Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image azzahra rahmania

NAYAKA PRANA LAYANAN PENGADUAN KEKERASAN PEREMPUAN DAN ANAK

Eduaksi | Friday, 21 Jan 2022, 12:45 WIB

NAYAKA PRANA

PELAYANAN PENGADUAN KEKERASAN PEREMPUAN DAN ANAK

Az zahra Himayatun Nasyaya Rahmania

Prodi Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Jakarta

Email : [email protected]

Dosen Pembina : Bpk. Muhammad Khairul Anwar, S.sos., M.Si.

ABSTRAK

Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan persoalan yang perlu diselesaikan. Banyak di antara korban yang kesulitan melapor atau tak berani untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami. Nayaka Prana merupakan inovasi yang memberikan pelayanan pengaduan kekerasan perempuan dan anak. Metode yang digunakan ialah Studi literatur, yaitu rangkaian kegiatan yang mengumpulkan data pustaka, membaca, mencatat, mengolah dan menganalisis bahan penelitian. Hasil penilitian menunjukkan inovasi ini mengimplementasikan layanan yakni pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan korban. Layanan ini juga diperuntukkan sebagai bentuk pendataan kasus. Layanan SAPA menjadi wujud implementasi Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 terkait penambahan tugas dan fungsi Kementerian PPPA.

Kata Kunci : Pelayanan, Kekerasan, Perempuan

I. PENDAHULUAN

Nayaka Prana inovasi Pemkot Denpasar dalam pelayanan publik raih penghargaan Top 45 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) Tingkat Nasional 2021 dari kelompok umum yang diselenggarakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) RI. Nayaka Prana merupakan inovasi yang memberikan pelayanan pengaduan kekerasan perempuan dan anak. Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan persoalan yang perlu diselesaikan. Kerap kali, korban kekerasan tidak menyuarakan apa yang mereka alami, baik itu kekerasan secara fisik, mental, maupun seksual. Lahirnya inovasi ini melihat kendala yang terjadi di masyarakat berkaitan dengan ketersediaan layanan perlindungan perempuan dan anak.

Disamping itu kurangnya informasi hak - hak yang dimiliki, sulitnya akses mencapai layanan serta biaya pendampingan dan konsultasi hukum relatif mahal. Inovasi ini mengimplementasikan layanan yakni pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan korban. Strategi sosial dalam inovasi ini melaksanakan penanganan kasus berjejaring dengan Polresta dan Polsek, satgas perlindungan anak di desa/kelurahan, aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di desa/kelurahan, Bapas Kelas I Denpasar, serta Yayasan pemerhati anak.

Banyak di antara korban yang kesulitan melapor atau tak berani untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami. Kehadiran inovasi pelayanan publik tersebut selaras dengan kebijakan dan program prioritas dalam perlindungan perempuan dan anak sesuai arahan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Presiden Jokowi menekankan upaya pentingnya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta melakukan reformasi besar - besaran pada manajemen penanganan kasus dengan membentuk One Stop Services (OSS) agar penanganan dapat dilakukan dengan cepat, terintegrasi, dan lebih komprehensif.

II. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian studi Literatur. Menurut (Zed, 2008: 3). Studi literatur adalah rangkaian kegiatan yang mengumpulkan data pustaka, membaca, mencatat, mengolah dan menganalisis bahan penelitian. Populasi penelitian ini menelaah 6 Web Site dan 2 jurnal tentang Pelayanan Pengaduan Kekerasan Perempuan dan Anak. Hasil nelaah dari berbagai artikel dengan menggunakan metode literatur ini bisa menganalisis tentang kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia serta mengetahui layanan untuk melapor tindak kekerasan.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2016, 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya. Pada SNPHAR tahun 2018, ditemukan bahwa 2 dari 3 anak laki-laki dan perempuan berusia 13-17 tahun pernah mengalami salah satu kekerasan dalam hidupnya, baik itu kekerasan fisik, seksual, maupun emosional.

Data Sistem Informasi Online (SIMFONI) Kemen PPPA yang diakses Rabu (31/3/2021) menunjukkan, kasus kekerasan yang menimpa para korban terjadi di berbagai tempat. Paling banyak kasus kekerasan terjadi di rumah tangga, fasilitas umum, dan tempat yang masuk dalam kategori lainnya, sedangkan kasus kekerasan di sekolah dan tempat kerja jumlahnya kecil. Dari segi jumlah korban, SIMFONI mencatat rumah tangga memiliki korban kekerasan terbanyak, disusul oleh tempat yang masuk dalam kategori lainnya, sekolah, tempat kerja, dan lembaga pendidikan kilat. Sementara itu, dari jenis kekerasan yang dialami, SIMFONI mencatat bahwa kekerasan seksual menempati urutan pertama, disusul oleh kekerasan fisik, psikis, kekerasan yang masuk dalam kategori lainnya, penelantaran, trafficking, dan eksploitasi.

Berdasarkan usia, korban yang mengalami kekerasan terbanyak adalah dalam rentang usia 13-17 tahun, disusul oleh usia 25-44 tahun, 6-12 tahun, 18-24 tahun, 0-5 tahun, 45-59 tahun, dan 60 tahun lebih. Kemudian, berdasaran pendidikan, korban yang mengenyam bangku SMA tercatat paling banyak. Disusul oleh SMP, SD, perguruan tinggi, tidak sekolah, kategori lainnya, TK, dan PAUD. Pelakunya tercatat paling banyak adalah laki-laki. Berdasarkan hubungan antara korban dan pelaku, tertinggi adalah sebagai suami atau istri, pacar atau teman, orangtua, keluarga/saudara, kategori lainnya, tetangga, majikan, dan rekan kerja.

Adapun jenis layanan yang diberikan kepada korban kekerasan tersebut terbanyak adalah layanan pengaduan, kesehatan, bantuan hukum, rehabilitasi sosial, penegakan hukum, pemulangan, pendampingan tokoh agama, dan reintegrasi sosial. Sebab, data SIMFONI selalu berubah berdasarkan laporan yang masuk, maka urutan-urutan berdasarkan jumlah yang disebutkan di atas tidak bersifat permanen.

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyarankan, baik korban kekerasan atau pendamping, keluarga, komunitas, maupun pihak yang mengetahui adanya tindak kekerasan dapat melaporkan kasus tersebut ke polisi, perangkat desa (RT/RW) setempat atau ke pengada layanan seperti yang disediakan Kemen PPPA.

Jenis Kekerasan yang Dialami Perempuan

Dalam Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan (Catahu) tahun 2020, sepanjang tahun tersebut ditemukan 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan. Data tersebut dihimpun dari pengadilan negeri dan agama, lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah, dan Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR). Jenis kekerasannya pun beragam dan yang paling menonjol kekerasan di ranah pribadi atau privat, yaitu KDRT dan relasi personal. Di antaranya terdapat kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 3.221 kasus (49 persen), disusul kekerasan dalam pacaran 1.309 kasus (20 persen), kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 954 kasus (14 persen), sisanya kekerasan oleh mantan suami, mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

Selanjutnya, kekerasan di ranah komunitas atau publik tercatat kasus paling menonjol adalah kekerasan seksual sebesar 962 kasus (55 persen) yang terdiri dari dari pencabulan (166 kasus), perkosaan (229 kasus), pelecehan seksual (181 kasus), persetubuhan sebanyak 5 kasus, dan sisanya percobaan perkosaan dan kekerasan seksual lain. Di ranah dengan pelaku negara, Catahu 2021 mencatat ada kasus-kasus yang dilaporkan. Setidaknya sepanjang tahun 2020 ada 23 kasus (0,1 persen). Kekerasan di ranah negara antara lain kasus perempuan berhadapan dengan hukum (6 kasus), kasus kekerasan terkait penggusuran (2 kasus), kasus kebijakan diskriminatif (2 kasus).

Kemudian, kasus dalam konteks tahanan dan serupa tahanan (10 kasus) serta kasus dengan pelaku pejabat publik (1 kasus). Pada tahun 2020, angka kekerasan terhadap perempuan mengalami penurunan sekitar 31,5 persen dari tahun sebelumnya. Namun, yang penting menjadi catatan adalah, penurunan jumlah kasus pada tahun 2020, tidak berarti jumlah kasusnya menurun. Berdasarkan survei dinamika Komnas Perempuan, selama masa pandemi Covid-19, penurunan jumlah kasus dikarenakan korban dekat dengan pelaku selama masa pandemi, korban cenderung mengadu pada keluarga atau diam, persoalan literasi teknologi, model layanan pengaduan yang belum siap dengan kondisi pandemi. Dampak pandemi ini contohnya terlihat di pengadilan agama yang membatasi layanannya dan proses persidangan.

Data Catahu 2021 juga ditemukan lonjakan tajam pengaduan yang terpengaruh oleh situasi pandemi, yaitu kekerasan berbasis gender siber (KBGS) naik sebesar 348 persen, yaitu 409 kasus pada tahun 2019 menjadi 1.425 kasus pada tahun 2020. Ancaman dan/atau tindakan penyebaran materi bermuatan seksual milik korban dan pengiriman materi seksual untuk melecehkan atau menyakiti korban adalah dua jenis KBGS yang paling banyak terjadi. Pelakunya adalah mantan pacar ataupun akun anonim. Peningkatan data pelaporan ini dikarenakan intensitas penggunaan internet di masa pandemi, tersosialisasinya pemahaman KBGS di kalangan publik, serta penguatan kecerdasan digital di kalangan perempuan muda.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan informasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) para korban kekerasan dapat melapor melalui layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129. Selain melapor ke layanan SAPA 129, masyarakat bisa melapor kekerasan yang dialami atau yang diketahui melalui WhatsApp di 08111129129. Layanan tersebut merupakan akses bagi masyarakat untuk melaporkan langsung kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditemui atau dialami sendiri. Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengatakan, dengan adanya akses layanan tersebut, pihaknya berharap masyarakat, terutama para korban tidak lagi takut melaporkan kekerasan. Call center SAPA 129 ini bertujuan mempermudah akses bagi korban atau pelapor dalam melakukan pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pendataan kasusnya.

Layanan yang disediakan bekerja sama dengan PT Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom Indonesia) dan merupakan revitalisasi layanan pengaduan masyarakat Kemen PPPA untuk melindungi perempuan dan anak. Layanan tersebut juga merupakan implementasi Peraturan Presiden (PP) Nomor 65 Tahun 2020 Terkait Penambahan Tugas dan Fungsi Kementerian PPPA.

Kemen PPPA telah menyusun proses bisnis layanan rujukan akhir yang komprehensif bagi perempuan dan anak. Setidaknya terdapat enam layanan standar dalam penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus. Yakni pelayanan pengaduan, penjangkauan, pengelolaan kasus, akses penampungan sementara, pelayanan mediasi, dan pelayanan pendampingan korban. Layanan SAPA dibuat untuk memudahkan akses bagi korban atau penyintas untuk melakukan pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Layanan ini juga diperuntukkan sebagai bentuk pendataan kasus. Layanan SAPA menjadi wujud implementasi Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 terkait penambahan tugas dan fungsi Kementerian PPPA. Layanan yang Tersedia di Call Center SAPA 129. Dilansir dari Instagram resmi Kementerian PPPA, ada 6 layanan utama pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tersedia di call center SAPA, antara lain :

Ø Pelayanan pengaduan

Ø Pelayanan penjangkauan

Ø Pelayanan pengelolaan kasus

Ø Pelayanan akses penampungan sementara

Ø Pelayanan mediasi

Ø Pelayanan pendampingan korban

Cara Lapor Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Via SAPA Adapun berikut cara melaporkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, yaitu :

Ø Simpan nomor 129 di ponsel

Ø Panggil nomor 129 ketika membutuhkan pengaduan baik yang dialami sendiri atau melihat kekerasan yang dilakukan orang lain

Ø Pilih layanan yang dibutuhkan

Ø Petugas layanan akan membantu

Selain call center SAPA 129, masyarakat juga bisa melaporkan melalui :

Ø Nomor WhatsApp di 08111129129 atau

Ø Melapor langsung ke Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) atau Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TPPA) yang ada di 34 Provinsi di Indonesia atau

Melalui situs resmi Kementerian PPA di www.kemenpppa.go.id

DAFTAR PUSTAKA

Hartati, Misriyani. 2013. Studi Tentang Upaya Penanganan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (Studi Kasus Pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)). 25. Kalimantan Timur.

Ahmad Kamala, Putri Anggrainib, Renita Astric. 2019. Web Untuk Pengaduan Bagi Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Jakarta : Jurnal Sains dan Informatika. 16.

Purnamasari, Deti Mega. 2021. “Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Jenis, dan Cara Melaporkannya”, https://nasional.kompas.com/read/2021/04/01/12170051/kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak-jenis-dan-cara-melaporkannya?page=all, diakses pada 21 Januari 2020 pukul 01.05

Rastika, Icha. 2021. “Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Jenis, dan Cara Melaporkannya”, https://ykp.or.id/kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak-jenis-dan-cara-melaporkannya/, diakses pada 20 Januari 2022 pukul 11.54Poros Bali.com. 2021. “Nayaka Prana” Raih Penghargaan Nasional Top 45 Inovasi Pelayanan Publik Terpuji”, https://www.porosbali.com/read/202111090001/nayaka-prana-raih-penghargaan-nasional-top-45-inovasi-pelayanan-publik-terpuji.html, diakses pada 20 Januari 2022 pukul 11.55

Redaksi9.com. 2021. “Inovasi Pemkot Denpasar masuk dalam Top 99”, http://www.redaksi9.com/read/4865/Inovasi-Pemkot-Denpasar-Masuk-Top-99-Nasional#!, diakses pada 20 januari 2022 pukul 11.45

Publikasi Dan Media Kementerian Pemberdayaan PerempuanDan Perlindungan Anak. 2020. “Ojol Berlian’ Dan ‘Bunga Tanjung’ Masuk Nominasi Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2020”, https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2736/ojol-berlian-dan-bunga-tanjung-masuk-nominasi-top-99-inovasi-pelayanan-publik-2020, diakses pada 20 januari pukul 10.59

DetikNews. 2021. “Kekerasan Terhadap Perempuan-Anak Bisa Dilaporkan ke SAPA 129, Ini Caranya”, https://news.detik.com/berita/d-5856123/kekerasan-terhadap-perempuan-anak-bisa-dilaporkan-ke-sapa-129-ini-caranya, diakses pada pukul 11.00

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image