Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nikmatul Hasanah

Mengapa minat perbankan syariah sedikit dengan 80% masyarakat muslim?

Eduaksi | Wednesday, 26 Jan 2022, 09:29 WIB

Saat ini jumlah nasabah bank syariah sudah mencapai 31,89 juta orang atau mencapai sekitar 12 persen dari total populasi Muslim di Indonesia. Jumlah nasabah perbankan syariah ini termasuk kecil jika mengingat bahwa jumlah populasi Muslim di Indonesia mencapai sekitar 227 juta jiwa atau 87 persen dari total penduduk Indonesia.

Isu tentang mahalnya pembiayaan pada bank syariah di Indonesia masih hangat diperbincangkan oleh masyarakat, dunia akademik, dan praktisi. Mahalnya pembiayaan di bank syariah secara tidak langsung dapat mengurangi minat masyarakat untuk mengajukan pembiayaan di bank syariah. Pembiayaan konsumtif dan produktif akhirnya sulit diakses oleh masyarakat dan pelaku usaha mikro dan kecil. Buntunya solusi tersebut mengakibatkan mereka kembali atau memilih bank konvensional yang dipandang dapat memberikan kredit lebih murah, dan proses kredit yang lebih mudah.

Mahalnya pembiayaan pada bank syariah di Indonesia harus dipahami secara komprehensif. Seperti pada umumnya produk-produk yang laku dijual dipasaran biasanya memiliki beberapa karakteristik, di antaranya adalah karena produk tersebut murah sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat dalam skala luas, kemudian barang tersebut berkualitas, manfaatnya dapat dirasakan dan diakui oleh pembeli, barang tersebut merupakan kebutuhan pokok seperti sembako, BBM, dan lain sebagainya. Produk-produk tersebut tentu jenisnya bermacam-macam, ada produk fisik berupa barang, produk jasa berupa jasa, dan produk digital.

Produk pembiayaan pada bank syariah memiliki karakteristik tertentu yang harus dipahami secara utuh. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah, transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna, transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang atau qardh, dan transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Tujuan dari pembiayaan adalah untuk menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan bukan hanya untuk mencari keuntungan semata, akan tetapi juga menciptakan lingkungan bisinis yang aman, diantaranya:

a. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.

b. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.

c. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu di permainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan.

Selain itu pembiayaan yang diberikan bank syariah berfungsi membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan usaha. Masyarakat merupakan individu, pengusaha, lembaga, badan usaha dan lain-lain yang membutuhkan dana. Secara perinci pembiayaan memiliki fungsi yaitu:

a. Pembiayaan dapat meningkatkan harus tukar-menukar barang dan jasa.

Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar barang, hal ini seandainya belum tersedia uang sebagai alat pembayaran, maka pembiayaan akan membantu melancarkan lalu lintas pertukaran barang dan jasa.

b. Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkan idle fund.

Bank dapat memanfaatkan dana yang idle untuk disalurkan kepada pihak yang membutuhkan. Dana yang berasal dari golongan yang kelebihan dana, apabila disalurkan kepada pihak yang membutuhkan dana, maka akan efektif, karena dana tersebut dimanfaatkan oleh pihak yang membutuhkan dana.

c. Pembiayaan sebagai alat pengendali harga

Ekspansi pembiayaan akan mendorong meningkatnya jumlah uang yang beredar, dan peningkatan peredaran uang akan mendorong kenaikan harga. Sebaliknya, pembatasan pembiayaan akan berpengaruh pada jumlah uang yang beredar, dan keterbatasan uang yang beredar di masyarakat memiliki dampak pada penurunan harga.

d. Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi yang ada.

Pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang diberikan oleh bank syariah memiliki dampak pada kenaikan makro ekonomi. Setelah mendapatkan pembiayaan dari bank syariah, maka akan mempermudah produksi barang, mengolah bahan baku menjadi barang jadi, meningkatkan volume perdagangan, dan melaksanakan kegiatan ekonomi lainya.

Sedangkan yang dimaksud dengan bank syariah adalah bank yang menyelenggarakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Meskipun bank Syariah menggunakan sistem perbankan Islam, tetapi nasabah non-Islam pun juga bisa menjadi nasabah bank Syariah dimana pun itu termasuk di Indonesia. Bank syariah memberikan fasilitas pembiayaan kepada masyarakat baik pembiayaan yang bersifat produktif dan konsumtif. Pembiayaan produktif dalam bentuk musyarkah atau mudharabah biasanya digunakan untuk project financing atau kepemilikan aset komersial, sedangkan pembiayaan konsumtif biasanya digunakan untuk kepemilikan rumah, kendaraan dan lain-lain.

Istilah mahal dan murah pada produk pembiayaan bank syariah harus disepakati terlebih dahulu oleh semua pihak, baik bank syariah maupun nasabah. Ada beberapa persepsi yang menjadi opini publik dalam mendefinisikan murah atau mahal, di antaranya barang disebut murah walaupun harganya mahal kalau calon pembelinya itu memiliki uang yang banyak untuk membelinya, maka jika logikanya demikian, tidak dapat disamakan antara harga mahal dan daya beli yang kuat, karena jual beli itu mengacu pada keumuman harga pasar dan perilaku pasar. Boleh jadi orang yang kaya tidak mau membeli barang yang murah karena ia merasa barang tersebut tidak layak untuknya. Murah dan mahalnya suatu barang diukur berdasarkan supply and demand.

Menurut Sujian Suretno dan Rivai Yusuf dalam penelitiannya terdapat aspek yang mempengaruhi yaitu bank konvensional memiliki skema bunga rendah pada awal-awal tahun pembiayaan. Skema inilah yang sulit untuk diterapkan pada bank syariah. Ada beberapa alasan yang tidak memungkinkan untuk menerapkan skema tersebut:

1. Pembiayaan di bank syariah didominasi oleh akad murabahah

Akad murabahah merupakan akad yang paling mudah dan paling aman digunakan pada pembiayaan bank syariah. Dimana pembiayaan jual beli dengan akad almurabahah ini bank syariah dan nasabah sama-sama sepakat untuk melakukan akad jual beli dengan objek atau barang tertentu kemudian ditentukan harga pokok (harga beli) nya dan harga jualnya. Setelah harga jualnya sudah disepakati oleh kedua belah pihak maka bank syariah akan menentukan berapa angsuran utang murabahahnya perbulan. Angsuran utang murabahah bersifat tetap selama masa perjanjian. Hal inilah kemudian yang membentuk persepsi masyarakat bahwa pembiayaan di bank syariah terlihat dan terkesan mahal.

2. Cost of fund bank konvensional lebih rendah di bandingkan dengan bank syariah

Eksistensi bank konvensional yang rentang waktunya jauh lebih lama dari bank syariah bahkan dalam kurun puluhan tahun di Indonesia tentu memiliki nasabah yang juga jauh lebih banyak dari bank syariah. Yang lebih efektif lagi adalah cost of funding bank konvensional juga sangat efisien sehingga hal tersebut membuat liquiditas kinerja keuangan bank konvensional sangat bagus dan maksimal sehingga ketika bank tersebut menyalurkan kredit kepada masyararkat bunganya pun sangat rendah. Hal ini kemudian yang sulit disaingi oleh bank syariah.

3. Modal inti bank syariah masih kecil

Kondisi kecilnya modal inti bank syariah akhirnya membuat bank syariah menentukan kebijakan memberikan tingkat bagi hasil yang tinggi kepada deposan. Bank syariah yakin apabila bagi hasil yang diberikan kepada deposan lebih rendah dari Bunga yang diberikan kepada bank konvensional kepada deposannya maka hal tersebut menyebabkan para deposan akan mendepositokan uangnya ke bank syariah. Ketika bank syariah memberikan bagi hasil yang tinggi kepada deposan maka secara otomatis bank syariah akan meminta bagi hasil yang tinggi kepada nasabah yang melakukan pembiayaan.

4. Karakteristik akad murabahah yang mempersepsikan pembiayaan di bank syariah menjadi mahal

Pembiayaan jual beli yang menggunakan akad Murabahah pada prinsipnya adalah akad utang piutang atau transaksi secara tidak tunai, dimana pembeli dalam hal ini adalah nasabah membeli suatu barang ke bank syariah dengan harga yang disepakati kemudian total utang tersebut dicicil perbulan dengan jumlah tetap sampai tenor perjanjian berakhir. Skema ini tentu tidak dapat dibandingkan dengan skema bunga kredit pada bank konvensional. Apabila skema ini dibandingkan dengan total utang kredit berbunga pada bank konvensional dengan total utang murabahah pada bank syariah tentu hasilnya sangat jauh. Bank konvensional jauh lebih murah dari bank syariah, sedangkan bank syariah jauh lebih mahal, terlebih lagi apabila suku bunga BI pada periode tertentu turun, maka cicilan utang kredit bank konvensional juga ikut turun. Ini sesungguhnya persepsi yang harus diluruskan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembiayaan pada bank syariah lebih mahal jika dibandingkan dengan bank konvensional, namun demikian mahalnya pembiayaan di bank syariah masih kompetitif dan relative terjangkau. Mahalnya pembiayaan di bank syariah adalah fenomena yang riil terjadi. Informasi di atas cukup memberikan gambaran aspek apa saja yang membuat pembiayaan di bank syariah menjadi mahal. Aspek-aspek tersebut dapat dijadikan sebagai parameter yang terukur untuk menilai tingkat mahalnya pembiayaan bank syariah, apabila masyarakat memahami secara utuh tentang informasi tersebut maka penulis yakin bahwa masyarakat akan mempersepsikan secara wajar. Wajar jika pembiayaan di bank syariah memang mahal, atau mahal dalam batas wajar. Walaupun pembiayaannya lebih mahal dari bank konvensional, namun kelebihan pembiayaan pada bank syariah adalah halal dan bebas dari unsur riba, ghoror, dan maisir.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image