Haruskah Kita Takut dengan Kecerdasan Buatan?
Iptek | 2024-11-08 08:11:56Artificial intelligence atau Kecerdasan buatan (AI) saat ini memicu perdebatan di berbagai kalangan. Kecerdasan buatan adalah sebuah teknologi yang dirancang untuk memecahkan berbagai masalah secara tepat dan akurat. Kemampuannya dalam memecahkan berbagai masalah secara tepat dan akurat menjadi sebuah perdebatan karena digadang-gadang dapat menggantikan peran manusia di berbagai bidang. Oleh karenanya, banyak yang merasa terancam akan teknologi ini. Namun, haruskah kita takut dengan kecerdasan buatan?
Perkembangan Teknologi Kecerdasan Buatan
Kecerdasan buatan pada mulanya merupakan sebuah konsep filosofi dan teoritis dari seorang ilmuwan bernama Alan Turing. Dalam makalahnya “Computing Machinery and intelligence”, ia mempertimbangkan apakah sebuah mesin bisa berpikir. Kemudian, antara tahun 1957 hingga 1974, perkembangan teknologi komputer memungkinkan menyimpan lebih banyak data dan pemrosesan data secara lebih cepat. Pada periode ini, para ilmuwan komputer mengembangkan lebih lanjut algoritma machine learning. Pada tahun 1980-an, David Rumelhart dan John Hopfield menerbitkan makalah tentaang deep learning, makalah tersebut menunjukan bahwa komputer dapat belajar dari pengalaman.
Perkembangan kecerdasan buatan oleh para ilmuwan komputer mencapai puncaknya saat mengembangkan super komputer Deep Blue yang berhasil mengalahkan juara dunia catur, Garry Kasparov. Teknologi kecerdasan buatan yang mulanya hanya mengerjakan tugas-tugas yang sederhana berkembang menjadi sebuah teknologi yang mampu mengerjakan tugas-tugas kompleks yang semula hanya dapat dikerjakan oleh manusia.
Cara Kerja Teknologi Kecerdasan Buatan
Hal yang paling menarik pada teknologi kecerdasan buatan ialah terkait dengan bagaimana kecerdasan buatan bekerja. Pada dasarnya, kecerdasan buatan bekerja dengan cara meniru kemampuan manusia untuk kognitif manusia. Dimulai dengan mengumpulkan data, kecerdasan buatan mengambil data untuk melihat kecenderungan-kecenderungan dari suatu permasalahan. Kemudian, data-data tersebut diproses sehingga tercipta algoritma untuk memecahkan masalah. Terakhir, algoritma tersebut diterapkan untuk mengambil sebuah keputusan atau tindakan yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah.
Perbedaan antara kecerdasan manusia dengan kecerdasan buatan adalah kemampuan mengolah data atau informasi yang banyak dalam waktu yang singkat. Kecerdasan buatan mampu mempelajari banyak sekali informasi dalam satu waktu dan menciptakan algoritma untuk menyelesaikan masalah. Sederhananya, algoritma adalah Langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah. Berbeda dengan manusia, kemampuan dalam mengolah informasi untuk menjadi sebuah algoritma sangatlah terbatas. Hal inilah yang menyebabkan masifnya pengaruh dari kecerdasan buatan.
Masifnya pengaruh kecerdasan buatan dapat dilihat dari bagaimana kecerdasan mampu menggantikan peran manusia dalam berbagai bidang. Berbagai bidang telah memanfaatkan kecerdasan buatan sebagai alat untuk mempermudah menyelesaikan suatu pekerjaan atau suatu masalah tanpa harus melibatkan manusia secara langsung. Namun, penggunaan kecerdasan buatan juga menimbulkan masalah lainnya. Kehadiran ChatGPT misalnya – telah banyak membawa pengaruh pada dunia pendidikan. Banyak pelajar yang menggunakan ChatGPT untuk menjawab soal-soal atau bahkan mengerjakan tugas-tugas yang lebih rumit. Tak jarang, para pelajar menggunakan ChatGPT sebagai sebuah solusi instan dalam meraih skor tinggi pada ujian. Kemudahan dan solusi instan yang ditawarkan oleh kecerdasan buatan berdampak buruk pada daya pikir kritis.
Celah pada Teknologi Kecerdasan Buatan
Seorang peneliti kecerdasan buatan dari Institut Teknologi Bandung mengatakan bahwa, “Human with AI will defeat human without AI”. Pendapat tersebut menunjukan masifnya peran kecerdasan buatan dalam kehidupan manusia. Namun, hal yang perlu untuk digaris bawahi pada pendapat tersebut adalah peran seorang yang memanfaatkan kecerdasan buatan berdampak lebih masif dibandingkan seorang yang tidak memanfaatkan kecerdasan buatan. Justru, dengan adanya kecerdasan buatan seharusnya kita berpikir lebih kritis.
Perlu untuk kita ingat bahwa kecerdasan buatan bekerja berdasarkan data-data yang dikumpulkan dan algoritma. Namun, apakah data-data yang dikumpulkan menggambarkan realitas sebenarnya? Dan apakah algoritma dari kecerdasan buatan benar-benar sesuai? Dari pertanyaan ini kita seharusnya berpikir lebih kritis dalam menggunakan kecerdasan buatan. Data-data yang dikumpulkan dari kecerdasan buatan belum tentu dapat merepresentasikan keadaan sebenarnya. Begitu pula dengan algoritma kecerdasan buatan, belum tentu algoritma yang digunakan sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkan.
Maka dari itu, peran kita sebagai pengguna kecerdasan buatan lebih kritis dibandingkan dengan kecerdasan buatan itu sendiri. Mengingat kecerdasan buatan memiliki gap pada kemampuannya dalam memverifikasi data yang hal ini akan berdampak pada pemecahan masalah. Daya berpikir kritis diperlukan untuk memverifikasi proses yang dilakukan oleh kecerdasan buatan.
Haruskah Kita Takut?
Kecerdasan buatan memiliki banyak keunggulan yang dapat membantu manusia dalam menyelesaikan berbagai masalah. Otomasi yang ditawarkan oleh teknologi kecerdasan buatan tidak seharusnya membuat kita takut dengan teknologi ini. Banyak peluang yang terbuka dengan teknologi ini. Dengan meningkatkan daya berpikir kritis, kecerdasan buatan merupakan sebuah teknologi yang memiliki banyak keunggulan yang justru membawa umat manusia dalam sebuah kemajuan dan kebaruan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.