Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adeummunasywah Adeummunasywah

Kekerasan di Desa Wadas Merupakan Kedzoliman

Politik | 2022-02-10 17:02:11

Kekerasan di desa wadas merupakan kedzoliman

Oleh : Heni Nuraeni

Warga Wadas menolak penambangan tanah di desa mereka untuk proyek pembangunan Bendungan Bener. Hingga kondisi memanas,saat melihat pemerintah tetap akan melakukan sosialisasi proyek bendungan, warga protes, terjadi bentrokan, beberapa orang mengalami pemukulan dan luka. Belasan orang diamankan polisi, setelah pemeriksaan mereka dilepas.

Suara protes mereka tak mendapat respon pemerintah. Berbagai upaya warga lakukan untuk penolakan, baik menyurati beberapa pihak, audiensi, maupun aksi. Yogi Zul Fadhli, Direktur LBH Yogyakarta mengatakan, Bendungan Bener salah satu proyek strategis nasional Pemerintahan Joko Widodo. Yogi mengatakan, sudah berkirim surat ke Ombudsman terkait penerbitan izin penetapan lokasi (IPL) oleh gubernur. Dalam pandangannya, izin dari gubernur ini mengandung banyak cacat hukum (mongabay.co.id, 26/04/2021).

Dalam kejadian tersebut, juga terekam jelas bagaimana brutalitas anggota Polri ke warga penolak tambang di Wadas Jawa Tengah pengunjuk rasa yang tergabung dalam gerakan masyarakat peduli alam desa wadas duduk sambil membentangkan poster saat berunjuk rasa. Termasuk kepada Julian Duwi Prasetia, kuasa hukum warga Wadas, seorang advokat dari LBH Yogyakarta, yang mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi (tirto.id).

Warga Desa Wadas menolak penambangan untuk kebutuhan material Bendungan Bener karena mereka tidak sudi berdampingan hidup dengan kerusakan lingkungan. Tambang yang mengganggu ketentraman warga Desa Wadas saat ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka. Hal ini akan berpotensi menghilangkan bentang alam dan tidak ada bedanya dengan memaksa warga untuk hidup dengan kerusakan ekosistem.

Hal ini direspon cepat oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia melalui sikap tegasnya atas kekerasan di Wadas Purworejo yang terwakili oleh Nur Hidayati (Direktur Eksekutif Nasional WALHI). Dinilai bahwa pembangunan tersebut mengabaikan ruang hidup warga, konsistensi tata ruang, dan justru cenderung menggunakan pendekatan keamanan berupa kekerasan aparat kepada warga, jelas bertentangan dengan nilai-nilai perjuangan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang menjunjung tinggi demokrasi dan Hak Asasi Manusia (walhi.or.id).

Hal ini cukup beralasan, mengingat Wadas merupakan desa yang cukup produktif. Setiap tahun berbagai macam hasil panen dihasilkan, mulai dari rempah-rempah, palawija, buah-buahan, kopi, karet, dan aren. Secara geografis, Desa Wadas berada pada perbukitan. Aktivitas pertambangan yg mengeruk bukit akan menyebabkan krisis ekologis kerusakan bentang alam (bisnis.tempo.co, 26/04/2021). Kondisi semacam ini semakin menunjukkan watak asli sistem demokrasi. Tidak lain karena demokrasi nyaris selalu didominasi oleh kekuatan para pemilik modal. Mereka inilah yang selalu sukses ‘mencuri’ kedaulatan rakyat atas nama demokrasi. Dengan melihat akar persoalan di atas, jelas, mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus membuang sistem demokrasi. Untuk selanjutnya kita wajib kembali pada solusi Islam. Islam sebagai sebuah ideologi yang paling ditakuti Barat selama ini selalu punya solusi. Solusi Islam tentu ada pada syariat Islam, yakni pada sistem pemerintahan dan administrasi Islam dalam bingkai institusi Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Saat khilafah tegak, khilafah akan menghapus berbagai realitas buruk peninggalan sistem sekular dalam segala bentuknya di segala bidang. Untuk mengatasi berbagai kerusakan akibat sistem lama, khilafah akan mempersiapkan berbagai peraturan (termasuk penataan lembaganya) baik melalui undang-undang syar’i (qânûn syar’i) maupun undang-undang administratif (qânûn idari) dalam bidang-bidang yang ditangani.

Memprihatinkan memang ketika kekayaan SDA sebagai satu persoalan yang sudah diatur di dalam Al-Qur’an kalam Allah Subhanahu wa Ta’alaa jatuh ke dalam aturan yang lahir dari kerakusan makhluk-Nya. Maka sudah tentu kerusakan, perselisihan, perbedaan, pertentangan dan juga nestapalah yang akan didapatkan. Di dalam salah satu ayat Allah Subhanahu wa Ta’alaa berfirman:

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [TQS QS. Ar-Rum: 41]

Di dalam sejarah pemerintahan Islam tampak jelas pengaturan Islam terkait pertanahan. Hal ini tercermin dari kerasnya Nabi Muhammad Saw saat menyoroti orang-orang yang melakukan perampasan lahan secara aniaya terhadap tanah orang lain dengan cara yang bathil. Di dalam sebuah riwayat Beliau bersabda: “Barangsiapa mengambil satu jengkal tanah yang bukan haknya, ia akan dikalungi tanah seberat tujuh lapis bumi di hari kiamat” (HR Muslim).

Perjuangan menuntut hak adalah sebuah fithrah mana kala kezaliman melanda siapa pun juga. Tak terkecuali warga Wadas. Saatnya kita menggalang solidaritas agar persoalan ini segera tuntas. Akan tetapi perjuangan seorang Muslim tak boleh berhenti sampai di situ. Tanpa syariat Islam kaffah rakyat akan terus tertindas dan terpojok oleh kelompok tiranitas. Sehingga berdasarkan seluruh pemaparan fakta dan analisa di atas, tidak ada solusi tuntas untuk tanah Wadas, kecuali kembali kepada solusi Islam sebagai sebuah pilihan cerdas. Wallahu 'alam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image