Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trimanto B. Ngaderi

Resensi Buku: Korporatisasi Petani, Solusi Cerdas Tingkatkan Produktivitas Pertanian

Ulas Dulu | 2024-10-21 10:54:52

Judul Buku : Korporatisasi Petani dan Koperasi Multi Pihak, Koperasi Kekinian

Penulis : Ika Nurul Syifaa & Aryani Indrastati

Penerbit : Kementerian Koperasi dan UKM RI

Tahun Terbit : -

Tebal : 161 hlm.

Oleh: Trimanto*)

Gambar: Dok. Pribadi

Sebagai negara agraris yang mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani dan didukung pula oleh sumber daya alam yang melimpah, tak membuat petani di Indonesia menjadi sejahtera. Minimnya lahan pertanian yang dimiliki (rata-rata 1 hektar per keluarga), terbatasnya akses terhadap modal dan pembiayaan, kurangnya akses terhadap teknologi dan informasi, harga bibit tanaman dan pupuk yang melambung tinggi, harga jual hasil panen yang rendah, termasuk perubahan iklim membuat hasil produksi pertanian hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Oleh karena itu, jalan keluar yang bisa ditempuh untuk mengurai persoalan tersebut adalah dengan meningkatkan daya tawar petani melalui “korporatisasi”. Merujuk pada definisi KKBI, korporatisasi adalah proses, cara, perbuatan membuat sesuatu menjadi korporasi. Sehingga korporatisasi petani dapat diartikan cara menjadikan usaha pertanian menjadi korporasi.

“Korporatisasi petani merujuk pada petani-petani perorangan berlahan sempit, kemudian dikoperasikan agar masuk skala ekonomi dan model bisnis.” (Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki).

Selain itu, hadir pula Permenkop dan UKM Nomor 8 Tahun 2021 tentang Koperasi Multi Pihak (KMP). KMP tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, hanya saja ditambahkan unsur kolaboratif dan inklusif. Dalam arti, koperasi bisa berkolaborasi dengan siapa saja tanpa batasan teritorial dan administrasi tertentu selama mereka memiliki kepentingan yang sama. Beberapa keunggulan KMP adalah melibatkan berbagai stakeholder, hak suara diwakili oleh para pihak, bukan oleh perorangan.

Pada Bab 1 kita disuguhi perihal korporatisasi petani sebagai upaya peningkatan produktivitas pertanian. Di sini dicontohkan sebuah KMP bernama Koperasi Baitul Qiradh (KBQ) Baburrayyan, salah satu koperasi yang berperan dalam mengagregasi petani kopi Gayo sehingga mereka dapat terhubung dengan ekosistem pasar kopi dunia. KBQ telah merangkul ribuan anggota petani kopi dan mengonsolidasikan lahan-lahan sempit kopi petani.

Koperasi pengolahan dan pemasaran kopi ini telah mengekspor kopi arabika kering ke benua Amerika dan Eropa. Koperasi ini juga menjadi supplier kopi Gayo ke perusahaan kopi kelas dunia seperti Starbucks. Untuk menjadi pengekspor kopi Gayo, mereka telah memiliki dua sertifikat, yaitu Sertifikat Organik dan Fairtrade International Certificate.

Pada bab ini dibahas mengenai pentingnya korporatisasi, di antaranya: meningkatkan posisi tawar petani, efisiensi produksi, diversifikasi usaha, akses terhadap teknologi informasi, akses pembiayaan dan investasi, mendapat perlindungan dan penguatan, menjadi bagian dari komunitas, akses pasar yang lebih luas dan jaminan pasar, dan sebagainya.

Pada bab berikutnya diulas mengenai koperasi multi pihak sektor pertanian di negara-negara lain. Pada awalnya, KMP pertama kali didirikan pada tahun 1870 di Inggris. Dicontohkan, KMP yang bernama Ecological Land Cooperative (ELC) di Inggris yang dibentuk pada tahun 2009. ELC memiliki visi mengembangkan bisnis sosial berbasis pertanian ramah lingkungan yang terjangkau. Tujuannya agar lahan dapat terbagi secara merata bagi masyarakat sehingga makanan dan pekerjaan dapat diakses oleh semua orang.

Ada lagi KMP Weaver Street di AS. Berawal dari sebuah pasar jalanan Weaver Street Market pada 1988, menjadi sebuah KMP dengan 20.000 anggota konsumen rumah tangga dan 226 anggota tenaga kerja. Kini, Weaver Street menghuni gedung-gedung besar layaknya supermarket.

Selain itu, ada pula koperasi Erosky di Spanyol, Stocksy di Kanada, Mondragon Corporation di Spanyol, Cooperative Group Limited di Inggris, Emilia Romagna Co-op Concortium di Italia, Kenya Multi Agency Partnership Initiative di Kenya, Mondelez Cocoa Life (Global).

Selanjutnya, di Bab 3 diuraikan mengenai KMP sebagai basis kelembagaan korporatisasi petani. Menurut Teten Masduki selaku Menteri Koperasi dan UKM bahwa bisnis Koperasi Multi Pihak selaras dengan tren saat ini, yaitu sharing economy atau collaborative economy.

Di bab ini kita disuguhi mengenai sejarah cikal bakal KMP di Indonesia. Dimulai pada 2018, ketika bisnis startup sedang hype di Indonesia. Menurut Firdaus Putra, H.C., Ketua Indonesian Concortium for Cooperative Innovation (ICC) selaku inisiator KMP bahwa kehadiran startup sendiri berawal dari gelombang besar sharing economy. Model umum bisnis ini adalah menghubungkan antara supply dan demand dalam satu platform.

KMP sendiri merupakan representasi koperasi modern yang bisa menjadi korporatisasi petani, dengan ciri-ciri di antaranya: terhubung dengan offtaker, memiliki akses terhadap sumber pembiayaan, melakukan digitalisasi, memiliki nilai tambah, menerapkan manajemen profesional, memiliki skala industri (kapasitas produksi besar), serta ekosistem usaha yang sehat, kuat, dan terhubung dari hulu sampai hilir.

Di sini dijelaskan pula perbedaan KMP dengan koperasi konvensional dilihat dari aspek kelompok pihak anggota, struktur organisasi, maupun tata kelola dan pengambilan keputusan. Termasuk bagaimana regulasi KMP di Indonesia.

Pada bagian Bab 4 dibahas mengenai praktik korporatisasi petani melalui KMP. Menurut Firdaus Putra, H.C. selaku Ketua ICC mengatakan bahwa regulasi KMP baru dua tahun, belum ada contoh sukses kecuali di negara lain, namun koperasi-koperasi ini berani memilih KMP. Mereka adalah para early adopter.

Koperasi yang dimaksud adalah KMP Layanan Usaha Nusantara (LUNAS) di Gianyar, Bali dengan produk pertaniannya yaitu tanaman alpukat. Lalu Koperasi Multi Pihak Petani dan Peternak Berkah Mandiri (KP2BM) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ada lagi KMP Sarana Agro Lestari (SANTRI) di Jombang, Jawa Timur yang kondang dengan beras “Jatim Cettar”.

Di bab terakhir diuraikan mengenai proyeksi dan refleksi KMP sektor pertanian. Beberapa tantangan yang dihadapi KMP sektor pertanian seperti profil petani yang didominasi usia tua, banyaknya koperasi yang tidak aktif, serta masalah-masalah klasik koperasi konvensional.

Rusaknya produk pangan yang disebabkan oleh rantai pasok yang terlalu panjang. Oleh karena itu, pertanian yang didukung oleh komunitas atau Community Supported Agriculture (CSA) mendorong untuk berproduksi dan pendistribusian dilakukan secara lokal.

Startup sektor pertanian juga sangat potensial di Indonesia. Generasi muda dapat menggunakan koperasi sebagai basis kelembagaan dalam mengembangkan startup. Salah satunya adalah e-Fishery yang mendirikan KMP Tumbuh Bersama Pembudidaya. Mereka mengerahkan ekosistem yang telah terhubung dengannya melalui ekosistem digital. KMP ini menjadi koperasi digital pertama di sektor budidaya ikan dan berbasis blockchain.

Penutup

Praktik KMP di Indonesia belum bisa dinilai berjalan baik atau tidak karena masih masa inkubasi. Meski demikian, animo masyarakat cukup baik. Jumlah KMP terus meningkat, dari 14 unit di awal regulasi tersebut diterapkan menjadi 146 unit pada 2024. Sebagian besar KMP pendirian baru, dan hanya 15 unit yang merupakan konversi dari model koperasi konvensional.

Praktik KMP di Indonesia berbeda dengan di negara lain. KMP di negara kita tidak dapat beranggotakan campuran dari orang seorang dengan badan hukum. Namun, regulasi yang ada sekarang bisa dikatakan memadai, terutama setelah dikeluarkannya Pedoman Nomor 22 Tahun 2024 yang merinci poin-poin yang terdapat dalam Permenkop dan UKM yang bersifat sangat umum. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi “penyimpangan” yang mungkin terjadi dalam praktik KMP yang dapat menghambat gerak KMP.

Prospek KMP sektor pertanian sangat menjanjikan dan menjadi tonggak baru bagi dunia perkoperasian di Indonesia. KMP juga membawa harapan baru akan lahirnya koperasi-koperasi besar di sektor pertanian yang dapat mendorong terwujudnya visi besar Indonesia Emas 2045. Menjadi negara maju, termasuk di dalamnya yaitu mewujudkan ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

*****

Buku ini dikemas dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Dilengkapi dengan kutipan-kutipan pendapat dari Menteri Koperasi sendiri, Ketua ICC selaku inisiator KMP, termasuk dari para pelaku KMP itu sendiri. Selain itu, diperkuat pula dengan data-data pendukung seperti ilustrasi, tabel, foto, dan cerita. Inilah kelebihan dari buku ini. Sedangkan kelemahannya, buku ini setahu saya masih berbentuk digital (e-book), atau mungkin dicetak dalam jumlah terbatas, sehingga belum menjangkau khalayak luas terutama bagi insan perkoperasian.

*) Pemerhati dunia perkoperasian dan pernah menjadi pengelola koperasi syariah

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image