Pengaturan Politik Luar Negeri dalam Islam
Politik | 2022-02-09 09:04:21Setiap Negara di dunia ini pastilah memiliki pengaturan politik, baik politik dalam negeri maupun politik luar negeri. Politik adalah pemeliharaan urusan umat. Pelaksananya adalah Negara bersama umat. Negara sebagai pelaksana secara praktis, sedangkan umat sebagai pengawas pelaksanaan aturan.
Mengingat Negara adalah sebuah institusi yang tidak bisa berdiam diri sendirian, maka diperlukan hubungan antarnegara secara internasional. Hubungan internasional inilah yang akan memunculkan sebuah peraturan politik luar negeri.
Dalam Islam, hubungan luar negeri hanya boleh dilakukan oleh Negara saja. Setiap individu, partai politik, kelompok, atau lembaga tidak dibolehkan melakukannya. Sebab, pelaksana praktis aturan politik hanyalah dipegang oleh Negara.
Dalam menjalankan politik luar negeri, cara yang paling penting yang harus dilakukan adalah menunjukkan keberanian dalam mengungkap keburukan dan kejahatan kriminal yang dilakukan oleh berbagai Negara. Juga berani membongkar makar serta persengkokolan yang dilakukan para pemimpin sesat.
Politik luar negeri Islam juga mengatur dalam membangun opini dakwah secara luas dan berskala internasional. Prinsip utama politik Islam adalah menampilkan Islam dalam sosok yang kuat, penerap hukum terbaik, serta upaya mengemban dakwah Islam secara terus menerus ke seluruh dunia.
Adapun pengaturan terkait hubungan antarnegara dibagi menjadi empat kategori berdasarkan kitab Nidzamul Islam karya Syekh Taqiyyudin an Nabhani, yaitu:
Pertama, negeri-negeri yang masuk di dalam Negara Islam dianggap menjadi satu kesatuan wilayah Negara Islam. Sehingga, negeri tersebut tidak masuk ke dalam hubungan luar negeri, tidak juga masuk ke dalam politik luar negeri.
Kedua, negara-negara yang terikat perjanjian, baik bidang ekonomi, perdagangan, bertetangga baik, atau perjanjian tsaqofah, maka diberlakukan sesuai isi perjanjiannya. Adapun jika ada warga negaranya yang ingin berkunjung ke negeri Islam, hanya diminta untuk membawa kartu identitas saja, tanpa harus mengurus paspor atau visa khusus. Meski demikian, barang yang diperjanjikan hanyalah barang yang benar-benar dibutuhkan dan tidak memperkuat negara yag bersangkutan.
Ketiga, negara yang diantara Negara Islam dengan negara lain tidak terikat perjanjian, termasuk negara imperialis Barat seperti Inggris, Amerika, dan Perancis. Maka secara hukum, negara tersebut dianggap sebagai negara yang bermusuhan (muhariban hukman). Oleh karena itu, Negara Islam akan melakukan tindak kewaspadaan serta tidak mendukung urusan diplomatiknya.
Keempat, negara-negara yang sedang berperang (muhariban fi’lan) seperti Israel. Maka pada Negara tersebut diberlakukan sikap darurat perang sebagai dasar perlakuan dan tindakan. Seluruh warganya dilarang memasuki Negara Islam.
Selain itu, Negara Islam juga dilarang melakukan perjanjian yang bisa menguatkan musuh atau persetujuan penyewaan pangkalan atau lapangan terbang. Negara Islam juga tidak boleh turut serta dalam organisasi yang tidak berasaskan Islam seperti PBB, IMF, Liga Arab, dan lain-lain.
Oleh karena itu, dengan mekanisme yang detail ini, kecil kemungkinan Negara Islam mengalami kerugian. Meski demikian, Negara Islam tetap mampu menunjukkan keagungannya dalam percaturan Internasional. Tidak ada Negara yang berani melawan Islam ketika mereka melihat pengaturan politik di Negara Islam yang kuat.
Wallahu a’lam bish showab.
Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.