Kenapa Konten Seksual di Sosial Media Lebih Populer?
Edukasi | 2024-10-15 22:17:41Di tengah berkembangnya teknologi dan media sosial, kita bisa melihat tren yang cukup mencolok, yaitu konten-konten seksual yang lebih cepat menarik perhatian dibandingkan dengan konten-konten lain seperti edukatif atau informatif. Banyak orang bertanya-tanya, mengapa konten seperti ini bisa begitu viral dan populer? Apakah ini hanya fenomena sementara atau ada alasan psikologis yang mendasari mengapa banyak orang tertarik pada konten yang mengandung unsur seksual?
1. Respons Otak Terhadap Stimulus Seksual
Salah satu alasan utama mengapa konten seksual bisa lebih menarik perhatian adalah karena bagaimana otak manusia merespons rangsangan seksual. Ketika seseorang melihat sesuatu yang bersifat erotis atau menggoda, otak akan melepaskan dopamin, yaitu hormon yang berkaitan dengan perasaan senang dan kepuasan. Respon ini sangat cepat dan kuat, membuat seseorang merasa 'terpenuhi' atau terangsang secara emosional dalam waktu singkat.
Neuron-neuron di otak, khususnya yang berperan dalam kesenangan dan perilaku adiktif, seperti nukleus akumbens dan sistem limbik, sangat terlibat dalam respons ini. Ketika seseorang terpapar konten seksual, mereka cenderung ingin mengulanginya lagi untuk mendapatkan perasaan yang sama, yang menciptakan kecanduan ringan. Ini yang menyebabkan mereka terus mencari konten serupa di platform sosial media.
2. Konten Seksual Lebih Instan dan Mudah Dicerna
Berbeda dengan konten edukatif atau informatif yang membutuhkan fokus dan waktu untuk dicerna, konten seksual bisa dinikmati secara instan tanpa perlu pemikiran mendalam. Misalnya, video yang menampilkan tarian atau pose yang menggoda sering kali langsung menarik perhatian karena sifatnya yang bisa mengundang reaksi fisik atau emosional dalam waktu singkat.
Di media sosial, pengguna cenderung mencari hiburan yang cepat dan menyenangkan. Mereka lebih tertarik pada sesuatu yang bisa mereka nikmati tanpa harus berpikir terlalu keras, dan inilah sebabnya konten yang mengandung unsur seksual bisa lebih sering muncul di beranda mereka. Konten ini "memanjakan" penonton dengan cara yang lebih mudah diakses dibandingkan dengan konten yang memerlukan analisis atau pemahaman lebih dalam.
3. Algoritma Sosial Media Mendorong Konten Sensasional
Media sosial beroperasi dengan algoritma yang memprioritaskan konten berdasarkan engagement, yaitu jumlah likes, shares, dan komentar yang diterima. Konten yang cepat menarik perhatian, termasuk yang bersifat seksual, cenderung mendapat lebih banyak engagement dalam waktu singkat. Hal ini membuat algoritma lebih cenderung untuk mempromosikan konten semacam itu di beranda pengguna.
Dengan demikian, semakin banyak orang yang berinteraksi dengan konten seksual, semakin besar kemungkinan konten tersebut muncul di feed mereka. Ini menciptakan efek snowball: semakin banyak orang yang menonton, semakin banyak pula yang terpapar, yang pada gilirannya membuat konten tersebut semakin populer dan tersebar luas.
4. Faktor Pengakuan dan Popularitas
Sosial media memberikan platform bagi siapa saja untuk menjadi terkenal dengan cara yang lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Banyak kreator yang memanfaatkan cara-cara kontroversial, seperti menampilkan tubuh mereka atau berbicara tentang topik seksual, untuk mendapatkan perhatian. Mereka berpikir bahwa dengan cara ini, mereka bisa mendapatkan followers yang banyak dan bahkan menghasilkan uang melalui endorsement atau iklan.
Namun, banyak dari mereka yang terjebak dalam pemikiran bahwa popularitas instan berarti kesuksesan. Faktanya, meskipun konten ini bisa cepat menarik perhatian, banyak kreator yang akhirnya kehilangan audiens ketika minat terhadap konten mereka berkurang. Popularitas semacam ini sering kali bersifat sementara karena tidak memberikan nilai tambah selain sensasi semata.
5. Menanggapi Kebutuhan Primordial dan Fisiologis
Di balik ketertarikan pada konten seksual juga ada aspek kebutuhan biologis yang tidak bisa diabaikan. Seks adalah kebutuhan dasar manusia, dan itu menjadi topik yang sering kali menarik perhatian. Oleh karena itu, konten yang mengandung unsur seksual akan selalu menjadi perhatian utama, karena ia memenuhi salah satu kebutuhan primordia yang dimiliki setiap individu.
Dengan adanya konten-konten yang mudah diakses melalui platform sosial media, banyak orang yang mencari hiburan atau "pelampiasan" kebutuhan tersebut, tanpa memperhitungkan dampak jangka panjang dari konsumsi konten semacam itu. Bahkan, beberapa orang mungkin menjadi kecanduan, dan ini bisa mempengaruhi pola pikir dan perilaku mereka.
6. Fenomena Attention Economy
Saat ini, kita hidup di era yang dikenal sebagai attention economy, di mana perhatian orang menjadi sangat berharga. Platform sosial media tidak hanya mengukur kesuksesan dengan jumlah pengikut, tetapi juga dengan seberapa banyak perhatian yang dapat diberikan kepada kreator. Dalam dunia ini, semakin banyak perhatian yang kita terima, semakin besar potensi kita untuk mendapatkan keuntungan—baik itu uang, popularitas, atau kesempatan kerja.
Konten-konten seksual cenderung menarik perhatian dengan cepat, dan dalam banyak kasus, kreator yang membuat konten tersebut berusaha untuk memanfaatkan perhatian ini sebaik mungkin. Namun, meskipun mereka mendapatkan banyak perhatian, ini sering kali tidak menghasilkan audiens yang loyal atau berpotensi untuk menghasilkan pendapatan jangka panjang. Sebaliknya, penonton dari konten-konten semacam ini sering kali datang hanya untuk hiburan sesaat dan tidak memiliki daya beli yang signifikan.
7. Efek Terhadap Kualitas Konten dan Audiens
Salah satu dampak yang paling signifikan dari popularitas konten seksual adalah penurunan kualitas konten secara keseluruhan. Banyak kreator yang berfokus pada pencapaian viralitas dengan mengorbankan nilai-nilai etika atau kualitas karya mereka. Ini juga memengaruhi audiens yang lebih memilih hiburan yang cepat dan instan, daripada mencari konten yang mendalam dan bermanfaat.
Konten edukasi, inspiratif, atau yang memberikan nilai lebih sering kali kalah dalam hal visibilitas, karena untuk memahami atau menikmati konten semacam itu dibutuhkan usaha dan perhatian lebih. Ini menyebabkan semakin banyak orang yang terjebak dalam siklus konsumsi konten yang rendah kualitasnya, yang pada akhirnya mengurangi tingkat pemahaman dan kedalaman budaya konsumsi media di masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.