Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hizalman Sabri

Bank (Milik) Muhammadiyah

Bisnis | 2024-07-23 17:14:26
Sumber : Penadigital.id

Ada hikmah yang didapat dengan ditariknya dana triliunan rupiah milik Muhammadiyah dari Bank Syariah Indonesia ( BSI ) yaitu adanya keinginan netizen yang menginginkan Muhammadiyah membuat Bank sendiri dan bersedia menjadi nasabah, aspirasi dari para netizen dapat dilihat dari kolom komentar di sosial media seperti X ( twitter ), Whatsapp Group dll. Pertanyaannya apakah Muhammadiyah perlu memiliki bank ? Jawabannya kita tunda dulu.

Jantung Perekonomian

Bank merupakan jantung perekonomian suatu negara, sebagai jantung dia akan memompa dana dalam bentuk kredit ke masyarakat atau korporasi yang digunakan untuk menggerakkan aktivitas perekonomian seperti perdagangan, industri, infrastruktur dll. Hasil dari aktivitas tersebut adalah keuntungan/kerugian dan agar dana hasil aktivitas tersebut tetap aman misalnya hilang, dicuri dll maka dana tersebut kembali masuk ke bank dalam bentuk simpanan ( Deposito, Tabungan dan Giro ), selain aman ( calon ) nasabah tertarik menaruh uangnya di bank karena ada insentif berupa bunga atau bagi hasil untuk bank syariah. Untuk tetap sehat sistem perekonomian suatu negara maka bank sebagai jantung perekonomian harus dirawat dan dijaga kesehatannya terutama oleh Pemerintah. Di Indonesia fungsi tersebut dijalankan oleh Bank Indonesia ( BI ) dan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ). BI memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan moneter dan kebijakan terkait perbankan, seperti suku bunga dan likuiditas. Mereka juga memiliki wewenang untuk mengeluarkan peraturan terkait perbankan. OJK, di sisi lain, bertanggung jawab untuk mengeluarkan peraturan terkait pengawasan dan regulasi sektor perbankan.

Menjalankan usaha perbankan tidaklah semudah membuka toko kelontong atau membuka restoran yang setiap saat bisa tutup atau berdiri lagi ( easy come, easy go ) dan apabila berkembang dapat membuka cabang di beberapa tempat, sedangkan mendirikan bank harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain para pengurus bank ( Calon Pemegang Saham Pengendali/PSP, calon Dewan Komisaris, calon Direksi, calon Direktur Unit Usaha Syariah/UUS dan calon Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing ) harus lulus ujian kemampuan dan kepatutan ( fit and proper test ) yang dilaksanakan OJK walaupun calon para pengurus tersebut telah berpengalaman di bidang ekonomi atau bisnis . Ujian tersebut antara lain : Integritas dan Kelayakan Keuangan, Kompetensi dan Reputasi

Perlu diketahui OJK adalah lembaga yang berdiri sendiri dan bebas dari campur tangan pihak lain. Keputusan dan kebijakan ditetapkan atas dasar peraturan Undang-Undang dan tidak ada pengaruh dari pihak lain. Demikian juga BI adalah lembaga independen yang mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang. Keputusan dan kebijakan ditetapkan atas dasar peraturan Undang-Undang dan tidak ada pengaruh dari pihak lain.

Dengan demikian keputusan lulus tidaknya seseorang dalam ujian kemampuan dan kepatutan ( fit and proper test ) sepenuhnya keputusan dari OJK

Sertifikasi Manajemen Risiko

Untuk Direksi Bank selain menjalani Uji Kemampuan dan Kepatutan juga diharuskan mengikuti sertifikasi Manajemen Risiko Perbankan dan berlaku juga untuk jajaran para pejabat di bawah direksi bank seperti Senior Executive Vice President, Kepala Divisi dan lain-lain. Hal tersebut diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 28 /SEOJK.03/2022 tentang Sertifikasi Manajemen Risiko Bagi Sumber Daya Manusia Bank UmumSertifikasi Manajemen Risiko merupakan bentuk standarisasi kompetensi dan keahlian minimal yang harus dimiliki oleh pengurus dan pejabat di industri perbankan. Hal ini untuk memastikan bahwa kegiatan usaha bank dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian di bidangnya.

Sertifikat Manajemen Risiko (SMR) ditetapkan dalam 5 (lima) tingkat berdasarkan jenjang jabatan dan struktur organisasi Bank. Penetapan tingkat SMR antara lain pada aset bank sebagai contoh : Tingkat 1 ditetapkan kepada para Pejabat Bank ( termasuk komisaris) dari Bank yang memiliki aset di bawah Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), sampai dengan para pejabat 2 (dua) tingkat di bawah Direksi sesuai struktur organisasi.

Tingkat 4 ditetapkan kepada para setiap Direktur Utama dan Direktur dari Bank yang memiliki aset Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) sampai dengan Rp 10.000.000.000.000,00 dan membawahi Core Risk Taking Unit, Satuan Kerja Manajemen Risiko, Satuan Kerja Audit Intern, dan Satuan Kerja Kepatuhan.

Semakin besar aset suatu bank maka semakin tinggi tingkat SMR yang dimiliki para pejabatnya. Direksi dari bank besar seperti Bank BUMN ( BRI, Mandiri, BNI dan BTN ) mempunyai SMR tingkat 5

Pendidikan

Untuk mendapatkan calon-calon pemimpin di dunia perbankan dilakukan melalui pendidikan dikenal dengan nama Officer Development Program/ODP dan di beberapa bank mempunyai nama yang berbeda namun tujuannya sama yaitu mencari kandidat pemimpin bank di masa yang akan datang.

Program ini melalui beberapa tahapan mulai dari penerimaan sebagai pekerja ( staf ) yaitu seleksi administrasi, ujian tertulis pengetahuan umum/bahasa Inggris, psikotes, medical test dan terakhir adalah interview dengan para pejabat bank atau direksi. Tahapan-tahapan ini dilalui dengan sistem gugur artinya apabila tidak lulus pada psikotes maka tidak berlanjut ke tahap medical test dan seterusnya, apabila seluruh tahapan telah dilalui dan lulus maka resmi diterima sebagai calon pekerja. Tahap berikutnya adalah masa orientasi selama beberapa pekan, diikuti magang beberapa bulan di kantor operasional dengan mempelajari sekaligus mempraktekan bagaimana menjadi seorang teller atau menjadi seorang account officer dengan mencari nasabah pinjaman, melayaninya dan apabila layak akan diproses untuk diberi pinjaman demikian seterusnya. Prinsipnya semua pekerjaan yang ada di kantor operasional tersebut harus dipelajari baik yang ada di back office maupun di front office Setelah selesai magang, apabila hasil magangnya dinyatakan lulus, pendidikannya beralih ke ruang kelas ( classical ) selama sekitar 4 bulan materi yang diberikan adalah teori ekonomi, hukum, akuntansi dll diikuti dengan ujian dan apabila dinyatakan lulus barulah akan ditempatkan di unit kerja yang membutuhkan. Total waktu yang dibutuhkan sekitar 1,5 tahun. Apabila pada pendidikan tertentu misalnya magang dinyatakan tidak lulus maka tidak boleh mengikuti pendidikan lanjutan alias gugur.

Pendidikan ini cukup memberi bekal kepada calon pemimpin bank masa depan apalagi bagi calon pemimpin yang bukan berasal dari latar belakang ekonomi atau akuntansi, misalnya berasal dari pertanian, peternakan, hukum, perikanan dll

Untuk para pekerja yang bukan pejabat alias pelaksana secara berkala akan dilakukan pendidikan secara internal maupun secara eksternal baik untuk kenaikan jabatan maupun sifatnya penyegaran ( refreshing ) dan melakukan diskusi untuk mempelajari ketentuan baru baik dari internal maupun dari eksternal. Industri perbankan merupakan industri yang sarat dengan peraturan ( high regulated ) karena sifat bisnisnya yang responsif terhadap perkembangan ekonomi, politik, hukum dll baik di tingkat nasional maupun internasional. Sebagai contoh ketika nilai dolar AS menguat dibandingkan dengan IDR ( rupiah ) maka bank harus segera merespon dengan menaikkan suku bunga simpanan USD agar nasabah tidak menarik simpanannya untuk ditukar dengan rupiah. Demikian juga apabila terjadi perang dimana negara yang terlibat adalah negara yang menjadi negara pemasok bahan baku maka pihak bank harus melakukan mitigasi resiko apabila hal tsb terjadi kepada nasabah agar usaha nasabah tetap lancar atau negara yang menjadi tujuan pasar ekspor mengalami bencana sehingga untuk sementara nasabah tidak bisa mengekspor maka harus segera dibantu untuk mencari jalan keluarnya.

Bank Persyarikatan Indonesia

Di masa yang lalu Muhammadiyah pernah mempunyai bank yaitu Bank Persyarikatan Indonesia ( BPI ) hasil dari akuisisi Bank Swansarindo namun dalam perjalanannya tidak mulus karena adanya kredit bermasalah dari salah satu pemegang saham sebelumnya. Proses akuisisi tersebut seperti diakui Amien Rais dilakukan dengan proses kurang teliti (Republika, Jumat 07 Juni 2024). Akibat kredit bermasalah tersebut Bank Indonesia ( BI ) meminta pemegang saham menambah modal BPI agar dapat beroperasi namun apabila tidak dapat memenuhi permintaan tersebut maka izin usaha akan dicabut.

Kredit bermasalah yang terjadi pada BPI terkait dengan penyaluran kredit kepada salah seorang pemegang sahamnya. Kredit yang jumlahnya tak lebih dari Rp 50 miliar tersebut kala itu belum jelas pengembaliannya.

Untuk diketahui berdasarkan SK BI No. 31/147/KEP/DIR tgl 12 November 1998 setiap pemberian kredit akan diikuti dengan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif ( PPAP ) yaitu cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari baki debet berdasarkan tingkat kolektibilitasnya. Cadangan yang dibentuk berasal dari modal

Kolektibilitas kredit mulai dari kategori Lancar, Dalam Perhatian Khusus ( DPK ), Kurang Lancar ( KL ), Diragukan dan terakhir adalah Macet.

Masing-masing tingkat kolektibilitas diwajibkan membentuk PPAP, untuk kolektibilitas Lancar ( L ) persentasenya adalah 0.5 persen x baki debet, DPK sebesar 3 persen, KL sebesar 10 persen, Diragukan sebesar 50 persen, terakhir adalah kolektibilitas Macet sebesar 100 persen. Setiap kolektibilitas kecuali Lancar, PPAP yang dibentuk dikurangi dengan nilai agunan

Kredit bermasalah yang terjadi pada BPI sekitar Rp 50 miliar sudah pasti akan membentuk PPAP, kita berasumsi kolektibilitasnya adalah Diragukan maka PPAP yang dibentuk adalah Rp 25 miliar dikurangi dengan nilai agunan, artinya bank harus menyediakan cadangan yang diambil dari modal sebesar Rp 25 miliar dikurangi dengan nilai agunan. Agunan bisa berupa tanah/bangunan/gedung bisa juga hanya personal guarantee atau goodwill namun untuk memastikan berapa nilai dari agunan tersebut perlu dilakukan penilaian ulang.

Permintaan BI kepada pemegang saham BPI untuk menambah modal tidaklah mudah untuk dipenuhi apalagi dalam jumlah besar, sempat ada penambahan modal sebesar Rp 30 miliar dari Rp 100 miliar yang dijanjikan investor Malaysia AA Corporation namun belum berhasil menyelamatkan bank itu dari kesulitan modal sehingga BPI sempat masuk ke dalam pengawasan khusus (special surveillance unit atau SSU) Bank Indonesia

Barulah ketika Bank Bukopin bersama empat investor lainnya mengucurkan dana senilai Rp 190-Rp 220 miliar BPI dapat kembali beroperasi dan kemudian dikonversi menjadi Bank Syariah Bukopin

Belajar dari pengalaman mengambil alih dan mengelola BPI paling tidak ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu,

Pertama sebelum mengambil alih suatu bank perlu melakukan audit secara menyeluruh atau due diligence yaitu melakukan pemeriksaan secara komprehensif untuk memperoleh informasi atau fakta material guna mendapatkan gambaran kondisi suatu bank pada saat dilakukan pemeriksaan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat perlu menggunakan jasa pihak lain yang kredibel, ada beberapa yang perlu diperhatikan yaitu kondisi kesehatan pinjaman yang tercermin dari non performing loan ( NPL ) yaitu kredit bermasalah, semakin tinggi NPL maka semakin tinggi pula resiko yang dihadapi karena NPL tinggi akan membentuk PPAP yang besar dan sebaliknya. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah komposisi dana apakah dana mahal lebih banyak atau dana murah ? Dana murah adalah dana yang berasal dari giro dan atau tabungan dimana suku bunga diberikan ( sangat ) rendah sedangkan dana mahal adalah berasal dari deposito dimana suku bunga yang diberikan relatif tinggi dan juga perlu dicermati apakah dana tersebut hasil window dressing yaitu upaya untuk mempercantik laporan keuangan dengan memanipulasi data. Sebagai contoh supaya dana dalam laporan keuangan terlihat bagus maka dana dimanipulasi sedemikian rupa dengan menambah dana dari luar bank dan ketika pemeriksaan selesai maka dana tersebut ikut selesai. Demikian juga halnya laporan laba dan rugi dengan memperhatikan pendapatan yang di buku terlebih dahulu sedangkan pembukuan biaya ditunda sehingga Laba menjadi besar

Kedua, melakukan asesmen ulang terhadap SDM untuk mendapatkan pekerja/staf yang sesuai dengan visi dan misi bank. Bisnis perbankan rawan terhadap moral hazard sehingga dengan adanya asesmen ulang maka pekerja/staf yang bermasalah dipertimbangkan untuk pensiun dini atau mengundurkan diri secara sukarela dengan diberikan kompensasi sedangkan para pekerja/staf yang memenuhi persyaratan dilakukan pelatihan atau refreshing untuk menyatukan visi dan misi. Terhadap para pekerja/staf yang mempunyai nilai sangat baik dimasukkan dalam talent pool yaitu sekelompok pekerja/staf yang mampu menunjukkan kinerja diatas rata-rata sehingga menjadi panutan atau contoh bagi pekerja/staf lainnya untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai perusahaan dan diproyeksikan untuk menjadi pemimpin Bank dimasa yang akan datang

Ketiga, menerapkan sistem teknologi digital dimana pelayanan kepada para ( calon ) nasabah dapat dilakukan dari ruang pribadi dengan menggunakan M-Banking atau E-Banking berbasis internet yang dapat mengakses berbagai layanan perbankan tanpa terikat jam kerja bank dan dapat dilakukan dimanapun sepanjang terhubung dengan internet sedangkan untuk melakukan pengambilan/penyetoran uang cukup ke ATM tanpa perlu ke kantor operasional bank yang bersangkutan. Teknologi digital ini menyebabkan jumlah kantor Bank menurun, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik ( Maret 2024 ) jumlah kantor bank pada tahun 2021 sebanyak 32.531, pada tahun 2022 menurun menjadi 25.377 dan menurun lagi pada tahun 2022 menjadi 24.276.

Menjawab pertanyaan diatas, apakah Muhammadiyah perlu memiliki bank ? Jawabannya Ya. Sudah saatnya Muhammadiyah mempunyai bank walaupun diluar sana gelap namun masih ada seberkas cahaya di ujung jalan. Muhammadiyah harus menembus kegelapan dengan membawa ketiga hal tersebut diatas, dibantu lilin-lilin kecil dari umat.

Hizalman Sabri

Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Koperasi Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu Jakarta Selatan

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image