Ironis, Food Estate tidak Membuat Rakyat Sejahtera
Rubrik | 2024-10-30 04:35:32oleh :Heni Nuraeni
Setelah tiga tahun berjalan, ribuan hektare lahan proyek food estate di Kalimantan Tengah kembali ditemukan terbengkalai. Lahan yang telah dibuka kini ditumbuhi semak belukar. Bahkan, ada ratusan hektare yang beralih menjadi perkebunan sawit swasta. Para petani mengaku menyerah menanam padi di lahan food estate setelah beberapa kali gagal panen.
Temuan tersebut diungkap oleh Pantau Gambut yang memantau 30 area ekstensifikasi proyek lumbung pangan food estate di 19 desa di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau pada 2020–2023.
BBC News Indonesia menemukan kondisi yang sama saat mengunjungi salah satu desa yang diteliti, yakni Desa Tajepan, Kapuas, Kalimantan Tengah, pada Senin (14/10).
“Sekarang tidak ada hasilnya. Di tanah yang lebih tinggi, ada yang malah menanam sawit karena lebih berhasil. Kalau untuk padi, gagal terus,” kata Sanal (69), salah satu petani yang ikut program food estate, kepada wartawan Ahmad S. yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.Bagi warga lainnya, Fadli (46), lahan-lahan food estate yang terbengkalai tersebut memantik ingatan akan kegagalan keluarganya menggarap proyek serupa pada masa Orde Baru, yaitu Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG). Saat itu, keluarganya ikut menggarap proyek lahan gambut sejuta hektare di desa tetangga, yakni Desa Palingkau Asri dan Desa Palingkau Jaya. Proyek ini dicanangkan oleh Soeharto untuk lumbung pangan nasional, namun berujung gagal.“Setelah dua atau tiga tahun, keluarga saya kembali lagi ke Desa Tajepan karena tidak berhasil,” kata Fadli, seperti dikutip dari BBC News Indonesia.
Berbagai proyek food estate ternyata mengalami kegagalan. Rencana membangun lumbung pangan tidak terwujud. Justru, proyek ini mengancam pangan lokal, menyebabkan pembukaan hutan, deforestasi, kerusakan lingkungan, dan bencana. Ada banyak penyebab kegagalan tersebut.
Pembangunan dalam sistem kapitalisme ternyata bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kepentingan oligarki. Maka, wajar jika muncul konflik dengan rakyat setempat.
Islam membangun untuk kepentingan rakyat, dalam pengurusan negara yang memiliki mafhum ra’awiyah (mengurus rakyat), sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Pembangunan memperhatikan berbagai aspek, termasuk kelestarian lingkungan, kestabilan kehidupan sosial, dan lain-lain, apalagi dalam penyediaan bahan pangan yang merupakan kebutuhan pokok rakyat. Negara berupaya mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan.
Negara Islam memiliki kemandirian dalam membiayai pembangunan, tidak bergantung pada swasta atau asing, dan juga tidak dikendalikan oleh kepentingan mereka.Islam menetapkan sumber anggaran yang banyak dan memiliki aturan bagaimana pemanfaatannya sehingga rakyat sejahtera dalam naungan Khilafah.
wallahu 'alam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.