Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Khasanah Gurah di Imogiri

Khazanah | 2024-08-29 11:28:57

Ketika berkunjung ke Yogyakarta, khususnya di daerah Imogiri barangkali kita akan teringat dengan sate, makam raja, hingga mungkin juga stadion. Imogiri dengan segala potensinya memang telah menyajikan citra yang beragam. Sebagai pelancong lebih-lebih penikmat kuliner kita akan mengenal sate klathaknya yang cukup sukses dengan ragam ceritanya. Sebagai penikmat olahraga kita akan ingat dengan stadion Sultan Agung, stadion yang meski Persiba tak kunjung kembali naik kasta tetap menjadi alternatif homebase bagi sejumlah tim besar di Indonesia. Sebagai penikmat sejarah, tentu mengunjungi makam raja-raja adalah satu upaya untuk menyelami kebesaran Sultan Agung.

Namun Imogiri ternyata tidak berhenti sampai di situ. Saya baru tahu pengobatan gurah ternyata populer juga di Imogiri. Tak jauh dari makam raja-raja, masih dalam perbukitan yang sama, masyarakatnya populer dan terbiasa dengan pengobatan gurah. Nama daerah tersebut adalah Giriloyo yang mana memang berarti perbukitan orang meninggal. Hal ini dari kata Giri yang berarti gunung/bukit dan laya yang berarti orang meninggal.

Giriloyo ini memang adalah perbukitan yang konon memang hendak dipakai oleh Sultan Agung sebagai makam apabila beliau meninggal nantinya. Di perbukitan ini ada setidaknya 3 makam besar, yakni makam raja-raja, makam giriloyo, dan makam seniman. Ketiga makam ini acapkali dikunjungi banyak peziarah atau wisatawan.

Kembali soal gurah, dari suatu artikel disebutkan bahwa gurah mulai dikenal di kawasan tersebut sejak KH. Ahmad Marzuqi Romli mulai aktif di pesantren Giriloyo. Pengobatan gurah mulai dipergunakan Kiai Marzuqi sebagai pengobatan yang sering dipakai di lingkup pesantrennya. Tercatat bahwa KH. Ahmad Marzuqi Romli mulai mengembangkan metode gurah, di sekitar tahun 1930-an.

Kiai Marzuqi sendiri pada dasarnya terinspirasi dari hasil menimba ilmu di berbagai pesantren, terutama dari ajaran Mbah Dalhar Watucongol, KH. Ma'ruf, KH. Kholil Bangkalan, dan KH. Dimyati Termas. Selain itu, kitab-kitab seperti Syamsul Maarif dan Thibbun Nabawi juga berperan penting dalam pembentukan metode gurah.

Konon disebutkan bahwa peran gurah yang sebagai penghilang lendir, akan membantu santri di pondok agar lebih fokus dan rajin belajar. Lendir yang terlalu banyak menyebabkan orang mudah mengantuk dan malas untuk belajar. Metode ini kemudian berkembang pesat ketika kemudian masyarakat sekitar juga turut menggunakan metode ini sebagai salah satu pengobatan.

Gurah tidak hanya dipandang sebagai metode pengobatan fisik, tetapi juga memiliki dimensi spiritual. Proses gurah dianggap sebagai bentuk pembersihan diri, baik secara jasmani maupun rohani. Hal ini tercermin dari ritual doa yang dilakukan sebelum prosedur gurah dimulai.

Bukan kebetulan, di wilayah Giriloyo tumbuh banyak pohon srigunggu yang digunakan sebagai media untuk gurah. Konon daun srigunggu yang tumbuh di wilayah Giriloyo adalah daun srigunggu terbaik. Kini pohon ini masih tetap eksis di lingkungan Giriloyo. Masyarakat bahkan mengabadikannya sebagai motif batik khas daerah tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image