Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adeummunasywah Adeummunasywah

Kebencian Kaum Munafiq dan kafir

Politik | 2022-02-10 04:49:35

Kebencian Kaum Munafiq dan Kafir

Oleh : Heni Nuraeni

Kasus terorisme di negeri ini tak kunjung selesai, melainkan terus berulang dalam tiap tahun. Namun sayangnya, yang menjadi bidikan adalah umat islam.Selalu begitu. Targetnya sih, meski terjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam, setidaknya citra buruk umat Islam dengan agamanya sudah mereka sematkan. Ujungnya, agar banyak orang Islam yang membenci agamanya sendiri. Dianggap tidak pancasilais lalu berkoar-koar demi membela NKRI atas tindakan represifnya terhadap sebagian umat Islam yang dituduh bagian dari jaringan teroris.

Buktinya, belum lama BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) merilis daftar 198 pondok pesantren yang diduga terafiliasi (terhubung) dengan jaringan teroris. Kontan aja pernyataannya menuai polemik di masyarakat dan mendapatkan kritik dari pengelola pondok pesantren, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mengetahui hal itu, Kepala BNPT lalu mengklarifikasi dan meminta maaf, tetapi tidak mencabut pernyataan tersebut. Hanya meluruskan bahwa hal itu tidak berarti seluruh pondok pesantren, dan itu pun hanya individu yang ada di pondok pesantren, bukan lembaganya.

Sudah banyak tentara yang gugur di sana, anehnya nggak juga dibungkam tuh teroris. Apa karena mereka didukung negara lain? Jika tidak berani melawannya, ya berarti negeri ini masih tak berdaulat. Apa betul masih percaya diri berteriak “NKRI Harga Mati”, sementara KKB dibiarkan onar di Papua? Padahal mereka memprovokasi hendak memisahkan diri dari negeri ini.

Jadi, sudah jelas kan ke mana arahnya. Ini sebenarnya bagian dari perang besar melawan terorisme secara global. Kebencian musuh-musuh Islam kepada Islam dan kaum muslimin yang dibungkus “war on terrorism” agar banyak negara setuju proyek tersebut. Mestinya kaum muslimin sadar, semua itu menjauhkanmu dari ketataan kepada Islam.

Kebencian Ini sudah terjadi ribuan tahun lalu. Turun temurun berurat berakar, dilanjutkan dari generasi ke generasi. Perlu diingat dan diwaspadai, orang munafik sangat berbahaya dibanding orang kafir. Sebab, orang kafir jelas terlihat. Namun, orang munafik mereka bersembunyi di balik pengakuannya sebagai muslim, tetapi kelakuannya cenderung menyenangkan dan mendukung kaum kafir. Lebih berbahaya tentunya.

Terkait kebencian orang kafir kepada kaum muslimin, ditegaskan dalam al-Quran. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS Ali Imran [3]: 118)

Dalam ayat ini terkandung larangan keras untuk simpati dan memihak kepada orang-orang kafir, karena yang dimaksud bithonah dalam ayat tersebut adalah orang-orang dekat yang mengetahui berbagai hal yang bersifat rahasia. Bithonah diambil dari kata-kata bathnun yang merupakan kebalikan dari zhahir yang berarti yang nampak. Sedangkan Imam Bukhari mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bithonah adalah orang-orang yang sering menemui karena sudah akrab. Kata Ibnu Hajar, penjelasan tersebut merupakan pendapat Abu ‘Ubaidah (Fathul Bari, 13/202, lihat Jami’ Tafsir min Kutub al Ahadits, 1/396)

Tentang makna bithonah, Imam Zamakhsyari mengatakan bahwa bithonah adalah orang kepercayaan dan orang pilihan, tempat untuk menceritakan hal-hal yang pribadi karena merasa percaya dengan orang tersebut (Tafsir al Kasysyaf, 1/406, lihat Tafsir al Qasimi, 2/441 cetakan Darul Hadits Kairo)

Dengan ayat ini, Allah melarang orang-orang yang beriman untuk menjadikan orang-orang kafir baik Yahudi ataupun ahlu ahwa’ (pengekor hawa nafsu, ahli bid’ah) sebagai orang-orang dekat yang menjadi tempat bermusyawarah dan mengadukan permasalahan.

Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”.” (QS al-Baqarah [2]: 14)

Allah Ta’la berfirman (yang artinya), “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS at-Taubah [9]: 67)

Apa itu fasik? Fasik itu secara bahasa artinya keluar dari sesuatu. Kalau menurut istilah, fasik itu adalah orang yang keluar dari ketataan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Ini menurut pendapat Syaikh Utsaimin.

Di zaman now pun ada yang begitu, kamu lihat siapa sih orang yang mengaku muslim tetapi malah dekat dengan orang kafir atau dia justru mendukung siapa saja yang melecehkan dan menghina Islam dan kaum muslimin. Apalagi di zaman sekarang ada indikasi, setiap kelompok (apalagi itu dari kalangan kaum muslimin) yang berseberangan dengan penguasa rezim ini, maka langsung dicap radikal atau bagian dari kaum intoleran. Mereka yang munafik, ikut-ikutan menghina kaum muslimin, mungkin karena mereka berada di lingkaran kekuasaan.

Selain itu, sifat orang munafik memang menyebalkan. Mereka biasa berbohong dan memutar-balikkan fakta. Rasullulah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sahabat yang bernama Julas bin Saud. Julas mempunyai saudara yang bernama Umar bin Sad. Suatu ketika Julas menjelek-jelekkan Nabi dengan berkata, “Jika orang ini (Nabi Muhammad) benar, berarti kita lebih bodoh dibandingkan unta.” Ucapan Julas oleh Umar disampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ketika dikonfirmasi oleh Rasulullah, Julas membantahnya. Ini yang menjadi asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) surah at-Taubah ayat 74:

Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.

Isu terorisme ini sebagai bagian dari kebencian orang kafir dan munafik. Memang secara fakta begitu. Tidak bisa dimungkiri. Sejarah sudah mencatat banyak peristiwa. Itu sebabnya, tuduhan terorisme dan teroris yang selalu dialamatkan kepada Islam dan kaum muslimin, adalah bagian dari wujud kebencian mereka.Itu sebabnya, berbagai cara dicoba untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya. Bahkan tak segan mencitraburukkan (stigmatisasi) terhadap Islam.

Bagi kaum muslimin yang lemah memang ada yang tertipu dengan propaganda mereka, tetapi bagi kaum muslimin yang memiliki iman dan ghirah terhadap Islam, akan kian bersemangat berjuang untuk melawan.

Seharus sebagai muslim tumbuhkan kesadaran dan kecintaan kepada Islam. Kokohkan keimanan dan kuatkan ketakwaan. Peka dan peduli terhadap siapa kawan dan siapa lawan. Jangan pernah percaya terhadap propaganda musuh-musuh Islam. Berdoa dan berusaha agar Allah Ta’ala menolong kita semua. Maka, tunjukkan pembelaan kita kepada Islam dan kaum muslimin.

Wallahu 'alam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image