Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ghiffari Akram

Kemiskinan dan Hak-Reproduksi: sebuah pertanyaan moral

Humaniora | 2024-11-26 13:04:19
sumber : Generative Ai

"Apakah kemiskinan berarti mengorbankan hak-Reproduksi?"

Pada konteks kemiskinan struktural, keputusan untuk tidak memiliki anak adalah tepat! Benarkah?

Pada dasarnya, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh sistem dan kebijakan dalam masyarakat, yang terjadi karena beberapa faktor seperti ketimpangan ekonomi yang tidak merata, kebijakan pemerintah yang tidak adil, terbatasnya akses dalam pendidikan, kurangnya lapangan pekerjaan, atau dominasi lapangan pekerjaan yang bergaji rendah dengan jaminan sosial/kesehatan yang kurang memadai dan akses kesehatan yang sulit.

Kemiskinan struktural ini sering kali diturunkan ke generasi berikutnya dan susah sekali untuk keluar dari lingkaran tersebut karena beberapa faktor yang disebutkan tadi.

Kemiskinan struktural berbeda dengan kemiskinan individu, yang sering dikaitkan dengan faktor individu itu sendiri, seperti kurangnya pendidikan, kesehatan yang buruk, kurangnya networking, pengelolaan uang yang buruk, malas bergerak atau berusaha, memiliki keterampilan yang terbatas, dan memiliki perilaku konsumtif.

pada seseorang yang mengalami kemiskinan srtuktural, beberapa dampak yg akan dialami bila tetap melahirkan seorang anak.

Dalam pandangan psikologi, hal ini dapat menimbulkan stres kronis pada orang tua, yang kewalahan menghadapi tekanan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Stres kronis ini bisa menyebabkan:

1. Kurangnya keterlibatan orang tua dalam pengasuhan anak, yang akan berdampak pada hubungan emosional yang tidak kuat antara orang tua dan anak.

2. penelantaran anak, orang tua kemungkinan besar tidak mampu memberikan perhatian dan perawatan yang cukup karena kesibukan memenuhi kebutuhan dasar.

3. Eksploitasi anak, di mana orang tua yang berada dibawah tekanan besar terkadang tanpa sadar memaksa anak bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan kemiskinan struktural berisiko mengalami:

1. Gizi yang tidak terpenuhi dan kurangnya nutrisi

Berdasarkan penelitian dari The Lancet, malnutrisi pada anak-anak dapat mempengaruhi perkembangan otak, menyebabkan penurunan kinerja kognitif dan keterlambatan belajar. Anak-anak yang mengalami kekurangan gizi berpotensi memiliki skor IQ yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang mendapat asupan nutrisi yang cukup.

2. Regulasi emosi yang buruk

hasil studi yg dilakukan oleh National Institutes of Health mengungkapkan bahwa anak-anak dari keluarga yg mengalami kemiskinan sering kali menunjukkan masalah dalam regulasi emosi, karena tekanan yang terus mereka hadapi. stress akibat kurangnya finansial menghambat kemampuan anak-anak untuk mengelola emosi mereka secara efektif.

3. Stres Fisiologis Kronis

hasil studi yg dilakukan oleh National Institutes of Health mengungkapkan bahwa anak-anak yg mengalami kemiskinan struktural juga meningkatkan stress fisiologis kronis yg ditunjukan dari peningkatan beban alostatik yg berkelanjutan bahkan semakin cepat seiring bertambahnya usia. ini menunjukan anak yg terlahir dalam keluarga yg mengalami kemiskinan struktural memiliki risiko stress kronis yg tinggi

4. Rendahnya harga diri

menurut Penelitian yang dilakukan oleh (NIH) menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan sering kali mengalami masalah dengan harga diri rendah. pada kondisi kehidupan yang sulit, seperti keterbatasan ekonomi, membuat mereka merasa tidak berdaya dan meragukan potensi mereka sendiri.

5. kesehatan mental yg terganggu

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of the American Medical Association menunjukkan bahwa kemiskinan kronis dapat menyebabkan peningkatan risiko gangguan mental, termasuk depresi dan kecemasan. Anak-anak dari keluarga miskin cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dan menghadapi ketidak stabilan emosional.

Pada tahun 1863, John Stuart Mill menuliskan buku yg berjudul “Utilitariansime’’ yaitu teori filsafat etika yangg dia kembangkan, setelah dia meresapi dan mempelajari teori yang awalnya diperkenalkan oleh Jeremy Bentham.

Prinsip-prinsip teori utilitarianisme yaitu:

1. Utilitarianisme menyatakan bahwa sesuatu dianggap benar jika dapat memberikan manfaat sosial dan menekan biaya sosial.

2. Utilitarianisme menyatakan bahwa tindakan terbaik adalah yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbanyak.

3. Utilitarianisme menyatakan bahwa tindakan terburuk adalah yang menyebabkan kesengsaraan terbanyak.

salah satu bagian isi buku menjelaskan:

Kepercayaan yang menerima utilitas atau asas kebahagiaan terbesar sebagai dasar moral, menyatakan bahwa tindakan itu benar jika cenderung meningkatkan kebahagiaan, dan salah jika cenderung menghasilkan ketidak bahagiaan.”

salah satu contoh kasus bagaimana utilitarianisme dapat diterapkan dalam konteks moral dan sosial.

CONTOH KASUS

Seorang masinis Kereta api sedang membawa kereta dengan kecepatan penuh, didepan terdapat 2 jalur.

jalur pertama: ada 5 anak-anak yg sedang bermain diatas rel, jika tidak mengambil tindakan, maka 5 orang anak akan tertabrak dan mati.

jalur kedua: ada 1 orang tua terjatuh di atas rel kereta api saat sedang menyebrang lintasan rel. jika tidak diambil tindakan makla ia akan tertabrak dan mati.

PENDEKATAN UTILITARIANISME

menurut utilitarianisme, keputusan yg benar adalah suatu keputusan yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbanyak. Dalam kasus ini, tindakan yang benar menurut utilitarianisme adalah mengalihkan kereta ke jalur kedua, sehingga hanya satu orang yang akan terbunuh dan lima anak dapat diselamatkan.

keputusan ini didasarkan oleh prinsip, menyelamatkan 5 anak lebih baik dari pada menyelamatkan 1 orang, karena menghasilkan “kebahagian terbesar” lebih sedikit orang yg menderita akibat kehilangan nyawa.

dengan menyelamatkan 5 anak berarti meningkat kan kebahagian dan kesejahteraan serta mengurangi jumlah penderitaan yg lebih besar dari pada menyelamatkan 1 orang tua yg menjadi korban.

Sebaiknya, seseorang yang mengalami kemiskinan struktural lebih memikirkan dampak yang terjadi jika seorang anak lahir.

Apakah ia akan terpenuhi kebutuhan gizi nya?

Apakah ia akan mendapat akses pendidikan yg memadai?

Apakah ia akan bahagia kehidupannya?

Bisa kita pahami, kemiskinan struktural adalah masalah yang kompleks. Dalam keadaan ini, keputusan untuk tidak memiliki anak bagi mereka yang mengalami kemiskinan bukanlah sesuatu yang sederhana, di satu sisi, hak reproduksi adalah hak yang melekat pada setiap manusia termasuk mereka yang mengalami keterbatasan dalam ekonomi. Namun, Disisi lainya, tanggung jawab yang besar menyertai keputusan ini menuntut pemikiran yang mendalam terhadap konsekuensi yang timbul, baik terhadap anak yang akan lahir atau bagi masyarakat sekitar.

Oleh karena itu, meskipun setiap orang memiliki hak untuk memutuskan apa yang akan mereka lakukan dalam hidup mereka, setiap keputusan harus diikuti dengan kesadaran penuh atas tanggung jawab yang akan ditanggung.

apakah hak prokreasi harus menjadi prioritas utama atau mungkin ada cara yang lebih sederhana untuk menjaga kesejahteraan generasi mendatang?

Peran Pemerintah

Dalam mengatasi kemiskinan struktural, pemerintah mempunyai peran penting dalam membantu masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, bahkan jika mereka memilih untuk memiliki anak.

Kebijakan yang ada saat ini perlu dievaluasi untuk memastikan bahwa hak-hak reproduksi masyarakat miskin terpenuhi, tanpa membahayakan kesejahteraan mereka atau anak-anak mereka.

Namun permasalahannya adalah: Apakah pedoman pemberdayaan yang ada saat ini sudah cukup, atau perlukah reformasi menyeluruh untuk memastikan bahwa anak-anak dari keluarga miskin mempunyai akses terhadap nutrisi, pendidikan dan kebutuhan dasar lainnya?

Pemerintah seharusnya meningkatkan upaya mereka untuk menawarkan solusi yang inklusif dan berkelanjutan.

Seperti, program dukungan langsung, akses terhadap layanan kesehatan berkualitas, pendidikan gratis dan penyediaan pekerjaan yang layak dapat menjadi langkah nyata untuk memutus rantai kemiskinan struktural.

Pada akhirnya, tanggung jawab ini tidak hanya berada di pundak individu dan keluarga, namun juga berada di pundak kolektif negara dan masyarakat yang bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung hak dan kesejahteraan setiap anak yang lahir di dunia ini juga merupakan sebuah tantangan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image