Darurat Food Waste, Saat Makanan Sisa Dibuang Begitu Saja
Gaya Hidup | 2024-08-20 14:09:15Darurat Food Waste
Oleh : Dhevy Hakim
Food waste atau sampah makanan saat ini menjadi problem dunia termasuk Indonesia. Sebanyak 1/3 dari makanan yang diproduksi untuk dikonsumsi manusia di dunia dibuang sebagai sampah.
Jumlah ini apabila dihitung mencapai 1,3 milyar ton makanan setiap tahunnya. Adapun jika dihitung dengan uang, nilai dari sampah makanan yang terbuang di negara maju diperkirakan sebesar US$ 680 milyar dan untuk negara berkembang mencapai US$ 310 milyar. (www.unnes.ac.id, 13/06/2024)
Ironis. Data ini menunjukkan kondisi yang tidak selaras dengan adanya ancaman kelaparan. Sebab disaat makanan banyak yang terbuang, tapi di sisi lain masih ada sebanyak 795 juta manusia di dunia yang menderita kelaparan. Bahkan jika dihitung makanan yang menjadi sampah itu mampu untuk menghidupi dua miliar orang setiap tahunnya.
Bagaimana dengan food waste di negeri ini? Nyatanya tidak jauh berbeda. Bahkan Indonesia sudah berada di level darurat food waste. Menurut keterangan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Indonesia selalu kehilangan nilai ekonomi gara-gara banyakan sisa makanan terbuang (food lost and waste). Kerugian yang dialami RI bisa mencapai Rp 551 triliun tiap tahunnya. (suara.com, 03/07/2024)
Pertanyaannya, kenapa hal ini bisa terjadi?
Ya, menelisik mengenai persoalan sampah makanan sesungguhnya erat kaitannya dengan pola konsumerisme. Pola konsumerisme yang dibangun dari pemikiran kapitalisme lebih kepada gaya hidup bukan kepada pola pemikiran untuk memenuhi kebutuhan.
Keinginan dan kebutuhan tentu saja sangat berbeda. Jika kegiatan konsumsi didasari pada keinginan saja maka yang nampak biasanya hanyalah sekadar keinginan mengikuti trend, gaya hidup sosialita maupun keinginan kesenangan semata. Namun, jika konsumsi sebuah barang atau makanan dalam hal ini didasarkan pada kebutuhan semata maka yang terjadi adalah membeli bahan mentah untuk dimasak ataupun kebutuhan pangan sesuai dengan kebutuhan keluarganya. Bahkan dalam memasak akan memperhatikan berapa porsi yang akan disajikan.
Menelisik lebih jauh pola konsumerisme demi mewujudkan keinginan-keinginan yang ingin didapatkan acap kali dikarenakan adanya finansial yang mendukung gaya hidup tersebut. Artinya memang tidak dipungkiri di masyarakat ada ruang kesenjangan sosial antara yang kaya dengan yang miskin.
Masyarakat yang berada di golongan atas ataupun orang-orang yang kaya secara logis mampu masuk restoran mahal yang mana sekali makan saja bisa digunakan untuk makan sehari-hari golongan miskin berbulan-bulan. Sehingga tidak mengherankan jika akhirnya muncul realitas adanya makanan yang dibuang di saat yang lain menderita kelaparan.
Jelaslah kondisi ini sejatinya buah daripada diterapkannya sistem kapitalisme saat ini. Kapitalisme yang dibangun berdasarkan asas sekulerisme pada kenyataannya telah melahirkan sejumlah pemikiran liberalisme. Dalam hal ini salah satunya adalah kebebasan kepemilikan. Seseorang diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk memiliki kepemilikan tertentu seperti kekayaan, harta benda, dan apapun itu namanya termasuk urusan makanan.
Oleh karenanya sebagai solusi persoalan food waste tentunya dengan menghilangkan akar persoalannya. Yakni mengenai distribusi kekayaan dan pola pikir konsumerisme harus dirubah. Wallahu a’lam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.