Menguatkan Pondasi Keluarga dengan Islam
Agama | 2024-08-14 22:01:03Pola asuh orang tua akan mempengaruhi bagaimana karakter dan perilaku anak. Apakah anak tumbuh menjadi anak yang percaya diri, pemberani, penyayang, atau kah pendendam bahkan ringan tangan. Tergantung bagaimana orang tua mendidik anak-anaknya di rumah.
Sebuah hal yang positif, ketika pemerintah menyadari betapa pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya di rumah. Penjabat Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono meluncurkan sebuah Program Jamuga (Jam untuk Keluarga) sebagai upaya preventif perilaku bullying. Program Jamuga mendorong setiap anggota keluarga untuk menghabiskan waktu bersama, membangun kasih sayang, dan memperkuat ketahanan keluarga (bandung.go.id 30/07/2024).
Namun program ini tidak akan mencapai hasil yang diharapkan jika hanya sebatas seremonial sementara dalam pelaksanaannya para orang tua tidak dibina dan tidak dikontrol secara kontinyu. Para orang tua harus dibekali ilmu mengenai apa saja yang harus dilakukan dalam mendidik anak-anaknya. Nilai-nilai apa yang harus ditanamkan pada anak agar menghasilkan perilaku yang baik. Bahkan, orang tua harus mengetahui standar baik dan buruk seperti apa yang harus digunakan dalam mendidik anak-anaknya. Menyediakan waktu bagi keluarga, menjalin komunikasi yang harmonis dengan seluruh anggota keluarga adalah hal yang penting dalam membangun karakter dan perilaku anak. Namun, tak kalah penting adalah pendidikan seperti apa yang ditanamkan orang tua terhadap anak.
Tidak Boleh Mendidik dengan Nilai-Nilai Barat
Dalam kehidupan saat ini, orang tua bisa saja mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai yang bersumber dari barat. Misalnya orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang diinginkannya tanpa memberikan batasan atau panduan dengan dalih memberikan kepercayaan kepada anak. Orang tua secara penuh menghormati pilihan anaknya tanpa melakukan intervensi apapun terhadap anak. Sekilas pendidikan seperti ini tampak baik. Namun bila anak dididik dengan nilai kebebasan seperti ini, maka ia akan merasa memiliki hak penuh dalam berperilaku.
Saat ini banyak pasangan menikah tanpa membekali diri dengan ilmu agama. Sehingga dalam mendidik anak-anak pun tidak mengaitkannya dengan pemahaman agama. Misalnya dalam berperilaku, anak belum memahami mana yang baik dan buruk. Maka tugas orang tua adalah memberikan pemahaman kepada anak-anaknya mana yang baik dan buruk dari sudut pandang agama. Bukan dari sudut pandang pemikiran pribadinya atau hanya menimbang untung dan ruginya saja. Perilaku bullying dijauhi bukan semata karena akan mendapatkan penilaian buruk dari teman atau guru di sekolah. Tapi karena dalam pandangan agama bullying dilarang, akan ada hisab di akhirat kelak atas perilaku buruk manusia di dunia. Inilah yang harus ditanamkan pada diri anak.
Selain dari cara mendidik orang tua terhadap anak-anaknya, perilaku anak juga terbentuk dari teladan yang diberikan orang tua terhadap anak-anaknya. Bagaimana orang tua berperilaku, maka anak-anak akan menjadi peniru ulung dari apa yang ia lihat. Misalnya, bila orang tua memakai standar materi dalam menilai orang lain, maka hal itu pula yang akan dilakukan anak-anak terhadap teman-temannya. Penilaian dengan standar materi seperti ini sangat mungkin menjadi benih-benih bullying kepada temannya. Salah satu faktor penyebab bully adalah adanya ketimpangan ekonomi dan ketiadaan empati dari pelaku terhadap korban.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk dibekali ilmu agama dalam mendidik anak-anaknya. Bekal ilmu agama ini menjadi kewajiban setiap individu muslim dan kewajiban negara kepada rakyatnya. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan yang berlandaskan Islam dengan tujuan mencetak generasi yang berkepribadian Islam ; berpola pikir dan pola sikap Islam. Sehingga dalam kehidupan, setiap individu hanya menggunakan Islam sebagai standar berperilaku.
Hilangkan Faktor Penyebab Lainnya
Peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya memang penting dalam mempengaruhi perilaku anak. Namun ini bukanlah satu-satunya faktor penyebab anak melakukan tindakan bullying. Ada banyak faktor lainnya yang semestinya bisa ditanggulangi oleh negara untuk mencegah perilaku bullying.
Konten-konten hiburan saat ini banyak yang memuat unsur kekerasan dan sangat mudah dijangkau oleh anak-anak. Misalnya dalam bentuk game, film, ataupun konten digital lainnya. Melalui konten-konten ini, bisa saja anak-anak menjadi terinspirasi untuk melakukan aksinya di dunia nyata. Negara semestinya mampu memblokir tayangan-tayangan yang bertentangan dengan syariat Islam.
Perilaku bullying juga terjadi karena penegakan hukum yang lemah dalam sistem kehidupan saat ini. Sering kali kasus bullying berakhir dengan kesepakatan damai. Atau bahkan ditutup-tutupi dengan alasan mencemarkan nama baik. Tidak ada penegakan hukum yang tegas dan memberikan efek jera kepada pelaku dan masyarakat umum.
Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum juga menjadi alasan korban bully akhirnya memilih untuk diam atas perilaku yang diterimanya. Hukum dalam sistem saat ini hanya tajam ke atas dan tumpul ke bawah. Keadilan hanya berlaku bagi mereka yang memiliki uang dan kuasa.
Dalam pandangan Islam, perilaku Bully adalah hal yang dilarang. Apakah itu bully verbal maupun bully fisik. Bagi pelaku bully fisik, Islam memberikan sanksi yang tegas berupa qishash yaitu akan diberikan ganjaran sesuai dengan apa yang dilakukannya. Misalnya pelaku memukul, maka akan diberikan balasan pukulan sesuai dengan kadar yang dilakukannya. Bila sampai menghilangkan nyawa, maka dibalas dengan penghilangan nyawa pelaku. Bila pelaku dimaafkan oleh korban atau keluarga korban, maka wajib membayar denda / diyat sesuai dengan ketentuan hukum syara. Tidak ada perbedaan sanksi bagi pelaku bully dari kalangan anak-anak yang sudah baligh. Setiap orang yang sudah baligh maka ia menerima taklif (terikat dengan hukum syara) yang sama.
Lingkungan masyarakat Islam juga dibutuhkan dalam mencegah perilaku bullying. masyarakat Islam tidaklah individualis seperti masyarakat kapitalis sekuler. Masyarakat Islam melaksanakan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Masyarakat Islam juga menerima nasehat kebaikan (dakwah) dari saudaranya.
Demikianlah Islam ketika dijadikan solusi dalam kehidupan. Mampu mencegah perilaku bullying dari segala sisi. Mengoptimalkan peran pendidikan dalam keluarga saja tidak cukup. Hanya dengan penerapan Islam dalam setiap aspek kehidupan perilaku bully dapat dihentikan.
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Al-Qur`ân) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl : 89)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.