Nasikh dan Wal Mansuk
Agama | 2024-11-09 11:29:10A. Pengertian Nasikh wal Mansuk Nasikh memiliki dua pengertian yakni secara Bahasa dan istilah. Berikut makna kata Nasikh secara Bahasa yang dipandang paling releven: 1. “Ar-Raf’ulal-izalah”yang berarti penghapusan. 2. “An-Naqlu” yang berarti penyalinan ataupun penulikan. 3. “Al-Ibthal” yang berarti penghilangan atas Sesuatu. 4. “At-Taghyir waal ibtal wal iqamah ash-ahai’ maqamahu” yang berarti mengganti atau menukar. 5. “At-Tahwil wal Baqa ‘iihi fi nafsihi/At tabdil” yang artinya memalingkan,menyalin/memindah. Selanjutnya kata nasikh secara istilah yang dijelaskan oleh ahli fiqih (fuqaha) yaitu bahwa nasikh adalah”rof’u as syaari’ hukman syar’iyyan bidallin syar’iyyin mutaraakhin ‘anhu” yang berarti “pengangkatan (penghapusan) olehh as syaari’ (allah swt) terhadap hukum syara’(yang lampau) dengan dalil syara’ yang terbaru. Yang dimaksud dengan pengangkatan hukum syara’adalah penghapusan kontinutas pengamalan hukum tersebut dengan mengamalkan hukum yang ditetapkan terakhir”. Kata Mansukh juga memiliki pengertian secara Bahasa dan istilah. Secara Bahasa Mansukh adalah” suatu hal yang diganti”. Sedangkan secara istilah mansuk adalah “hukum syara’ yang menempati posisi awal,yang belum diubah dan belum diganti dengan hukum syara’yang dating kemudian”. Pengertian secara umum Nasakh adalah perbuatan pembatalan atau penghapusan pada hukum syara’ dari hukum lama menuju hukum baru yang bersumber dalil syara’ yang datang kemudian. Sedangangkan Mansukh merupakan hukum/dalil syara’yang nantinya dihapus atau diganti atau juga merupakan objek penghapusan.
B. Rukun Dan Syarat Nasikh wa al-Mansukh Rukun Nasikh dan Mansukh terdiri dari 4 macam yaitu: 1. “Adat Nasikh”, ialah sebuah statement yang meyakinkan bahwa benar-benar ada pembatalan suatu hukum yang sudah ada. 2. “Nasikh”, yang merupakan hukum/dalil atau ayat yang sifatnya “akan menghapus” dalil atau hukum awal atau yang sudah ada. 3. “Mansukh”, ini merupakan suatu hukum atau dalil yang akan dihapus, dibatalkan ataupun dipindahkan keberadaannya. 4. “Mansukh ‘anh”, yang berarti orang-orang yang harus mendapat beban dari hukum tersebut. Syarat yang terdiri atas empat hal sebagai berikut: 1. Mansukh (dalil hukum yang dihapuskan atau dibatalkan) haruslah berupa hukum syara’. 2. Nasikh (dalil yang menghapuskan atau membatalkan) musti memiliki selang waktu dari mansukh (dalil hukum yang lama). 3. Dalil baru (Nasikh) dan dalil lama (Mansukh) tersebut haruslah memiliki pertentangan yang bersifat nyata (kontradiktif). 4. Sifat dari Nasikh (dalil yang menghapuskan atau dalil yang mengganti) ialah mutawattir. C. Hikmah Nasikh wa al-mansukh Terjadinya penetapan nasakh didalam al-Qur’an, sejumlah ulama meyebutkan bahwa ada hikmah yang dapat diambil, diantaranya: 1. Menunjukkan adanya konsep rububiyah sebab dengan nasakh dapat membuktikan bahwa atas kuasa dan keesaan Allah lah syariat Islam dapat diubah serta ditetapkan. 2. Menunjukkan adanya konsep rububiyah sebab dengan nasakh dapat membuktikan bahwa atas kuasa dan keesaan Allah lah syariat Islam dapat diubah serta ditetapkan. 3. Menghendaki kebaikan sekaligus menghilangkan kesulitan bagi seorang hamba pada beberapa hukum guna kemaslahatan umat. 4. Bentuk perhatian dan kasih sayang Alloh pada kemaslahatan hamba-Nya, dimana hal tersebut merupakan tujuan pokok adanya syariat agama Islam Rahmatan lil 'Alamin. 5. Dapat menaikkan tingkat iman kita kepada Allah SWT tentang kejadian apapun yang telah berlalu atas seizin-Nya di dunia ini. D. Naskh disertai pengganti dan tanpa pengganti a. Penghapusan hukum tanpa adanya hukum pengganti Contohnya adalah menghapus kewajiban memberikan sedekah saat hendak berbicara rahasia dengan Rasulullah yang disebutkan dalam firman Allah: ذلِ ك ة ۗ جيْتُمُالرَّسُوْ ل ف قد ِمُوْا بيْ ن يد يْ نجْ وٮكُمْ صد ق منُوْٰۤا اِذ ا ن ا ٰۤيا يُّ ها الَّذِيْ ن ا خيْ ر لَّكُمْ وا طْ هرُ ۗ فاِنْلَّمْ تجِدُوْا فاِنَّ ّللاٰ غفُوْ ر رَّحِيْ م "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Tetapi jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 12). Ayat ini di hapus oleh firman allah: ليْكُمْ فا قِيْمُوا و تا ب ّللاُٰ ع لمْ تفْ علُوْا ۗ فاِذْ ق ت ءا شْ فقْتُمْا نْتُ قد ِمُوْا بيْ ن يد يْ نجْ وٮكُمْ صد ما تعْ ملُوْ ن ۗ وا ّللُٰ خبِيْ ر ِب ل ه ّللاٰ و رسُوْ وا طِيْعُوا تُوا الزَّ كو ة و ا لو ة الصَّ "Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan Rasul? Tetapi jika kamu tidak melakukannya dan Allah telah memberi ampun kepadamu, maka laksanakanlah sholat, dan tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya! Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 13). Tanggapan: Ketika Allah menghapus hukum suatu ayat tanpa pengganti, ini sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya, juga untuk menjaga maslahat hamba hambanya sehingga tidak adanya hukum lebih baik dari hukum yang dihapus tersebut dalam hal manfaat bagi kaum muslimin. b. Penghapusan hukum dengan adanya hukum pengganti yang lebih ringan. لى نِ سآئِكُمْ:Contohnya adalah firman allah ل ة ال ِص يا مِالرَّ فثُاِ ليْ لـکُمْ اُحِلَّ "Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu”. (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 187). Ayat ini menghapus hukum yang terkandung dalam firman dalam firman-nya: علَّكُمْ تتَّقُوْ ن ل لى الَّذِيْ ن مِنْ قبْلِکُمْ ليْکُمُال ِص يا مُ ک ما كُتِ ب ع منُوْا كُتِ ب ع ٰۤيـا يُّ ها الَّذِيْ ن ا "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 183). ketika sedang berpuasa, seperti larangan makan, minum, dan berhubungan badan ketika sudah mengerjakan shalat Isya’ atau tidur hingga malam berikutnya, seperti disebutkan dalam Riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Umar h, ia berkata, “Ayat ini diturunkan, ‘Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu ...’ Sebelumnya, ketika seseorang di antara mereka sudah mengerjakan shalat Isya’ atau tidur, maka haram baginya makan, minum, dan berhubungan badan hingga sampai malam berikutnya."Hadits serupa juga diriwayatkan Ahmad, Hakim, dan lainnya. Di dalam hadits ini disebutkan: Lalu Allah menurunkan, “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu.” c. Penghapusan hukum dengan adanya hukum pengganti yang sepadan
Contohnya adalah penghapusan hukum shalat menghadap ke Baitul Maqdis, lalu diganti dengan kewajiban shalat menghadap Ka’bah, seperti yang disebutkan dalam firman Allah:ِم را و ِل وجْ ه ك شطْ ر الْ مسْجِدِالْ حـ ف “Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 144). d. Penghapusan hukum dengan adanya hukum pengganti yang lebih berat. Contohnya adalah penghapusan hukum pemenjaraan di dalam rumah bagi wanita yang berzina, seperti yang disebutkan dalam firman Allah: ة ِمنْكُمْ ۗ فاِنْ شهِدُوْا ع ليْهِنَّا رْ ب وا لٰتِيْ يأْتِيْ ن الْ فا حِ ش ة مِنْ ِن سآئِكُمْ فا سْ تشْهِدُوْا ع لهُنَّ سبِيْ ل وفٰٮهُنَّالْ موْتُا وْ يجْ ع ل ّللاُٰ فا مْسِكُوْهُنَّفِى الْبُيُوْتِ حتٰى ي ت "Dan para perempuan yang melakukan perbuatan keji di antara perempuan-perempuan kamu, hendaklah terhadap mereka ada empat saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Apabila mereka telah memberi kesaksian,maka kurunglah mereka (perempuan itu) dalam rumahsampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan (yang lain) kepadanya."(QS. An-Nisa' 4: Ayat 15).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.