Wakil Rakyat, Benarkah Melayani Rakyat?
Politik | 2024-10-13 07:00:10Oleh. Rochma Ummu Arifah
Sebanyak 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat telah dilantik di awal bulan Oktober ini. Tentu saja, besar harapan rakyat bahwa mereka semua akan mampu memperjuangkan hak dan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan kelompok mereka. Akankah ini hanya menjadi harapan kosong dari rakyat?
Politik Dinasti Masih Kental, Akankah Rakyat Diperhatikan?
Formasi anggota DPR yang baru ternyata sarat akan bau politik dinasti. Hal ini bisa sejalan dengan hasil riset terbaru Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Data mereka mengungkap, sedikitnya 79 dari total 580 anggota DPR terpilih periode 2024-2029 terindikasi memiliki punya kekerabatan dengan pejabat publik.
Ada keragaman relasi kekerabatan DPR 2024-2029. Mulai dari suami-istri, anak, ponakan dan lain-lain. Hubungan kekerabatan vertikal tercatat yang paling banyak, yakni caleg terpilih merupakan anak pejabat (Tirto.id, 2/10/2024).
Terlebih, fakta yang terungkap bahwa pada formasi DPR di periode ini terindikasi bahwa semuanya menjadi koalisi dari pemerintah. Tidak ada partai yang terang-terangan men-declare dirinya oposisi yang siap mengawal dan mengkritik kinerja pemerintah ke depan.
Tentu hal ini juga memberikan pesimisme tersendiri di hati masyarakat. Akankah mereka memperjuangkan rakyat atau malah memberikan legalisasi untuk membela kepentingan oligarki.
Wajah Sistem Demokrasi
Nyata-nyata wakil rakyat yang terpilih dalam sistem demokrasi ini adalah orang-orang yang mampu menarik perhatian rakyat. Tak sembarang orang bisa melakukannya. Hanya orang-orang yang tentunya memiliki modal. Karena demokrasi erat hubungannya dengan kapitalisasi. Inilah yang membuat wajah para wakil rakyat ini mencerminkan kalangan elit.
Kemudian, setelah duduk dengan wewenangnya, tak jarang, produk hukum atau undang-undang yang mereka hasilnya lebih sejalan dengan kepentingan oligarki atau pun para kapitalis. Kepentingan rakyat seakan tak lagi menjadi prioritas. Terbukti, beberapa undang-undang yang dibuat tak sejalan dengan kepentingan rakyat. Sebut saja UU Cipta Kerja, UU Penanaman Modal Asing dan yang lain.
Demokrasi erat dengan kapitalisasi karena untuk menjalankan demokrasi membutuhkan modal yang tak sedikit. Para kapitallah yang menjadi pendukung di belakang elit politik ini. Sehingga tak heran jika produk hukum yang mereka buat memuluskan jalan para kapitalis.
Islam Memandang Wakil Rakyat
Sistem Islam ditopang oleh tiga pilar yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan negara. Ketakwaan individu juga menjadi perhatian besar negara. Negara mengawal rakyatnya untuk mendapatkan ketakwaan bahkan sampai para taraf yang maksimal. Salah satunya adalah dengan menghadirkan sistem pendidikan Islam yang sesuai dengan pembentukan pribadi yang bertakwa dan takut untuk melanggar syariat agamanya.
Kontrol masyarakat berperan menjaga masyarakat dari segala pelanggaran aturan agama. Masyarakat melakukan koreksi jika ada kesalahan satu sama lain. Kepedulian terhadap sesama bertujuan agar semuanya tetap dalam koridor pelaksanaan taklif hukum.
Negara menjadi garda terkuat untuk mendukung tegaknya sistem Islam. Pelaksaan semua aturan Islam menjadi lebih mudah melalui aturan hukum legal yang dibuatnya. Ketiganya (individu, masyarakat dan negara) sama-sama bersinergi untuk membentuk masyarakat yang beriman dan taat pada aturan Allah.
Dalam sistem Islam, yang memiliki wewenang melegalisasikan hukum adalah Khalifah sebagai pemimpin tertinggi negara. Khalifah melegalkan hukum untuk ditaati oleh rakyatnya berdasarkan pada ketakwaan individu dirinya dan amanah kekuasaan yang sudah diberikan rakyat melalui baiat.
Hanya saja, kekuasaan Khalifah ini tak serta merta tanpa ada batasan. Salah satu struktur pemerintahan negara Islam bernama Majelis Umat sebagai satu lembaga untuk mengontrol pelaksaan wewenang penguasa, termasuk Khalifah.
Dalam kitab Struktur Negara Khilafah (Ajhizah Ad-daulah Al-Khilafah) menyebutkan bahwa Majelis Umat adalah majelis yang beranggotakan orang-orang yang mewakili kaum muslim dalam memberikan pendapat sbagai tempat merujuk bagi Khalifah untuk masukan atau nasihat mereka dalam berbagai urusan.
Mereka mewakili umat dalam melakukan muhasabah (mengontrol dan mengoreksi) para pejabat pemerintahan. Mereka berkewajiban mengontrol dan mengoreksi tugas dan kebijakan penguasa untuk diselaraskan dengan syariat Islam.
Dengan adanya ketakwaan individu sebagai modal mereka menjalankan tugas ini. Mengontrol pelaksaan hukum syara yang dikawal oleh penguasa serta mengoreksi kebijakan penguasa agar selalu sejalan dengan kepentingan rakyat.
Ketakwaan ini mencegah anggota majelis umat untuk melakukan pelanggaran, misal mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok. Misal kalau ada, ada masyarakat atau dalam hal ini anggota Majelis Umat lainnya yang akan mengawasi. Kemudian, negara akan memberikan sanksi tegas kepada individu tersebut serta agar anggota yang lain tidak melakukan kesalahan yang sama. Hal ini juga menjadikan pembelajaran bagi semua masyarakat.
Terbukti dalam pelaksanaan negara Islam ini mampu menjadikan kesejahteraan bagi rakyat. Rakyat pun hidup dalam suasana keimanan dan maksimal dalam beramal saleh. Hal ini tak bisa kita temukan di sistem kehidupan sekuler saat ini. Kehidupan muslim tak diatur dengan aturan Islam, tapi dengan akuran sekuler dan kapitalis. Materilah yang menjadi standar utama, bukan keimanan dan keridaan Allah. Sehingga, segala bentuk penyimpangan pun terjadi. Termasuk dalam pelaksaan tugas wakil rakyat yang banyak mencerminkan pengabaian pada kepentingan rakyat. Tak inginkan kita memiliki sistem yang diridai Allah serta mampu menjaga kesejahteraan rakyatnya? Itulah sistem Islam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.