Membangun Ketahanan Pangan Indonesia Jalan Menuju Keanekaragaman yang Berkelanjutan
Pendidikan dan Literasi | 2024-10-27 12:28:49Sebagai Negara Kepulauan dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang
melimpah, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan ketahanan
pangan. Tantangan ini tidak hanya meliputi ketersediaan pangan, namun juga
mencakup akses, pemanfaatan, dan stabilitas pasokan pangan berkualitas dan
bergizi bagi seluruh penduduk. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2025-2045, ketahanan pangan ditekankan sebagai isu strategis
utama, terutama mengingat meningkatnya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan
penduduk dan ancaman perubahan iklim terhadap produktivitas pertanian.
Jarot Indarto, SP, MT, MSc, Ph.D., Direktur Pangan dan Pertanian,
memaparkan kondisi ketahanan pangan Indonesia yang memprihatinkan. Data
menunjukkan sekitar 89,54% lahan pertanian di Indonesia tergolong tidak
berkelanjutan (BPS, 2021) akibat rendahnya produktivitas, penggunaan input kimia
berlebih, dan konflik kepemilikan lahan. Tingginya prevalensi ketidakcukupan
konsumsi pangan (PoU) di beberapa provinsi menandakan adanya kesenjangan
dalam ketersediaan dan akses pangan, sementara 68 kabupaten/kota, terutama di
Indonesia Timur dan daerah pedalaman, masih rentan terhadap kerawanan pangan
(Badan Pangan Nasional, 2024).
Selain itu, Indonesia menghadapi tantangan “Triple Planetary Crisis,”
termasuk produksi sampah makanan yang mencapai hampir 300 kg per orang per
tahun (Economist Intelligence Unit), di mana 41,05% dari sampah nasional berasal
dari makanan (KLHK, 2023). Hal ini berkontribusi pada emisi gas rumah kaca,
sementara 8,49% penduduk Indonesia masih mengalami kekurangan pangan (BPS,
2021). Kehilangan dan pemborosan pangan (FLW) terbesar terjadi pada tahap
konsumsi, khususnya untuk padi-padian (Kajian Bappenas, 2021), yang
menunjukkan adanya inefisiensi dalam sistem pangan nasional yang mendesak
untuk diperbaiki.
RPJPN 2025-2045 menggarisbawahi pentingnya transformasi ketahanan
pangan melalui delapan agenda pembangunan. Beberapa kebijakan utama yang
diusulkan antara lain:
1. Penjaminan Hak Dasar Atas Pangan
Menjamin akses pangan dan gizi, terutama pada periode 1.000 hari
pertama kehidupan. Ini memerlukan intervensi komprehensif guna
mengatasi masalah malnutrisi.
2. Pengembangan Sentra Produksi Pangan
Meningkatkan produktivitas pertanian dengan mengembangkan
kawasan sentra produksi pangan di berbagai wilayah, disesuaikan dengan
kondisi geografis dan potensi lokal.
3. Penganekaragaman Produksi dan Konsumsi Pangan
Diversifikasi pangan, termasuk pengembangan pangan lokal dan
akuatik, diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas
tertentu dan memperkuat ketahanan terhadap guncangan.
4. Penanggulangan Kekurangan Asupan Zat Gizi
Pengembangan biofortifikasi dan fortifikasi pangan skala luas
untuk mengatasi kekurangan zat gizi mikro, serta integrasi program ini
dengan pendidikan gizi masyarakat.
5. Pertanian Berkelanjutan
Menerapkan praktik pertanian konservasi, regeneratif, dan rendah
karbon untuk meningkatkan produktivitas lahan dan menjaga kelestarian
lingkungan.
6. Penguatan Tata Kelola Sistem Pangan
Memperkuat tata kelola sistem pangan, termasuk pengelolaan satu
data pangan nasional, sangat penting untuk pengambilan keputusan berbasis
data.
Penerapan pendekatan FEW Nexus (Food, Energy, Water) dalam ketahanan
pangan Indonesia menjadi sangat relevan. Integrasi pengelolaan sumber daya
pangan, energi, dan air dalam konteks produksi pangan dapat mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan seperti deforestasi dan emisi gas rumah kaca, serta
mengurangi persaingan penggunaan lahan dan air antara produksi pangan dan
energi.
Mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan adalah tanggung jawab
bersama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Penguatan kelembagaan
dan kapasitas petani dalam teknologi dan inovasi menjadi kunci keberhasilan, di
samping reformasi pengelolaan sampah terintegrasi dari hulu ke hilir.
Pengembangan korporasi petani dan kemitraan yang adil dalam rantai pasok perlu
didorong untuk memastikan keuntungan yang layak bagi petani. Pencapaian
ketahanan pangan berkelanjutan membutuhkan sinergi antara pemerintah,
masyarakat, dan sektor swasta dalam memberdayakan petani, meningkatkan
efisiensi, dan membangun sistem pangan yang adil dan berkelanjutan.
Membangun ketahanan pangan di Indonesia adalah perjalanan panjang yang
memerlukan komitmen dan kolaborasi multipihak. Dengan mengadopsi praktik
pertanian berkelanjutan, memperkuat kelembagaan petani, dan mengatasi masalah
sampah makanan, Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan yang lebih baik.
Diversifikasi produksi dan konsumsi pangan, serta peningkatan akses dan
pemanfaatan pangan bergizi, adalah kunci untuk menciptakan sistem pangan yang
aman, berkelanjutan, dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia.
Target PoU 2045 sebesar 0,77% menunjukkan ambisi besar yang
membutuhkan strategi terukur untuk mencapainya. Dengan belajar dari
keberhasilan provinsi-provinsi yang berhasil menekan angka PoU, Indonesia dapat
mewujudkan masa depan pangan yang aman dan berkelanjutan bagi generasi
mendatang. Ketahanan pangan di Indonesia memerlukan upaya komprehensif dan
kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor
swasta. Meskipun Indonesia memiliki kekayaan sumber daya hayati yang
melimpah, tantangan ketahanan pangan tetap ada, terutama terkait aksesibilitas,
keberlanjutan lahan, dan ketergantungan pada pangan tertentu.
Untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan, diperlukan strategi
menyeluruh melalui peningkatan produktivitas, diversifikasi konsumsi pangan,
pengurangan sampah makanan, serta penerapan pertanian berkelanjutan. Kebijakan
seperti pendekatan FEW Nexus (Food, Energy, Water) dan penguatan kelembagaan
petani menjadi langkah penting dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta menjadi kunci
keberhasilan dalam membangun sistem pangan yang lebih aman, berkeadilan, dan
berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia. Target ketahanan pangan di tahun
2045, dengan prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan (PoU) sebesar 0,77%,
merupakan tujuan ambisius yang memerlukan komitmen dan implementasi strategi
yang konsisten untuk tercapai
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.