Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ahmad muttaqillah Muttaqillah

Berwudu Menurut Kitab Taqrib

Agama | 2024-09-06 07:56:03

Berwudu adalah upaya bersuci (taharah) dalam rangka akan melaksanakan ibadah salat lima waktu. Selain salat juga disunahkan untuk berwudu, misalnya hendak banca Al-Qur'an dan mengerjakan perbuatan ibadah lainnya. Bagaimana tata cara berwudu menurut Kitab Taqrib? Akan dikupas pada pembahasan berikut.

Ilustrasi tata cara berwudu yang benar

Dalam kamus bahasa Indonesi dimaknai sebagai suci, bersih atau kesucian badan yang diwajibkan bagi orang yang beribadat. Menurut Ibnu hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Bulughul Maram, bahwa taharah secara bahasa artinya membersihkan kotoran, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Jadi taharah berarti bersih atau suci, baik dari kotoran lahir maupun batin.

Secara Istilah Ibnu Hajar Al-Asqalani mendefinisikan, menghilangkan hadats, najis, dan kotoran (dari tubuh, yang menyebabkan tidak sahnya ibadah lainnya) menggunakan air atau tanah yang bersih. Jadi secara itilah taharah adalah upaya mensucikan diri dari najis dan hadas yang menghalangi ibadah.

Taharah terbagi menjadi dua, yaitu taharah batiniah dan taharah lahiriyah. Taharah batiniah adalah menyucikan diri dari kotoran kesyirikan dan kemaksiatan dengan cara menegakkan tauhid dan beramal saleh. Thaharah lahiriyah adalah menyucikan diri dari hadats dan najis.

Dalil taharah tertulis dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 222, yang menyatakan bahwa Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan bersuci.

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ ٢٢٢

”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Imam Malik meriwayatkan dari Abu Malik Al-Asy’ari, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda.

اَلطَّهُوْرُ شَطْرُاْللاِيمّانِ

“Bersuci adalah bagian dari iman.”

Dalam Syarah Bulughul Maram yang ditulis oleh Abdullah bin Abdurrahman (Albassam, 1410 H) tingkatan taharah disebutkan

1. Membersihkan sisi lahiriah dari hadats dan najis'

2. Membersihkan anggota tubuh dari dosa dan kesalahan'

3. Membersihkan hati dari perilaku yang tercela'

4. Membersihkan yang tersembunyi dari sesuatu selain Allah.

Ini adalah puncak tertinggi bagi orang yang memiliki mata batin yang kuat, maka ia dapat sampai kepada maksud tersebut. Adapun orang yang buta mata hatinya, maka ia tidak dapat memahami peringkat-peringkat tersebut kecuali hanya peringkat yang pertama saja'

A. Wudu (Fardu Wudu)

Dijelaskan dalam matan taqrib sbb., yang diterjemahkan oleh (Anwar, 1998) :

(فصل) وفروض الوضوءِ ستّةُ أشياءَ: النيةُ عند غَسلِ الوجهِ - وغَسلُ الوجهِ -وغسلُ اليدين إلى المرفقين - ومسحُ بعضِ الرأسِ - وغسلُ الرجلين إلى الكعبين - والترتيب على ما ذكرناه.

Artinya: Artinya: Rukun atau fardhu-nya wudhu ada 6 (enam) yaitu:

1. Niat saat membasuh muka.

1. Membasuh muka.

2. Membasuh kedua tangan sampai siku.

3. Mengusap sebagian kepala.

4. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.

5. Dilakukan secara tertib dari no. 1 sampai 5.

B. Sunnah Wudu

(فصل) وسُنَنُهُ عَشْرَةُ أشياءَ: التسميةُ - وغَسلُ الكفّين قبل إدخالِهِما الإناءَ -والمضمضةُ - والاستنشاقُ - ومسحُ جميعِ الرّأسِ - ومسحُ الأذنين ظاهِرِهِما وباطِنِهِما بماءٍ جديدٍ - وتخليلُ اللِحيةِ الكَثَّةِ - وتخليلُ أصابعِ اليدين والرجلين - وتقديم ُ الْيُمْنَى على اليُسْرَى - والطهارةُ ثلاثا ثلاثا - والموالاةُ.

Artinya: Sunnahnya wudhu ada 10 (sepuluh): (1) membaca bismillah, (2) membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkan ke wadah air, (3) berkumur, (4) menghirup air ke hidup, (5) mengusap seluruh kepala, (6) mengusap kedua telinga luar dalam dengan air baru, (6) menyisir jenggot tebal dengan jari, (7) membasuh sela-sela jari tangan dan kaki, (8) mendahulukan bagian kanan dari kiri, (9) menyucikan masing-masing 3 (tiga) kali, (10) bersegera (berurutan).

C. Hadis dan Ayat Taharah

Hadis yang yang diriwayatkan oleh lima Imam kecualai Annasa’i

مِفْتَاح الَّصَّلاَة اَلطَّهُوْرُ

“Kunci salat adalah bersuci.”

لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu bila berhadats sampai ia berwudlu.” (HR. al-Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad)

Anggota wudu disebutkan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 6:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.“

Dalam hal ini, ada sebuah hadis tentang tata cara berwudlu’ yang diceritakan oleh Humran mawlâ (mantan budak) Usman ra. (Muhammadiyah, 2020):

أَنَّ عُثْمَانَ ابْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا.

“Bahwasanya Usman bin `Affan r.a. meminta tempat air lalu berwudlu. Maka (ia mulai) membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan menyemburkan air dari mulutnya. Lalu ia membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, kemudian membasuh yang kiri seperti itu (pula). Lalu mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai kedua mata kaki tiga kali, kemudian kaki kirinya seperti itu (pula). Kemudian ia (Usman) berkata: Saya melihat Rasulullah saw berwudlu seperti wudluku ini.” (Muttafaq `alayh, dari Humrân)

Glosarium

1. Roahul Khomsah: Diriwayatkan oleh lima ahli hadis yaitu ,Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud, At-Tirmizi

2. Muttafaqun: Istilah yang merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh dua orang perawi, yaitu Bukhari dan Muslim.

Daftar Pustaka

Albassam, A. B. (1410 H). Terjemahan Syarah Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Azzam.

Anwar, H. M. (1998). Fiqih Islam Terjemah Matan Taqrib. Bandung: PT Alma'arif.

Muhammadiyah, R. (2020, Agustus 4). Thaharah. Retrieved from Muhammadiyah: https://muhammadiyah.or.id/2020/08/thaharah/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image