Wah! Ternyata tidak Semua Jamu Itu Sehat Lho, Yuk Ketahui Perbedaannya
Info Terkini | 2025-01-17 21:40:00Obat tradisional menjadi suatu alur pengobatan yang sering lebih diterima secara budaya oleh Masyarakat dibandingkan dengan obat konvensional. Terbukti sekitar 45% dari 7699 responden pengguna aplikasi Alodokter memilih menggunakan obat herbal, meski tidak semuanya terdaftar resmi di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Selebihnya, yaitu sekitar 55%, memilih obat modern sebagai langkah pengobatan pada Tahun 2024. Terdapat dua tantangan utama dalam pemanfaatan obat tradisional di Indonesia. Yang pertama, Masyarakat Indonesia sebagai konsumen cenderung menganggap bahwa obat tradisional selalu aman. Tantangan berikutnya, yaitu perihal izin praktek pengobatan tradisional dan kualifikasi praktisi kesehatan tradisional yang sering merujuk kepada profesionalisme profesi yang menekuni bidang obat tradisional. Standar profesional dapat meliputi seperangkat praktik, etika, dan perilaku yang harus dipatuhi oleh anggota kelompok profesi tertentu.
Beberapa argumen kontra terhadap penggunaan pengobatan tradisional di Indonesia muncul terkait efektivitas dan keamanannya. Meskipun banyak masyarakat percaya bahwa obat tradisional aman karena berasal dari bahan alami, ini tidak selalu benar. Banyak obat tradisional belum melalui uji klinis yang memadai, sehingga potensi efek samping, keracunan, atau interaksi negatif dengan obat modern tidak bisa diabaikan. Selain itu, proses industrialisasi obat tradisional juga menimbulkan masalah. Pengubahan bentuk dari rebusan menjadi tablet atau kapsul bisa mengurangi efektivitas dan mempengaruhi keamanan produk, terutama jika ada campuran bahan sintetis atau proses yang tidak terstandar. Penggunaan obat herbal yang berlebihan atau tanpa panduan medis juga dapat menjadi berbahaya, terutama bagi kelompok tertentu seperti ibu hamil atau orang dengan alergi terhadap bahan tertentu .
Pengobatan tradisional juga dapat menyalahi kode etik kesehatan apabila lalai dalam implementasinya yaitu, pelanggaran dalam etik keselamatan pasien (Non-Maleficence) yang menjadi prinsip utama dalam etika kesehatan “do no harm”, pengobatan tradisional yang tidak melalui uji prosedural klinis yang memadai dapat berisiko menimpulkan efek samping berbahaya dan rentan untuk beberapa kelompok. Selanjutnya, pelanggaran dalam kepatuhan standar ilmiah yang mengharuskan seluruh praktisi kesehatan untuk mematuhi standar ilmiah dalam mendiagnosis dan mengobati pasien. Seluruh pelanggaran etik ini dapat menyalahi hukum yang mendasari. Harus selalu bijak dalam memperhatikan kode etik di dunia kesehatan.
Diperlukan suatu integrasi dalam penggunaan pengobatan tradisional dalam dunia kesehatan modern. Salah satu langkah pemerintah yaitu Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti meminta Fakultas Kedokteran se-Indonesia mendukung penyelenggaraan penelitian kearifan lokal dan metode pengobatannya, untuk dapat dibuktikan secara ilmiah sebagai pengayaan dalam kurikulum pendidikan dokter. Dalam PP 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional juga diatur pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan komplementer dilaksanakan secara sinergi dan integrasi dengan pelayanan kesehatan. Diarahkan untuk pengembangan lingkup keilmuannya supaya sejajar dengan pelayanan kesehatan.
Dapat disimpulkan bahwa meskipun obat tradisional memiliki tempat penting dalam budaya pengobatan di Indonesia, tetap perlu kehati-hatian dalam penggunaannya dan pemahaman bahwa tidak semua bahan alami bebas dari risiko. Penggunaan pengobatan tradisional dapat menjadi hal yang mengkhawatirkan apabila tidak didukung dengan penggunaannya yang sesuai dengan etik kesehatan. Sebagai Masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, sudah sepatutnya untuk lebih peka dan membuka wawasan sebelum mengonsumsi suatu pengobataan. Pemerintah juga mengajukan upaya integrasi sebagai bentuk andil dalam mengurangi kesalahan praktik pengobatan tradisional di Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.