Kemajuan Teknologi Mengubah Gaya Bahasa Anak Muda
Teknologi | 2024-12-02 10:29:00Teknologi adalah ilmu pengetahuan terapan yang mempelajari cara membuat alat, metode pengolahan, dan ekstraksi benda untuk menyelesaikan masalah dan pekerjaan sehari-hari. Teknologi juga bisa diartikan sebagai keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Kata teknologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu techne yang berarti “kerajinan” dan logia yang berarti “studi tentang sesuatu”. Teknologi dapat berupa sesuatu yang berwujud, seperti peralatan dan mesin, maupun tidak berwujud, seperti ilmu pengetahuan dan software komputer. Teknologi semakin berkembang dan lebih maju sehingga dapat berdampak dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bahasa. Perkembangan teknologi khususnya pada media sosial dan komunikasi digital telah membawa kata-kata dan frasa baru secara teratur, serta perkembangan lainnya semakin menjadi bagian dari komunikasi sehari-hari. Perkembangan media sosial dan platform digital telah mengubah cara masyarakat berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Perkembangan teknologi ini tentu memberikan dampak positif dan negatifnya pada bahasa anak muda. Dampak positif nya adalah kemudahan dan efisiensi komunikasi, dengan penggunaan singkatan dan akronim seperti “LOL” (Laugh Out Loud), “BTW” (By The Way), atau “GWS” (Get Well Soon), anak muda dapat menyampaikan maksudnya dengan cepat dan jelas, membantu komunikasi berlangsung lebih lancar. Kreativitas dan ekspresi diri, seperti penggunaan emotikon, emoji, dan meme adalah alat ekspresi yang tidak hanya menyampaikan kata, tetapi juga emosi, humor, atau perasaan secara visual. Hal ini membantu komunikasi menjadi lebih hidup dan memungkinkan anak muda mengekspresikan diri dengan cara yang unik. Dengan memadukan teks, gambar, dan video, anak muda dapat menciptakan gaya komunikasi khas yang tidak monoton. Kemampuan multibahasa, yaitu teknologi memudahkan anak muda mengakses berbagai bahasa asing, sehingga mereka terbiasa dengan istilah-istilah dari bahasa lain, terutama bahasa Inggris. Penggunaan bahasa campuran, seperti mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, sering kali disebut sebagai bahasa alay. Tetapi, ini sebenarnya menunjukkan bahwa anak muda lebih terbuka terhadap budaya dan bahasa asing, sehingga dapat meningkatkan kemampuan multibahasa.Lalu dampak negatifnya adalah menurunnya kemampuan bahasa formal, berkurangnya kemampuan anak muda dalam menggunakan bahasa formal atau baku. Kebiasaan menggunakan singkatan, bahasa gaul, dan bahasa campuran dapat membuat mereka kesulitan saat harus menulis atau berbicara secara formal, misalnya dalam konteks akademis atau profesional. Penurunan kualitas bahasa formal ini dikhawatirkan akan memengaruhi kemampuan mereka dalam berkomunikasi dengan baik dan tepat. Ketidakpahaman antar generasi, belakangan ini kita sering juga mendengar atau melihat trend anak muda yang menormalisasikan penggunaan bahasa kasar atau kata-kata yang tidak sopan yang dijadikan percakapan sehari-hari. Perubahan ini tentu memiliki dampak seperti, penurunan norma kesopanan dalam komunikasi sehari-hari. Anak muda cenderung merasa bahasa yang kasar sebagai bagian dari ketegasan, kejujuran, bahkan ekspresi diri. Disisi lain ini menjadi penyebab rusaknya nilai kesopanan dan rasa hormat dalam budaya yang kita junjung selama ini. Selain itu, penggunaan bahasa kasar juga dapat menimbulkan kesalahpahaman antar generasi. Orang yang lebih tua atau berbeda generasi mungkin merasa tidak nyaman dengan bahasa tersebut, sehingga hal ini dapat menjadi konflik antar generasi. Hal ini dapat memengaruhi hubungan antara anak muda dan orang tua, guru, dosen, ataupun orang lain yang berbeda generasi. Risiko penyalahgunaan bahasa, seperti penggunaan bahasa kasar atau ujaran kebencian yang semakin banyak beredar di media sosial. Anonimitas di internet sering kali membuat orang lebih berani menggunakan kata-kata yang tidak pantas. Jika hal ini menjadi kebiasaan, dikhawatirkan anak muda akan kehilangan etika dalam berkomunikasi dan cenderung kurang peka terhadap nilai-nilai kesopanan. Jadi, dari dampak negatif tentu kita butuh cara untuk mengatasinya yaitu dengan butuhnya pendidikan bahasa dan literasi digital, pendidikan bahasa di sekolah harus diperkuat untuk memastikan bahwa anak muda tetap menguasai bahasa formal yang baik dan benar. Literasi digital juga penting untuk mengajarkan cara berkomunikasi yang tepat di platform online serta etika dalam berbahasa di dunia maya. Dengan pemahaman yang baik, anak muda diharapkan bisa menyesuaikan gaya bahasa sesuai konteks. Adanya dorongan kesadaran akan pentingnya bahasa formal, penting bagi anak muda untuk menyadari bahwa bahasa formal tetap memiliki peran penting dalam kehidupan, terutama dalam konteks akademik dan profesional. Dengan mengajarkan mereka kapan dan di mana bahasa formal sebaiknya digunakan, anak muda dapat lebih bijak dalam memilih gaya bahasa. Program-program seperti pelatihan menulis atau berbicara di depan umum bisa membantu meningkatkan kemampuan berbahasa formal mereka. Membangun komunikasi antar generasi untuk mengatasi kesenjangan komunikasi antar generasi, diperlukan usaha dari kedua belah pihak. Anak muda sebaiknya belajar menyesuaikan gaya bahasa mereka saat berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, dan generasi yang lebih tua juga perlu lebih terbuka dalam menerima perubahan bahasa yang terjadi. Dengan adanya pemahaman timbal balik, perbedaan gaya bahasa ini tidak akan menghambat komunikasi. Serta pengendalian penggunaan Bahasa di media sosial, penting juga untuk mengendalikan penggunaan bahasa di media sosial agar tetap etis dan sopan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memperkenalkan etika berkomunikasi online yang sehat, misalnya melalui kampanye atau penyuluhan di sekolah dan kampus. Anak muda perlu memahami bahwa meskipun mereka bebas berekspresi di internet, etika dan sopan santun tetap harus dijaga untuk menjaga keharmonisan sosial.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.