Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

Rakyat Kekurangan Air Bersih

Politik | 2024-11-20 07:12:44

Rakyat Kekurangan Air Bersih Oleh : Dhevy Hakim Air bersih saat ini rupanya menjadi sesuatu yang berharga bagi sebagian orang di negeri ini. Pasalnya jumlah air bersih masih kurang. Kekurangan ini tak hanya saat musim kemarau saja seperti yang terjadi pada bulan Oktober lalu. Ada sebagian rakyat hingga rela membeli air galon untuk keperluan minum dan memasak bahkan untuk keperluan mandi. Seperti yang terjadi di Dusun Gili Meno, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, sebanyak 260 kepala keluarga (KK) kesulitan mengakses air bersih. Mereka pun terpaksa mandi dan mencuci menggunakan air galon. Mereka rela membeli air isi ulang seharga Rp 60 ribu setiap hari. (www.detik.com, 15/10/2024) Di saat musim penghujan telah tiba pun seperti saat ini (November 2024) kebutuhan air bersih masih belum mencukupi kebutuhan rakyat. Hal ini seperti yang terjadi di Jakarta.

Rakyat harus membeli air bersih di jerigen-jerigen. Bahkan di Kelurahan Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, menurut keterangan dari Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI) ada sebanyak 900 kepala keluarga (KK) mengalami kesulitan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ketua KPPI Kabupaten Tangerang Rosita (19/11), mengatakan bahwa di daerahnya air bersih sudah sulit dicari. Untuk air minum dan keperluan mandi serta mencuci baju terpaksa harus membeli dari pedagang. Pemenuhan kebutuhan air bersih dengan cara membeli ke pedagang tentunya menambah pengeluaran rumah tangga. Walhasil kondisi tersebut semakin menambah beban rakyat, sebab dengan jumlah penghasilan tetap, tetapi jumlah pengeluarannya justru semakin bertambah. Hal inilah membuat jumlah angka kemiskinan meningkat.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2024 ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas yakni masuk kategori warga rentan miskin. Sedangkan menurut mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia tidak hanya terjadi karena pandemi Covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) melainkan juga akibat kebiasaan sehari-hari kebutuhan terhadap air kemasan, seperti galon. Adanya fakta mengenai kebutuhan air bersih yang masih kurang sungguh mengherankan bilamana disandingkan dengan menjamurnya merk air mineral baik berupa kemasan maupun dalam bentuk galon.

Munculnya merk air kemasan ini jelaslah menunjukkan produksinya tidak surut bahkan terlihat menjadi bisnis yang menggiurkan. Sama-sama berkaitan dengan air, akan tetapi kondisi berkebalikan. Rakyat kekurangan air bersih, tapi di sisi lain produksi air mineral terus bertambah. Dengan kata lain bisa jadi bukan jumlah air di dalam kandungan tanah yang berkurang tapi sangat dimungkinkan akibat salah tata kelola. Ya, sumber daya air telah diswastanisasi. Lewat UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Indonesia terkait sumber daya air termasuk didalamnya mengenai mata air telah diatur. Dalam hal ini sumber daya air seolah-olah hanya sebagai komoditas ekonomi saja.

Padahal sebagimana amanat yang termaktub dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yakni “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” semestinya sumberdaya air dikelola oleh negara kemudian dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bukankah ketika penyediaan sumberdaya air (mata airnya) diserahkan atau dijual kepada swasta (privatisasi), maka penguasaan negara terhadap air untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat akan hilang?!

Dengan demikian seharusnya sumber-sumber mata air dikelola oleh negara dengan sebaik-baiknya. Sebab sumber mata air adalah bagian daripada kepemilikan umum yang mana menjadi kewajiban negara untuk mengelolanya kemudian dikembalikan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan begitu rakyat akan survive tercukupi kebutuhan air bersih baik di musim penghujan maupun musim kemarau bahkan negara sudah mengantisipasi semisal terjadi bencana banjir dsb. Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image