Mulai 2025, Setiap Wajib Pajak Harus Memiliki Tanda Tangan Elektronik
Bisnis | 2024-11-26 08:07:36Di penghujung 2024, Menteri Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Keluarnya aturan ini merupakan pertanda segera diberlakukannya Coretax dalam sistem administrasi perpajakan di Indonesia mulai tahun 2025. Salah satu hal penting yang diatur dalam peraturan menteri keuangan ini yaitu penggunaan Tanda Tangan Elektronik (TTE). TTE adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. TTE yang dimaksud dalam PMK ini meliputi TTE tersertifikasi dan TTE tidak tersertifikasi.
TTE tersertifikasi merupakan TTE yang dibuat dengan menggunakan Sertifikat Elektronik yang diterbitkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) instansi atau non instansi. PSrE merupakan penyelenggara sertifikasi elektronik yang sudah diakui oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika serta ditunjuk oleh Menteri. PSrE instansi yang saat ini dapat digunakan yaitu BRIN dan BSSN. Sedangkan PSrE non instansi yang dapat digunakan antara lain Peruri, Privy ID, TekenAja, Vida, dan Vinotek. Untuk memperoleh Sertifikat Elektronik ini, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat Elektronik kepada PSrE dengan tata cara pengajuan permohonan penerbitan dan masa berlaku Sertifikat Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh PSrE. Sertifikat Elektronik terbitan PSrE tidak sama dengan Sertifikat Elektronik keluaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang selama ini digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan Surat Pemberitahuan Masa PPN. Perbedaan yang paling tampak yaitu, Sertifikat Elektronik keluaran DJP tersebut hanya dapat digunakan untuk pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan sampai dengan tahun pajak 2024. Sedangkan Sertifikat Elektronik yang dimaksud dalam PMK Nomor 81 tahun 2024 merupakan TTE yang berlaku untuk pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan secara elektronik mulai tahun pajak 2025.
Selain TTE tersertifikasi Sertifikat Elektronik, juga terdapat TTE tidak tersertifikasi berupa Kode Otorisasi yang diterbitkan oleh DJP bersamaan dengan persetujuan dan aktivasi akun Wajib Pajak. Untuk memperoleh Kode Otorisasi, Wajib Pajak perlu melakukan pengajuan aktivasi akun Wajib Pajak yang dilakukan secara elektronik melalui portal Wajib Pajak atau langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan. DJP dapat menyetujui aktivasi akun Wajib Pajak sepanjang alamat pos elektronik dan nomor telepon seluler Wajib Pajak telah tervalidasi.
Mulai 2025, pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan dilaksanakan secara elektronik menggunakan dokumen elektronik. Penandatanganan dokumen elektronik hanya dapat dilakukan dengan Sertifikat Elektronik atau Kode Otorisasi yang dimiliki oleh Wajib Pajak orang pribadi, baik sebagai dirinya sendiri, sebagai wakil atau kuasa Wajib Pajak badan, atau Wajib Pajak orang pribadi lainnya. Dengan demikian suatu keharusan bagi setiap Wajib Pajak orang pribadi memiliki TTE berupa Sertifikat Elektronik atau Kode Otorisasi agar dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Lantas apakah Wajib Pajak badan juga harus memiliki Sertifikat Elektronik atau Kode Otorisasi? Jawabannya tidak. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 tahun 2024 Pasal 10, dimana pihak-pihak yang dapat menandatangani Dokumen Elektronik semuanya merujuk kepada Wajib Pajak orang pribadi dengan menggunakan Sertifikat Elektronik atau Kode Otorisasinya.
Permasalahan terjadi ketika kondisi tempat tinggal Wajib Pajak berada di daerah yang belum terjangkau jaringan internet, sehingga tidak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara elektronik. Wajib Pajak tidak perlu khawatir terkait kondisi ini, karena Menteri Keuangan masih memperbolehkan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan tidak secara elektronik dalam kondisi sebagai berikut:
· infrastruktur yang belum tersedia di daerah tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak;
· sistem atau fasilitas komunikasi yang digunakan oleh Wajib Pajak mengalami gangguan teknis; dan
· terdapat bencana.
Bagi Wajib Pajak yang memenuhi syarat kondisi di atas dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara langsung atau mengirimkan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir ke Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.