Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trimanto B. Ngaderi

Mengapa Ilmu Ekonomi Belum Mampu Menyejahterakan Umat Manusia?

Ulas Dulu | 2024-11-25 15:38:17

MENGAPA ILMU EKONOMI BELUM MAMPU MENYEJAHTERAKAN UMAT MANUSIA?

Di belahan bumi manapun, kita masih menyaksikan ketimpangan ekonomi yang begitu kontras. Begitu mencolok. Ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Antara si tajir dan si fakir. Antara the have dan the haven’t. Mengapa ada orang yang begitu kaya-raya, sedangkan di sisi lain ada orang yang begitu miskin-papa?

Beberapa negara Asia Tenggara sempat digadang-gadang akan menjadi calon macan Asia baru dikarenakan prestasi pertumbuhan ekonominya yang begitu gemilang, di era 1997-an tiba-tiba harus hancur dalam hitungan bulan. Demikian halnya menjelang akhir 2008-an, kedigdayaan ekonomi AS, Jepang, dan Eropa tiba-tiba hancur berantakan, juga dalam hitungan waktu yang sangat singkat.

Lalu, apa yang salah dari fenomena tersebut di atas?

sumber gambar: https://feb.umsu.ac.id/wp-content/uploads/2021/11/islamic-640x375.jpg

Perbedaan Ilmu Ekonomi dan Sistem Ekonomi

Dalam perjalanan sekitar 200 tahun terakhir, ilmu ekonomi memang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sehingga banyak pakar keilmuan yang memberi gelar ilmu dengan “The Prince of Social Science”, Raja dari Ilmu-Ilmu Sosial.

Namun, pada akhirnya ilmu ekonomi mengalami perkembangan yang sangat luas dan kompleks, semakin jauh dari akarnya yaitu rumpun ilmu sosial, yang membuat jatidirinya sulit untuk diidentifikasi lagi. Hal ini membuat ilmu ekonomi semakin mendekati ilmu eksakta (ilmu pasti), sebagaimana ilmu matematika, fisikia, kimia, atau biologi.

Berbagai masalah ekonomi yang sesungguhnya merupakan masalah-masalah sosial, akhirnya diselesaikan dengan pendekatan matematis yang sangat kaku, kering, dan kosong dari dimensi kemanusiaan. Padahal, sesungguhnya fenomena ekonomi bukan hanya persoalan hitungan uang, produksi barang/jasa, kenaikan pendapatan; melainkan fenomena yang sangat kompleks dan dinamis. Fenomena tersebut juga melibatkan hubungan sosial, kemanusiaan, kepedulian, keadilan, dan sebagainya.

Apabila problema ekonomi hanya diselesaikan dengan hitungan matematis, masalahnya justeru semakin semrawut dan krisis ekonomi yang terjadi juga semakin besar dan dahsyat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ilmu ekonomi yang ada pada saat ini belum mampu menyejahterakan umat manusia?

Dalam hal ini, kita tidak bisa menyalahkan ilmu ekonomi. Ilmu ini bersifat netral dan obyektif. Ia dipakai dan berlaku di seluruh dunia, tanpa terkecuali. Tanpa memandang perbedaan apapun. Mau dipakai oleh orang berkulit putih atau berkulit berwarna. Mau dipakai oleh orang yang beragama maupun orang ateis. Tetap sama saja.

Lantas, apa yang membedakan?

Saya kasih ilustrasi begini. Apabila kita membeli bensin seharga Rp 15.000,- per liter, maka ada dua pertanyaan yang bisa kita ajukan. Pertama, bagaimana sebuah perusahaan minyak (seperti Pertamina, misalnya) dapat menentukan harga bensin Rp 15.000,- per liter? Bagaimana cara menghitung biaya produksinya? Bagaimana cara menghitung keuntungannya? Dan seterusnya.

Pertanyaan kedua, jika perusahaan yang memproduksi bensin tersebut adalah perusahaan swasta (bahkan perusahaan asing), dapatkah mereka menguasai sumber daya minyak yang ada di Indonesia? Sumber daya minyak itu sesungguhnya hak milik siapa? Hak milik pemerintah, swasta, atau rakyat?

Setelah bisa memahami jawaban dari kedua pertanyaan di atas, maka pertanyaan pertama berkaitan dengan Ilmu Ekonomi, sedangkan pertanyaan kedua berkaitan dengan Sistem Ekonomi. Kalau ilmu ekonomi bersifat netral dan obyektif, maka sistem ekonomi dipengaruhi oleh pandangan hidup, keyakinan, kepercayaan, atau ideologi tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem ekonomi bersifat memihak dan subyektif. Sistem ekonomi menyangkut pandangan terhadap kepemilikan, pemanfaatan, dan distribusi sumber daya ekonomi.

Sistem Ekonomi Islam adalah Solusinya

Karunia Tuhan yang paling agung bagi umat manusia adalah diturunkannya Al Qur’an dan As-Sunnah secara lengkap dan sempurna, yang akan menjadi penuntun dan pedoman hidup. Jika keduanya benar-benar diamalkan dengan baik dan benar, Insya Allah kehidupan manusia akan menjadi makmur dan sejahtera.

Di antara pedoman hidup itu adalah petunjuk untuk mengatur tata perekonomian di dunia ini. Jika manusia mau mengambilnya dan kemudian mengamalkannya, mudah-mudahan kehidupan ekonomi manusia akan menjadi adil dan merata. Cerita tentang kemiskinan, penderitaan, maupun krisis ekonomi akan sangat jarang terjadi. Dalam sistem ekonomi Islam, diatur secara jelas dan terperinci mengenai kepemilikan, pemanfaatan, maupun distribusi sumber daya. Ilmu ekonominya bersumber dari Allah Sang Pencipta alam semesta.

Namun sayang seribu sayang, di negara yang mayoritas berpenduduk Muslim ini, sistem ekonomi Islam belum dapat diterapkan. Yang ada selama ini adalah ilmu ekonomi konvensional yang dilakukan Islamisasi, dalam arti hanya dikurangi dengan riba dan ditambahi dengan zakat. Sedangkan yang lain esensinya tetap sama.

Lantas, apakah sistem ekonomi Islam akan dapat diterapkan di Indonesia? Hanyalah waktu yang akan menjawabnya.

Wallaahu a’lam bish-shawaab.

Referensi:

Dwi Condro Triono, Ph.D. 2020. Falsafah Ekonomi Islam Jilid I. Yogyakarta: Irtikaz.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image