Menghidupkan Kearifan Lokal Sasi Sebagai Model Konservasi untuk Indonesia
Pendidikan dan Literasi | 2024-11-28 16:03:08Di tengah tantangan global terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati, praktik tradisional yang telah ada selama ratusan tahun menjadi sorotan penting dalam upaya konservasi. Salah satu praktik tersebut adalah “Sasi”, yang berasal dari Papua dan telah terbukti efektif dalam menjaga sumber daya alam, terutama di wilayah pesisir. Dengan mengintegrasikan kearifan lokal ini ke dalam model konservasi berkelanjutan, kita dapat menciptakan solusi yang tidak hanya melindungi lingkungan tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal.
Sasi adalah tradisi masyarakat adat di Papua yang melarang pengambilan hasil sumber daya alam tertentu pada waktu-waktu tertentu. Praktik ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada alam untuk memulihkan diri dan menjaga keseimbangan ekosistem. Dalam konteks kelautan, Sasi sering diterapkan untuk melindungi spesies ikan dan biota laut lainnya dari eksploitasi berlebihan. Melalui pelaksanaan Sasi, masyarakat dapat memastikan bahwa sumber daya laut tetap tersedia untuk generasi mendatang.
Tradisi Sasi tidak hanya terbatas pada Papua; konsep serupa juga dapat ditemukan di daerah lain di Indonesia, seperti Maluku. Namun, penerapan Sasi di Papua memiliki karakteristik unik yang mencerminkan kearifan lokal dan hubungan masyarakat dengan lingkungan mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya revitalisasi tradisi Sasi melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas pelaksana di Tanah Papua. Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan, dan Perikanan Provinsi Papua Barat Daya bekerja sama dengan lembaga konservasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal. Pelatihan ini melibatkan pelaksana tradisi Sasi dari berbagai kabupaten seperti Raja Ampat, Kaimana, dan Fakfak.
Meity Mongdong, Direktur Strategi Konservasi Papua dari Konservasi Indonesia, menekankan bahwa revitalisasi Sasi adalah langkah penting untuk mendukung pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. "Reproduksi ikan dan biota laut jauh lebih lambat dari kecepatan manusia menangkap, jadi menghidupkan Sasi adalah upaya sangat arif untuk memastikan perikanan tetap ada untuk selamanya," ujarnya.
Salah satu aspek menarik dari praktik Sasi adalah keterlibatan perempuan dalam konservasi laut. Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) telah mendorong pelibatan perempuan dalam perlindungan laut melalui program-program yang mengajarkan pemanenan selektif. Di Desa Kapatcol, misalnya, perempuan dilatih untuk mengambil hasil laut dengan cara yang tidak merusak ekosistem dan menjaga stok ikan.
Hilda Lionata, Manajer Program Kelautan YKAN, menjelaskan bahwa dengan melibatkan perempuan dalam praktik Sasi, mereka tidak hanya berkontribusi pada pelestarian lingkungan tetapi juga meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga. "Uang bisa diinvestasikan untuk pendidikan anak di desa. Mudah-mudahan ini bisa memberi energi positif bahwa perempuan, ketika diberi kesempatan, mampu menjaga lingkungan," katanya.
Mengintegrasikan praktik Sasi ke dalam kebijakan konservasi modern dapat menghasilkan sinergi yang kuat antara kearifan lokal dan pendekatan ilmiah. Dengan membangun jejaring Sasi yang melibatkan berbagai komunitas pesisir di seluruh Indonesia, kita dapat menciptakan solidaritas dalam menjaga kelestarian alam.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat Daya Absalom Salossa menyatakan bahwa dukungan terhadap inisiatif Sasi sangat penting. "Tanpa Sasi, satu mata rantai keseimbangan lingkungan akan terputus," ujarnya. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk mendukung penganggaran dan kolaborasi dengan komunitas lokal dalam pelaksanaan tradisi ini.
Meskipun praktik Sasi memiliki banyak manfaat, tantangan tetap ada. Perubahan kebutuhan ekonomi masyarakat sering kali mengancam keberlangsungan tradisi ini. Ketika kebutuhan akan sumber daya meningkat, ada risiko bahwa masyarakat akan mengabaikan praktik konservasi demi keuntungan jangka pendek.
Namun, dengan pendekatan yang tepat—seperti pendidikan tentang manfaat jangka panjang dari konservasi—masyarakat dapat diajak untuk memahami pentingnya menjaga tradisi ini. Selain itu, dukungan dari pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sangat diperlukan untuk memperkuat kapasitas komunitas dalam menerapkan praktik Sasi secara efektif.
Dari Papua ke seluruh Nusantara, menerapkan praktik Sasi sebagai model konservasi berkelanjutan menawarkan harapan baru bagi perlindungan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Dengan mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam kebijakan konservasi modern, kita tidak hanya melindungi keanekaragaman hayati tetapi juga memperkuat identitas budaya masyarakat.
Revitalisasi tradisi Sasi harus menjadi bagian integral dari strategi konservasi nasional. Melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat adat, dan lembaga konservasi, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik bagi lingkungan dan masyarakat Indonesia. Mari kita dukung upaya pelestarian tradisi ini agar tetap hidup dan relevan dalam menghadapi tantangan zaman modern.
Sumber :
Antara. (2023). Kapasitas pelaksana tradisi Sasi di Tanah Papua ditingkatkan. Diakses dari https://papuabarat.antaranews.com/berita/36453/kapasitas-pelaksana-tradisi-sasi-di-tanah-papua-ditingkatkan
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). (2023). Mengenal Sasi, Upaya Perempuan Papua Melindungi Laut. Diakses dari https://greenpresscommunity.com/blog/mengenal-sasi-upaya-perempuan-papua-melindungi-laut
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.