Darurat Pornografi Anak, Ancaman Nyata Masa Depan Bangsa
Agama | 2024-11-29 22:24:50
Belum lama ini Bareskrim Polri telah menangkap 58 tersangka kasus pornografi anak selama periode Mei hingga November 2024. Satuan Tugas Pornografi Anak berhasil mengungkap 47 kasus dan memblokir 15.659 situs pornografi online. Salah satu tersangka, berinisial OS, ditangkap karena membuat dan mengelola 585 website pornografi, dengan 27 situs masih aktif. Tersangka telah mendapatkan keuntungan ratusan juta rupiah dari adsense sejak 2015. Saat penangkapan, polisi menyita 4 HP, 1 CPU, 1 laptop, 2 harddisk eksternal, 2 flashdisk, dan 3 akun email. Digital forensik menemukan 1.058 file video pornografi. OS dijerat dengan Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Pornografi dengan ancaman 12 tahun penjara atau denda maksimal Rp6 miliar.
Selain itu, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri juga telah mengungkap dua kasus eksploitasi anak dan penyebaran konten pornografi melalui Telegram. Kasus pertama melibatkan tersangka MS (26) yang membuat grup Telegram "meguru sensei" dan menjual video asusila anak di bawah umur dengan harga Rp50.000 hingga Rp250.000. Kasus kedua melibatkan tersangka S (24) dan SHP (16) yang mengelola grup "Acilsunda", di mana S berperan sebagai pengeksploitasi anak dengan membuat, memerankan, dan menjual konten video asusila dengan harga Rp300.000. SHP berperan mencari korban anak di bawah umur dari lingkungan pertemanannya. Kedua tersangka dijerat dengan Undang-Undang ITE dengan ancaman 20 tahun penjara. (nasional.sindonews.com, 13-11-2024)
Penyebab Maraknya Pornografi
Maraknya pornografi, bahkan hingga melibatkan anak-anak, merupakan fenomena menyedihkan yang menjadi cerminan kerusakan moral masyarakat saat ini. Fenomena ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan sebagai dampak dari berbagai faktor mendasar yang saling berkaitan. Salah satunya adalah lemahnya keimanan yang meluas di tengah-tengah masyarakat.
Keimanan adalah fondasi utama dalam membangun perilaku dan karakter seseorang. Ketika keimanan melemah, seseorang akan kehilangan standar halal-haram sebagai pedoman dalam bertindak. Dalam kondisi seperti itu, ia cenderung melakukan apa saja yang menyenangkan dirinya, tanpa memikirkan akibat buruk bagi dirinya maupun orang lain. Kebebasan tanpa batas menjadi ideologi hidupnya dan orientasi materi menjadi tujuannya.
Dalam masyarakat yang didominasi individu dengan keimanan lemah, prinsip kebenaran cenderung digantikan oleh asas manfaat. Apa yang dianggap menguntungkan secara finansial atau menyenangkan secara emosional, meskipun melanggar nilai-nilai agama akan tetap dilakukan. Sikap ini adalah buah dari sekularisme, sebuah ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari.
Sekularisme Pangkal Masalahnya
Sekularisme yang telah menjadi dasar tata kelola dunia modern, menempatkan agama sebagai sesuatu yang privat dan tidak relevan dalam mengatur kehidupan publik. Akibatnya, prinsip-prinsip agama yang seharusnya menjadi rambu moral dalam kehidupan bermasyarakat diabaikan. Hal ini memberikan ruang bagi berkembangnya perilaku bebas tanpa batas, termasuk dalam hal pornografi.
Sekularisme juga membentuk sistem yang berorientasi pada kebebasan individu dan pasar bebas. Dalam sistem seperti ini, pelaku industri hiburan dan media memiliki kebebasan nyaris tanpa batas untuk memproduksi dan menyebarkan konten, termasuk konten pornografi, demi keuntungan materi. Norma sosial dan nilai agama sering kali dikorbankan atas nama kebebasan berekspresi.
Media dan Pendidikan, Dua Pilar yang Gagal Menjaga Moralitas
Di bawah pengaruh sekularisme, media massa sering kali lebih berfungsi sebagai alat hiburan yang mengejar keuntungan daripada sebagai sarana edukasi. Tayangan yang mengandung unsur pornografi atau sensualitas kerap diabaikan pengawasannya. Anak-anak dan remaja yang merupakan konsumen utama media menjadi korban utama paparan konten ini.
Kondisi memprihatinkan ini diperparah oleh para sekularis yang “memainkan” algoritma media sosial. Otak-atik algoritma media sosial menjadikannya sebagai katalisator utama dalam penyebaran konten pornografi. Dengan kemampuannya mempersonalisasi konten berdasarkan riwayat pencarian dan interaksi pengguna, algoritma ini menciptakan semacam lingkaran setan. Makin sering seseorang mengakses konten dewasa, Makin banyak rekomendasi serupa yang akan muncul. Hal ini diperparah dengan adanya target iklan yang sangat spesifik, di mana platform media sosial dapat menargetkan pengguna tertentu berdasarkan demografi dan minat mereka. Akibatnya, konten pornografi menjadi sangat mudah diakses dan bahkan secara proaktif disajikan kepada pengguna, tanpa perlu mencari secara aktif.
Pendidikan yang seharusnya menjadi benteng moral, justru lebih sering berfokus pada aspek intelektual dan keterampilan teknis. Pembentukan karakter berbasis keimanan jarang menjadi prioritas dalam kurikulum. Akibatnya, generasi muda tumbuh tanpa memiliki ketahanan moral yang kuat untuk menolak godaan pornografi dan perilaku menyimpang lainnya.
Islam Solusi Holistik Menangkal Pornografi
Berbeda dengan sekularisme, Islam menawarkan mekanisme yang sistematis dan komprehensif untuk mencegah penyebaran pornografi. Islam memahami pentingnya menjaga akal dan moral generasi sehingga menetapkan aturan yang jelas terkait menutup aurat, menjaga pandangan, dan menjaga interaksi dengan lawan jenis.
Lebih dari itu, Islam menawarkan sistem pendidikan berbasis akidah yang fokus pada pembentukan karakter dan ketakwaan generasi. Sistem ini tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan akidah Islam sebagai pedoman hidup.
Dalam sistem Khilafah, negara berperan aktif untuk melindungi generasi dari konten yang merusak. Dengan teknologi yang maju, Khilafah akan membangun sistem keamanan digital yang efektif untuk menyaring dan memblokir akses terhadap pornografi serta segala bentuk pemikiran yang merusak. Ini bukan hanya soal teknologi, melainkan juga keberanian politik untuk memastikan media dan industri digital berjalan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Di sisi lain, sistem pendidikan Islam bertujuan untuk mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kepribadian Islam yang kuat, yakni pola pikir dan pola sikapnya Islam. Mereka dibentuk untuk menjadi individu-individu yang menjadikan Rasulullah saw. sebagai teladannya, bukan menjadi korban atau pelaku dari sistem yang rusak.
Khatimah
Pornografi dan dampak buruknya adalah potret kegagalan sistem sekuler yang mendominasi dunia saat ini. Solusi sejati hanya dapat ditemukan dalam penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan Khilafah. Hanya Khilafah yang mampu membangun generasi beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, sudah saatnya kembali kepada Islam sebagai pedoman hidup.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.