Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Heni Nuraeni

Negara Salah Urus Kekayaan Alam, Rakyat Menjadi Korban

Info Terkini | 2024-10-01 04:33:40

oleh : Heni Nuraeni

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Bareskrim Polri berhasil mengungkap aktivitas penambangan emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat. Penambangan ini dilakukan oleh sekelompok Warga Negara Asing (WNA) asal China, yang telah menggali lubang sepanjang 1.648,3 meter di bawah tanah.

Wilayah Kalimantan Barat merupakan provinsi penting dalam industri emas dan perak Indonesia, berada di urutan kedua Izin Usaha Pertambangan (IUP) terbanyak, setelah Sulawesi Tenggara. Kalimantan Barat tercatat terdapat 21 IUP emas dan perak serta terdapat 2 eksplorasi yang dilakukan berdasarkan data ESDM 2020.

Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi, menjelaskan modus operandi yang digunakan para pelaku. Mereka memanfaatkan lubang tambang berizin yang seharusnya dijaga dan dipelihara, namun justru dijadikan tempat penambangan ilegal.

"Setelah dilakukan pengukuran oleh surveyor kompeten, ditemukan bahwa panjang lubang tambang dengan total panjang 1.648,3 meter dengan volume 4.467,2 meter kubik," ungkap Sunindyo dalam konferensi pers, dikutip Selasa (13/5/2024 CNBC indonesia.com).

Kegagalan negara memetakan kekayaan alam mengakibatkan terjadinya berbagai hal buruk, seperti longsor di Lokasi penambangan yang memakan korban jiwa hingga hilangnya emas karena ditambang oknum tertentu. Hal ini menunjukkan adanya karut marut dalam pengelolaan negara. Penyebutan illegal ibarat cuci tangan pemerintah atas persoalan pengurusan SDA yang tepat. Berulangnya kasus tambang ‘illegal’ juga menunjukkan tidak tegaknya hukum dalam Negara seharusnya memiliki big data kekayaan /potensi alam di wilayah tanah air dan juga memiliki kedaulatan dalam mengelolanya. Negara memiliki kewaspadaan tinggi atas pihak asing dan pihak lainnya yang berniat merugikan Indonesia. negara juga memiliki pengaturan atas tambang baik besar maupun kecil sesuai dengan sistem islam Kesadaran negara atas potensi kekayaan alam mengharuskan pengaturannya sesuai degan ketentuan Allah selaras dengan keberadaan kekayaan alamnya, apakah dikelola individu atau negara, sehingga rakyat mendapatkan manfaat yang optimal dan mampu mensejahterakan rakyat.

ISLAM hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam. Allah SWT berfirman:

“Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri,” (TQS an-Nahl [16]: 89)

Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.

Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.: Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api. (HR Ibnu Majah). Kemudian,Rasul saw juga bersabda:Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api. (HR Ibnu Majah).

Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).

Jadi, menurut aturan Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar baik garam maupun selain garam seperti batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas dan sebagainya, semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum sebagaimana tercakup dalam pengertian hadis di atas.

Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, sebagaimana dikutip Al-Assal & Karim (1999: 72-73), mengatakan, “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim sebab hal itu akan merugikan mereka,”

Sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, setiap Muslim, termasuk para penguasanya, wajib terikat dengan seluruh aturan syariah Islam. Karena itu semua perkara dan persoalan kehidupan, termasuk masalah pengelolaan sumberdaya alam, harus dikembalikan pada al-Quran dan as-Sunnah. Allah SWT berfirman:

Jika kalian berselisih pendapat dalam suatu perkara, kembalikanlah perkara itu kepada Allah (al-Quran) dan Rasul-Nya (as-Sunnah) jika kalian mengimani Allah dan Hari Akhir (TQS an-Nisa [4]: 59).

Sesungguhnya, apa saja yang telah ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, termasuk ketentuan dalam pengelolaan sumbedaya alam sebagaimana dipaparkan di atas, wajib dilaksanakan. Tak boleh dibantah apalagi diingkari sedikit pun. Allah SWT berfirman:

Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepada kalian, terimalah (dan amalkan). Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah sangat pedih azab-Nya. (TQS al-Hasyr [59]: 7).

Demikianlah, untuk mengakhiri kekisruh pengelolaan sumberdaya alam seperti yang terjadi saat ini, mau tak mau, kita harus kembali pada ketentuan syariah Islam. Selama pengelolaan sumberdaya alam didasarkan pada aturan-aturan sekular kapitalis, tidak diatur dengan syariah Islam, semua itu tak akan banyak manfaatnya bagi rakyat dan pastinya akan kehilangan berkahnya.

Terbukti, di tengah berlimpahnya sumberdaya alam kita, mayoritas rakyat negeri ini miskin. Pasalnya, sebagian besar kekayaan alam kita hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak asing, bukan oleh rakyat kebanyakan. Wallahu a’lam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image