Pernikahan Dini di Kalangan Remaja
Eduaksi | 2024-11-25 23:24:24Pernikahan Dini di Kalangan Remaja
Zahra Zahlia Putri/ Senin, 25 November 20024
Pengertian Pernikahan Dini
Pernikahan dini, atau early marriage, mengacu pada pernikahan yang terjadi saat salah satu pasangan, atau bahkan keduanya, masih berada dalam usia anak-anak atau remaja. Secara garis besar, pernikahan dini melibatkan pasangan muda yang berlainan jenis kelamin dan selanjutnya menyatu dalam hubungan keluarga. Menurut World Health Organization (WHO), pernikahan dini terjadi ketika salah satu pasangan, atau keduanya, berusia di bawah 19 tahun. Adapun, menurut United Nations Children's Fund (UNICEF), pernikahan dini merujuk pada pernikahan yang terjadi sebelum mencapai usia 18 tahun.
Peraturan Pernikahan di Indonesia
Di Indonesia, regulasi pernikahan diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 7 dari peraturan itu mengatur bahwa batas usia minimal untuk melangsungkan pernikahan adalah 19 tahun bagi perempuan dan 21 tahun bagi laki-laki. Namun, jika ada orang yang berkeinginan menikah di bawah batas usia yang ditetapkan, maka izin dari pengadilan diperlukan dengan alasan yang kuat. Pada tanggal 16 September 2019, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui revisi undang-undang ini, yang menetapkan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun bagi pria maupun wanita. Meskipun telah ada regulasi, praktik pernikahan dini masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia, dengan banyaknya kasus pernikahan yang melibatkan individu di bawah usia 19 tahun.
Berbagai faktor dapat memengaruhi terjadinya pernikahan dini.
Ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini, di antaranya
· Keadaan ekonomi.
Pernikahan dini sering kali terjadi karena situasi ekonomi yang tidak stabil, terutama di keluarga dengan pendapatan rendah. Pada banyak situasi, orang tua cenderung memilih mengatur pernikahan anak perempuan mereka dengan pria yang sudah stabil secara finansial, dengan tujuan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak perempuan dan meringankan beban ekonomi keluarga.
· Keterbatasan dalam Pendidikan
Di berbagai wilayah, terutama di daerah pedesaan, masih terbatas aksesnya terhadap pendidikan yang memadai. Anak-anak yang tidak menyelesaikan pendidikan formal selama 12 tahun sering dianggap sudah cukup dewasa untuk menikah. Kekurangan pendidikan mengarah pada pilihan pernikahan dini sebagai upaya penyelesaian, padahal pada kenyataannya mereka seharusnya masih dalam masa pertumbuhan psikologis dan fisik.
· Pengaruh dari norma sosial dan nilai budaya yang ada di masyarakat.
Di beberapa wilayah, terdapat pengaruh norma sosial yang kuat terhadap praktik pernikahan dini. Orang tua kadang memilih untuk mengawinkan anak-anak mereka guna menjaga kehormatan anak perempuan dan mencegah terjadinya perbuatan zina yang dianggap dapat menjadi sumber malu bagi keluarga.
· Dampak dari Media dan Internet.
Mudahnya pengaksesan media sosial dan internet berpotensi memperburuk perilaku remaja, bahkan mendorong mereka terlibat dalam pergaulan bebas yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pernikahan dini. Informasi yang melimpah dan kurangnya pengawasan orang tua sering kali menyebabkan remaja terpengaruh untuk membuat keputusan yang kurang bijaksana.
Efek dari Menikah pada Usia Muda
Menikah pada usia yang masih belia bisa menimbulkan berbagai dampak negatif, baik dari segi kesehatan, psikologis, maupun sosial.
Beberapa akibat yang mungkin timbul adalah:
· Kesehatan mental yang perlu diperhatikan.
Pasangan muda yang menikah pada usia muda seringkali mendapati diri mereka menghadapi tingkat stres yang cukup tinggi. Peluang mereka mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, gangguan disosiatif, dan trauma psikologis lainnya meningkat sebesar 41%.
· Kesehatan reproduksi.
Bagi perempuan yang menikah pada usia muda, kesehatan reproduksinya cenderung lebih rentan. Tubuh yang belum sepenuhnya berkembang mungkin mengalami kesulitan saat menjalani kehamilan dan persalinan, sehingga meningkatkan risiko keguguran. Di samping itu, pernikahan pada usia muda juga dapat meningkatkan risiko terjadinya masalah kesehatan, seperti kelahiran prematur, bayi dengan berat badan rendah, dan kesulitan dalam proses persalinan.
· Faktor Psikososial
Pernikahan dini juga dapat menyebabkan terjadinya konflik di dalam lingkungan keluarga, yang kadang-kadang diatasi dengan menggunakan kekerasan fisik atau psikologis. Tekanan yang dirasakan oleh pasangan muda ini dapat memperburuk keadaan sosial dan psikologis mereka, serta berdampak pada kemampuan mereka untuk menjalin hubungan yang sehat dan kokoh.
Simpulannya.
Pernikahan dini merupakan sebuah persoalan sosial yang rumit dan berpengaruh besar terhadap kehidupan individu yang terlibat, khususnya dalam hal kesehatan, kesejahteraan psikologis, dan perkembangan sosial mereka. Karenanya, penting bagi semua pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga lembaga pendidikan, untuk memberikan perhatian serius guna mengurangi angka pernikahan dini dan mencari solusi yang lebih baik bagi generasi muda. Dengan meningkatkan akses pendidikan, memperbaiki kondisi ekonomi, dan memberikan informasi yang tepat, kita dapat membantu masyarakat lebih sadar terhadap risiko dan konsekuensi dari pernikahan dini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.