Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fransisca Putri Faradilla

Etika Berkendara Masyarakat di Indonesia: Antara Kesadaran dan Tantangan

Info Terkini | 2024-11-26 07:20:05
Sumber : https://m.tribunnews.com/

Etika berkendara adalah salah satu indikator penting dari budaya dan kesadaran hukum suatu bangsa. Di Indonesia, etika berkendara sering menjadi sorotan, baik di media massa maupun dalam percakapan sehari-hari, karena mencerminkan perilaku masyarakat dalam ruang publik. Meski ada banyak pengendara yang taat aturan dan menghormati sesama pengguna jalan, kita juga masih sering menemui tindakan-tindakan yang menunjukkan sebaliknya. Pelanggaran lalu lintas, seperti menerobos lampu merah, berkendara melawan arus, hingga menggunakan trotoar untuk sepeda motor, kerap terjadi dan seolah menjadi gambaran umum perilaku berkendara di jalan raya Indonesia.

Salah satu masalah mendasar dalam etika berkendara adalah kurangnya disiplin dan rendahnya kesadaran akan keselamatan. Banyak pengendara yang masih menganggap aturan lalu lintas sebagai formalitas semata, bukan panduan yang harus dipatuhi untuk menjaga keamanan bersama. Misalnya, penggunaan helm sering kali dianggap sebagai beban, bukan sebagai pelindung yang bisa menyelamatkan nyawa. Helm hanya dipakai ketika melewati area yang dianggap "berbahaya" dari tilangan polisi, bukan sebagai kebiasaan rutin demi keselamatan diri sendiri.

Faktor ketidaksabaran juga sering kali menjadi akar dari berbagai pelanggaran. Ketergesaan dan sikap ingin cepat sampai membuat banyak pengendara rela melanggar aturan lalu lintas. Di persimpangan, tidak jarang kita melihat pengendara yang melanggar lampu merah hanya karena merasa jalanan sepi. Begitu pula dengan penggunaan klakson yang berlebihan, yang mencerminkan minimnya rasa hormat terhadap pengendara lain serta suasana di sekitar.

Di sisi lain, kurangnya penegakan hukum yang konsisten turut berkontribusi pada meluasnya perilaku tidak etis di jalan raya. Meski aturan sudah jelas, masih banyak area di mana pelanggaran lalu lintas dibiarkan terjadi tanpa sanksi. Dalam beberapa kasus, penegakan hukum malah diwarnai ketidakadilan, di mana pengendara tertentu lebih mudah "bernegosiasi" untuk menghindari denda, sehingga memberikan celah bagi pelanggaran berulang.

Namun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa perubahan positif mulai terlihat, terutama di kota-kota besar. Kampanye keselamatan berkendara, seperti road safety dan zero accident, sudah mulai dijalankan oleh berbagai pihak, baik pemerintah, LSM, maupun komunitas otomotif. Kesadaran akan pentingnya mematuhi aturan lalu lintas juga mulai meningkat, terutama di kalangan generasi muda yang lebih sadar akan pentingnya keselamatan dan penggunaan teknologi yang mendukung perilaku berkendara yang baik, seperti aplikasi penunjuk arah atau dashboard yang mengingatkan untuk berkendara sesuai kecepatan.

Namun, perubahan ini tidak bisa sepenuhnya berjalan tanpa dukungan dari infrastruktur yang memadai. Banyaknya jalan yang rusak, lampu lalu lintas yang tidak berfungsi, hingga marka jalan yang kurang jelas, sering kali menjadi faktor yang memperburuk etika berkendara. Pemerintah perlu memperbaiki dan mengoptimalkan infrastruktur jalan, termasuk memperkuat teknologi untuk memonitor pelanggaran, seperti penggunaan CCTV untuk menindak pelanggaran lalu lintas secara real-time.

Selain itu, pendidikan mengenai etika berkendara harus dimulai sejak dini. Sekolah dan keluarga berperan penting dalam menanamkan kesadaran akan pentingnya keselamatan berkendara dan menghormati pengguna jalan lain. Anak-anak harus diajari untuk memahami bahwa jalan adalah ruang publik yang harus digunakan dengan penuh tanggung jawab, baik ketika mereka menjadi pengendara maupun pejalan kaki.

Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat untuk berkaca pada etika berkendara bukan hanya sebagai aturan yang harus diikuti, tetapi sebagai cerminan dari sikap saling menghargai dan tanggung jawab bersama. Jalan raya adalah ruang bersama yang menuntut kesadaran bahwa keselamatan dan kenyamanan kita juga bergantung pada perilaku orang lain. Jika setiap pengendara mampu mempraktikkan etika yang baik, seperti mematuhi rambu-rambu lalu lintas, tidak tergesa-gesa, serta selalu mengutamakan keselamatan, niscaya lalu lintas di Indonesia bisa lebih tertib dan aman.

Pada akhirnya, etika berkendara bukan hanya soal aturan, tetapi soal mentalitas. Mengubah mentalitas dan sikap masyarakat memang membutuhkan waktu dan upaya yang berkelanjutan, namun hasilnya akan sangat berharga. Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya etika berkendara, Indonesia memiliki peluang untuk menciptakan lingkungan lalu lintas yang lebih aman, nyaman, dan beradab bagi semua pengguna jalan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image