Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmada

#7 Cinta dan Takhta: Kisah Perjalanan Zhu Zhanji dan Permaisuri Sun Xiu dalam Sejarah Dinasti Ming

Sastra | 2024-11-17 23:20:01
Bab 6: Di Tengah Perang dan DoaKeesokan harinya, ketika fajar merekah, pasukan Mongol kembali melancarkan serangan besar. Namun, kali ini mereka menghadapi perlawanan yang lebih keras dari pasukan Ming. Zhanji, yang sebelumnya sudah mempersiapkan pasukannya dengan strategi yang lebih matang, berhasil menghalau serangan pertama dengan cukup baik. Namun, serangan balasan dari Mongol yang dipimpin oleh Jenderal Subutai datang lebih cepat dari perkiraan, dengan pasukan yang lebih besar dan taktik yang lebih terorganisir.Zhanji tahu, mereka tidak bisa terus bertahan tanpa melawan. Jika mereka ingin memenangkan pertempuran ini, pasukan Ming harus menyerang pasukan Mongol pada titik yang paling rentan—pada sayap kiri mereka yang terlihat lebih lemah. Dengan penuh keyakinan, Zhanji memerintahkan pasukannya untuk bergerak dengan cepat."Serang sayap kiri mereka! Jangan biarkan mereka mengatur pergerakan mereka!" teriak Zhanji kepada Jenderal Zhang.Pasukan Ming bergerak dengan cepat dan tepat, menyerang posisi yang sudah diperhitungkan dengan matang. Pasukan Mongol yang lengah mulai terperangkap dalam pertempuran sengit. Pasukan Ming yang menggunakan senjata jarak jauh dan kavaleri ringan bisa mengepung mereka dari berbagai arah, membuat Mongol terdesak mundur.Namun, pertempuran ini masih jauh dari selesai. Pasukan Mongol, yang tidak begitu mudah menyerah, segera menarik pasukan cadangan mereka. Pasukan kavaleri mereka mulai bergerak mengejar pasukan Ming yang mulai memecah formasi. Momen kritis itu terjadi, dan Zhanji tahu bahwa mereka harus segera mengubah strategi untuk memastikan kemenangan mutlak.---Sunan Gunung Jati dan Kedamaian yang DiharapkanSementara itu, di luar medan perang, Sunan Gunung Jati merenung di dalam kuil kecil di gunung. Ia merasakan gelombang kekhawatiran yang datang dari jauh, meskipun ia hanya bisa berdoa dan berharap agar Zhanji diberi kekuatan dan kebijaksanaan dalam menghadapi cobaan besar ini.Sunan Gunung Jati berdoa dengan penuh khusyuk, berharap agar Zhanji menemukan jalan yang penuh kedamaian, bahkan jika pertempuran ini berakhir dengan darah yang tumpah. Dalam doa-doanya, beliau memohon kepada Tuhan agar tidak hanya Zhanji, tetapi juga seluruh rakyat Ming diberikan petunjuk tentang bagaimana mencapai kedamaian yang sejati._"Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada Yang Mulia Zhanji, agar ia bisa membawa kedamaian yang hakiki, bukan hanya melalui peperangan, tetapi juga dengan kebijaksanaan. Perang hanya akan membawa kehancuran, tetapi hati yang damai akan membawa kemuliaan."_ doa Sunan Gunung Jati, penuh dengan pengharapan.---Akhir dari Pertempuran: Kemenangan yang Penuh PengorbananSetelah beberapa hari penuh pertempuran yang sengit, akhirnya pasukan Ming berhasil meraih kemenangan. Pasukan Mongol yang dipimpin oleh Jenderal Subutai mulai mundur, kehilangan posisi mereka setelah pasukan Ming berhasil mengepung mereka dari dua sisi.Namun, kemenangan itu datang dengan harga yang mahal. Ribuan nyawa terenggut di kedua belah pihak, dan Zhanji merasa perasaan campur aduk di dalam hatinya. Meskipun mereka menang, perasaan kesedihan menyelimuti dirinya. Baginya, kemenangan yang diperoleh dengan pertumpahan darah tidak terasa begitu manis.Zhanji berdiri di tengah medan pertempuran yang penuh dengan kehancuran. Semua ini membuatnya merasa lebih bijaksana, tetapi juga lebih terluka oleh kenyataan. Dalam dirinya, ia tahu bahwa perang mungkin belum berakhir—dan yang lebih penting, ia harus memikirkan langkah berikutnya untuk membawa perdamaian yang sejati bagi rakyatnya.---

Pertempuran yang berlangsung sepanjang hari menyisakan debu dan darah. Pasukan Ming, meskipun menghadapi musuh yang kuat, tampak lebih terorganisir dan cerdik dalam bertempur. Mereka berhasil memanfaatkan taktik gerilya yang diusulkan oleh Xu Bin. Namun, meskipun kemenangan kecil demi kecil mereka raih, tak ada yang bisa menghindarkan Zhanji dari rasa cemas yang terus menggerogoti hati.
Di medan perang, dia selalu mengingat kata-kata Sunan Gunung Jati: "Perang adalah cermin dari jiwa. Apa yang kita bawa ke medan pertempuran adalah cerminan dari kedamaian dalam hati kita." Tapi bagaimana bisa menjaga kedamaian batin saat dihadapkan pada kenyataan bahwa ribuan jiwa berada di ujung tombak? Hati Zhanji dipenuhi oleh pertanyaan dan kegelisahan yang tak terungkapkan.
Pasukan Mongol, meskipun diserang dengan cara yang tak terduga, tidak menyerah begitu saja. Mereka melawan dengan sengit, dan Zhanji tahu bahwa meskipun pasukannya unggul dalam beberapa aspek, pasukan Mongol lebih berpengalaman dalam pertempuran jarak jauh dan menggunakan kavaleri dengan luar biasa efektif. Pasukan mereka menyebar dengan cepat, seolah tak bisa dihentikan.
Zhanji melihat ke arah pasukannya, yang telah berjuang tanpa mengenal lelah. Tentu saja, banyak prajurit yang jatuh, terluka, atau bahkan tewas dalam pertempuran ini. Meski begitu, dia bisa merasakan semangat mereka yang tidak tergoyahkan, semangat yang mengingatkannya pada tanah air yang mereka perjuangkan, dan pada rakyat yang mereka cintai.
"Teruskan, jangan mundur!" Zhanji berteriak, suaranya penuh dengan tekad yang kuat. Ia tahu bahwa jika dia mundur sekarang, pasukannya akan kehilangan arah.
Malam tiba, dan pertempuran berhenti untuk sejenak. Pasukan kedua belah pihak mundur untuk beristirahat, tetapi suasana perang masih terasa tebal. Zhanji, yang tak bisa tidur, berjalan sendirian menuju kuil kecil yang ada di dalam istana. Di sana, ia berlutut, berdoa dengan sungguh-sungguh, berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memberikan petunjuk dan kekuatan dalam pertempuran yang masih akan berlanjut.
_"Ya Tuhan, aku mohon petunjuk-Mu. Aku ingin menyelamatkan tanah ini, tetapi aku juga tidak ingin menyaksikan lebih banyak darah tertumpah. Berikanlah aku kebijaksanaan dan kekuatan untuk memimpin, baik di medan perang maupun dalam kedamaian."_
Suasana hening begitu mendalam saat Zhanji mengangkat tangan, berharap doa-doanya akan terdengar di langit yang gelap. Ia merasa seakan-akan ada sesuatu yang memberi ketenangan dalam jiwanya. Meskipun perang terus bergolak di luar sana, di dalam hatinya ada kedamaian yang mengalir, seolah sebuah tanda bahwa segala yang ia lakukan sudah berada dalam jalan yang benar.
---
Menghadapi Musuh yang Tak Terduga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image