AKAD JUAL BELI GO - FOOD DALAM HUKUM ISLAM
Info Terkini | 2022-01-22 22:01:33Seperti yang kita ketahui, pada era perkembangan tekonologi informasi saat ini semakin maju. Hal ini berpengaruh dalam peningkatan pertumbuhan uang elektronik di Indonesia. Serta memudahkan kita dalam ber-tranksasi muamalah melalui tranksaksi online dimasa pendemi seperti sekarang ini. Fasilitas online ini dapat dinikmati dengan lebih mudah dan praktis. Salah satunya dengan fasilitas layanan ojek online (Go-jek) yang masyarakat nikmati hingga saat ini.
Dalam hal ini Perusahaan Go-Jek membuat aplikasi, dengan menyediakan berbagai fitur layanan. Mulai dari transportasi, layanan-antar makanan, layanan antar barang dan berbagai layanan lainnya. Di dalam aplikasi tersebut terdapat salah satu fitur layanan pesan antar makanan (Go-food). Layanan ini sangat membantu masyarakat. Karena, bagi mereka layanan ini dapat membantu untuk menjangkau berbagai macam makanan yang jauh dari tempat tinggal mereka.
Seperti yang kita ketahui, Go-food adalah salah satu fitur layanan yang di mana para pelanggan dapat menggunakan layanan jasa pesan antar makanan, sesuai dengan kebutuhan atau minat customer serta memberikan kemudahan pada pelanggan dalam layanan pesan antar makanan. Sekitar 15.000 data restoran yang dapat di akses melalui aplikasi Go-Jek.
Sebagai seorang muslim, maka perlu dilakukan kajian untuk berfikir kritis terhadap berbagai fenomena baru atau sesuatu yg sedang berkembang. Apakah fenomena tersebut sesuai dengan ajaran serta kaidah syariah atau tidak sesuai dengan kaidah yang seharusnya. Pada kaidah ushul fiqh, hukum dasar mu’amalah adalah boleh kecuali ada dalil yang melarangnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti melakukan pembahasan akad jual beli yang terjadi pada aplikasi go-food. Selain itu dilakukan pembahasan tentang bagaimana pandangan hukum Islam terhadap transaksi secara online (go-food) tersebut.
Ada beberapa hadits yang menunjukkan keharaman multi akad (Shafqatain fi Shafqah/Ba’iatain fi Ba’iah), salah satunya adalah hadits berikut :
عن أبي هريرة، قال: نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيعتين في بيعة (رواه أحمد)
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, “Rasulullah SAW melarang dua jual beli dalam satu transaksi.” (HR. Ahmad)[3]
Hukum multi akad (melakukan dua akad dalam satu kali transaksi) tidak semua haram dan dilarang tergantung kepada jenis akadnya. Ibnu Taimiyyah mengatakan hukum mua’amalat di dunia pada dasarnya adalah boleh kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Pertanyaannya apakah larangan-larangan dalam hadits tersebut patut untuk kita terapkan pada transaksi GO-FOOD di mana sebagian kalangan mengharamkan transaksi tersebut karena dianggap termasuk ke dalam kategori multi akad yang dilarang. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus mengetahui lebih dalam bagaimana skema dalam transaksi tersebut.
Pada saat driver gojek menerima order dari pelanggan atas pemesanan makanan, maka pihak driver gojek memberikan dana talangan terlebih dahulu yang kemudian akan diganti oleh pelanggan setelah pesanannya sudah diantarkan. Dan biasanya, pihak customer memberikan upah lebih kepada pihak driver. Tidak banyak yang seperti itu, tetapi ada beberapa customer yang membagikan rejeki lebih kepada driver.
Kemudian setelah makanan sampai di customer, maka customer tersebut akan membayar 2 item,
1) Makanan yang dipesan, sesuai dengan harga yang tertera dalam aplikasi tersebut. Hal ini, pihak driver tidak melebihkan jumlah harganya yang sudah tertera didalam aplikasi tersebut.
2) Jasa kirim makanan. Di sini pihak driver mendapatkan keuntungan.
Berdasarkan pernyataan di atas, ada 2 akad yang dilakukan antara pelanggan dengan driver:
1) Akad wakalah antara pengguna layanan go-food dengan penyedia layanan / driver ojek.
Akad ini adalah utama dari kedua belah pihak. Tujuan utama dari pelanggan adalah mendapat layanan dan membeli / memesan makanan yang diinginkan. Sebagaimana pula yang menjadi tujuan utama driver, mendapat upah membelikan makanan yang dipesan.
2) Akad talangan titip beli.
Akad utang ini adalah efek samping dari akad pertama. Dari kedua belah pihak sama sekali tidak mempunyai maksud untuk itu. Hanya saja, untuk alasan supaya praktis, pihak driver pun memberikan talangan untuk penyediaan makanan atau barang.
Dalam hal pemberian upah atau tips, Rasulullah SAW bersama Abu Bakar pernah mengupah seorang laki-laki dari Bani Diel sebagai petunjuk jalan yang pandai, dan hal ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhari:22
Hadist Nabi SAW dari Aisyah Radhiyallahu anha, ia berkata “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta Abu Bakar menyewa (mengupah) seorang penunjuk jalan yang mahir dari Bani ad-Dail kemudian dari Bani ‘Abdu bin ‘Adi”
Dari Aisyah r.a. -tentang hadis hijrah- ia berkata: Nabi SAW bersama Abu Bakar mengupah seoranglaki-laki dari Bani Diel sebagai petunjuk jalan yang mahir, sedangkan si laki-laki tersebut ketika itu masih berada dalam kelompok agamanya orang-orang kafir Quraisy. Nabi SAW dan Abu Bakar memberikan amanat kepada laki-laki tersebut, lalu menyerahkan kedua kendaraan mereka kepadanya, dan mereka menjanjikannya untuk bertemu di gua Tsaur sesudah tiga malam. Lalu Si laki-laki itu kemudian datang kepada mereka dengan membawa kedua kendaraan tersebut di pagi hari pada malam yang ketiga itu, lalu mereka pergi menuju Madinah. (HR. Ahmad dan Bukhari).
Setelah mengetahui ketentuan hukum tentang multi akad seperti yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa transaksi dalam pemesanan makanan dengan Go-Food sama sekali tidak termasuk ke dalam kategori multi akad yang diharamkan. Dengan ini transaksi Go-Food hukumnya boleh dan tidak melanggar ketentuan syariah.
Secara umum, transaksi yang terjadi pada fitur layanan go-food di dalam aplikasi Go-jek, sampai saat ini sudah sesuai dengan ketentuan syariat islam, dan sudah sudah sesuai dengan rukun dan syaratnya, hingga adanya sukarela dari masing-masing pihak
Apa yang menjadi bukti penguat dari pendapat ini?
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang Gofood, Fatwa DSN MUI no : 10/DSN-MUI/IV/2000. menurut fiqh Islam hukum gofood boleh. Karena yang menjadi inti transaksi antara pelanggan dan driver adalah akad jual beli jasa. Dan ini masuk akad jual beli wakalah bil ujrah (mewakilkan atau menyuruh orang lain untuk melakukan suatu perkara dengan upah tertentu). Akad seperti ini merupakan perkara yang dibolehkan dalam Islam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.