and Brand Manager Save the Children Indonesia, Dewi Sri Sumanah menyebut, sepanjang tahun 2024, data Simfoni Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat sebanyak 14.193 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan. Dari jumlah tersebut, kekerasan seksual menempati angka tertinggi dengan 8.674 kasus. Sudah saatnya kita peduli dan tidak menganggap remeh mengenai isu pelecehan seksual di negara kita.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.