Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Fadhly

Dampak Buruk Politik Uang pada Pemilihan Kepala Daerah

Politik | 2024-11-11 11:03:09

Oleh. Ahmad Fadhly.Pemilihan.(Penulis Penggiat Media Sosial)

Kepala Daerah (Pilkada) salah satu wujud nyata dari demokrasi di Indonesia, masyarakat memiliki hak untuk memilih pemimpin yang dianggap paling mampu mengemban amanah dan membawa perubahan positif bagi daerahnya.

Sayangnya, dalam proses demokrasi tersebut, kerap muncul praktik yang dikenal sebagai "politik uang" atau "money politics."

Sama diketahui, Politik uang merupakan tindakan memberikan uang kepada pemilih untuk mempengaruhi pilihan terhadap salah satu calon pemimpin.

Meski terlihat sebagai cara cepat untuk mendapatkan dukungan, praktik ini memiliki dampak buruk yang bisa merusak sistem demokrasi.dan masyarakat.

Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2024 yang saat ini sedang berjalan tahapan masa kampanye dan menjelang hari pemungutan suara tanggal 27 Nopember nanti, penulis membuat catatan berdasarkan pengalaman dan pengamatan lapangan, ada beberapa catatan penting terkait dampak buruk atau negatif yang ditimbulkan oleh praktek politik uang saat pesta demokrasi masyarakat daerah.

Diantaranya, Pertama, Politik Uang akan merusak integritas demokrasi. Pasalnya, Pemilihan tidak lagi berdasarkan kompetensi atau visi dan misi yang jelas, melainkan pada daya tarik uang yang ditawarkan kepada pemilih.

Hal tersebut mengakibatkan pemimpin yang terpilih bukanlah yang terbaik, tetapi yang memiliki modal finansial besar sehingga menghilangkan esensi demokrasi itu sendiri, di mana masyarakat tidak lagi memilih pemimpin yang benar-benar bisa membawa perubahan.

Selanjutnya, Politik uang saat Pilkada sering kali berujung pada pemimpin yang terpilih hanya fokus pada kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, serta cenderung lebih berorientasi untuk mengembalikan modal yang sudah mereka keluarkan selama kampanye, dan mengabaikan kepentingan masyarakat.

Tentu, masyarakat lah yang merugi, komitmen peningkatan kualitas hidup masyarakatnya pun terlupakan.Biaya yang tinggi akibat politik uang salah satu penyebab yang mendorong pemimpin terpilih untuk mencari cara agar modal yang sudah dikeluarkan bisa segera kembali setelah terpilih.

Ketiga, Praktek Korupsi sering kali menjadi jalan pintas yang mereka tempuh untuk mengembalikan modal. Korupsi bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari penggelapan dana, pemotongan anggaran, hingga suap dalam perizinan proyek.

Korupsi tidak hanya menciptakan kerugian materi bagi negara dan daerah, praktek korupsi juga penghambat pembangunan dan menyebabkan masyarakat tidak mendapatkan pelayanan publik yang layak.

Keempat, Pemimpin yang terpilih melalui praktik politik uang biasanya kurang memiliki kompetensi atau integritas. Calon yang menggunakan Praktik politik uang juga cenderung memilki peluang untuk memenangkan kompetisi dibanding dengan calon yang kurang memiliki modal besar, tapi memiliki kemampuan dan pengalaman yang relevan.

Jelas, hal itu berdampak pada rendahnya kualitas pemimpin pemegang kendali atas daerah. Pemimpin dengan kualitas rendah biasanya kurang mampu membuat kebijakan yang tepat atau merumuskan strategi pembangunan yang efektif.

Akibatnya, pembangunan daerah berjalan lambat, dan masyarakat tidak dapat merasakan manfaat yang optimal dari kebijakan pemerintah.

Akibat yang diciptakan oleh Politik uang juga akan menciptakan ketidak percayaan di kalangan masyarakat terhadap pemimpin dan pemerintah secara umum.

Selain itu, praktik politik uang juga akan memunculkan ketimpangan sosial, hanya kelompok elit atau orang-orang dengan kekayaan yang mendominasi kepemimpinan daerah. Ini menghambat kesempatan bagi individu-individu berpotensi tinggi yang berasal dari latar belakang sederhana untuk terjun ke politik yang ingin berkontribusi pada pembangunan daerah.

Bahaya lainnya yang diakibatkan oleh politik uang adalah, masyarakat menjadi kurang percaya terhadap pemilihan dan tidak lagi melihat Pilkada sebagai proses yang berharga untuk memilih pemimpin yang baik.

Mereka menganggap bahwa pemilihan hanya formalitas untuk menentukan siapa yang paling banyak mengeluarkan uang.Sikap kurang percaya ini dapat menimbulkan kurang pedulinya masyarakat terhadap politik, di mana masyarakat enggan terlibat dalam proses politik atau partisipasi publik.

Tanpa disadari dalam jangka panjang, rendahnya partisipasi masyarakat dalam politik dapat mengancam stabilitas demokrasi dan melemahkan fungsi pengawasan dari masyarakat terhadap pemerintah.

Ketika kepala daerah terpilih dengan cara yang tidak transparan melalui politik uang, biasanya pemimpin itu cenderung berusaha menghindari pengawasan dan akuntabilitas. Hal ini dilakukan untuk menjaga kepentingannya dan melindungi jaringan politik yang mendukungnya.

Kepala daerah yang tidak mau diawasi sering membuat kebijakan-kebijakan yang tidak berdampak positif bagi masyarakat dan bahkan mungkin merugikan masyarakat.

Akibatnya, sistem pemerintahan di daerah menjadi lemah dan tidak mampu memberikan pelayanan yang optimal bagi warga.Akibat dari praktik politik uang juga akan mengurangi partisipasi politik sehat dalam Pilkada.

Pemilih yang menerima uang untuk memberikan suaranya cenderung tidak lagi kritis dalam memilih calon pemimpin. Mereka tidak mempertimbangkan visi, misi, atau program kerja calon, melainkan lebih fokus pada keuntungan sesaat yang mereka terima.

Hal ini menghambat partisipasi politik yang sehat, seharusnya pemilih dapat memberikan suara secara bijaksana dan berkontribusi dalam memilih pemimpin yang mampu membawa perubahan positif.

Pilkada yang bersih dan berkualitas sangat penting bagi seluruh pihak, terkait hal tersebut, masyarakat, pemerintah, maupun lembaga pengawas, baiknya bersama-sama menolak praktik politik uang dan mengedukasi masyarakat agar lebih kritis dalam memilih pemimpin.

Dengan demikian, diharapkan tercipta kepemimpinan yang berintegritas dan berkomitmen untuk membangun daerah yang lebih baik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image