Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ipah Hopipah

Kreatifitas dan Etika Periklanan yang Dapat Mempengaruhi Masyarakat

Edukasi | 2024-07-08 21:04:27
Sumber : canva

Etika periklanan adalah cabang etika yang mempelajari bagaimana prinsip moral yang diterapkan dalam periklanan. Di Indonesia etika periklanan diatur oleh Etika Pariwara Indonesia (EPI), yang membantu pengiklan untuk memastikan bahwa iklan yang disajikan kepada publik harus sesuai dengan nilai-nilai moral dan etis. Tujuan EPI dibuat untuk menjaga kepentingan pelanggan, menjaga kredibilitas periklanan, serta memastikan bahwa iklan tersebut memiliki dampak positif terhadap masyarakat. Selain itu EPI juga mencakup banyak hal, seperti menjadi jujur, bertanggung jawab sosial, tepat dan menghormati nilai-nilai budaya. Untuk itu diperlukan sebuah panduan bersikap dan bertingkah laku, sehingga para pembuat iklan senantiasa sejalan dengan nilai-nilai yang dipercayai oleh masyarakat.

Iklan yang disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat menunjukkan pengaruh budaya pada iklan contohnya seperti bahasa, seni, cerita rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa periklanan dan pengaruh budaya masyarakat tidak dapat dipisahkan. Selain itu perlu adanya strategi inovatif dan efektif untuk menarik perhatian agar mudah diterima oleh masyarakat. Iklan yang ditayangkan itu bukan hanya sekedar gambar saja tetapi iklan juga digunakan sebagai alat pemasaran untuk mempromosikan barang dan menanamkan kepercayaan serta gaya hidup pada pembeli. Maka dari itu etika dan kreatifitas pada iklan sangatlah penting

“Contoh studi kasus pada iklan Frisian Flag yang menggunakan pendekatan budaya sebagai stategi marketig”

Untuk mengubah perspektif calon pembeli terhadap produk pesaing, ada beberapa pengiklan menggunakan pendekatan budaya. Strategi ini berfokus pada pendekatan budaya bagi calon pembeli yang tidak digunakan oleh pesaing lain. Iklan televisi susu kental manis Frisian Flag, atau susu bendera, adalah salah satu contoh iklan yang menggunakan peristiwa budaya sebagai strategi kreatif untuk mendukung tujuan iklan. Terdiri dari beberapa versi seperti: ini teh susu, susu buat tulang (paman), dan susu buat beli (abang). Ketiga versi ini berasal dari perbedaan bahasa antara suku Jawa dan Sunda, Sunda dan Batak, dan Betawi dan Bali.

Iklan ini dibuat secara kreatif dengan eksekusi yang natural menggunakan pendekatan budaya. Iklan susu kental manis Frisian Flag berusaha menjadi unik. Sejauh ini, ide kreatif untuk iklan produk susu hampir selalu sama. Seperti menunjukkan kebahagiaan anak kecil saat meminum susu. Atau mereka biasanya menampilkan anak-anak yang berlari ke sana kemari dengan senang hati, dengan bertujuan memperlihatkan susu merek yang diiklankan.

Iklan susu Frisian Flag ini mempunyai keinginan yang berbeda dari iklan susu yang sudah ada, dengan cara menggunakan pendekatan kreatif melalui bahasa yang unik dan menampilkan elemen budaya. Iklan kreatif susu kental manis ini mencoba menggambarkan kebiasaan mengkonsumsi susu kental manis di Indonesia, yang semakin populer dengan merek bendera ini. Sangat penting untuk dicatat bahwa proses memotretnya dilakukan secara tidak langsung melalui bahasa sehari-hari orang Indonesia.

“Menganalisis Etika Periklanan Di Era Modern Serta Petingnya Mematuhi Etika Periklanan.

Etika dalam periklanan sangat penting di era modern, di mana perusahaan periklanan bersaing untuk menarik konsumen yang lebih kritis dan sadar akan nilai-nilai sosial. Ketika membahas etika periklanan, tidak hanya mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku, tetapi juga membangun hubungan kepercayaan antara pelanggan dengan perusahaan. Periklanan yang tidak etis seperti menyesatkan atau menggunakan stereotipe yang merugikan, hal itu dapat merusak reputasi perusahaan dan mengurangi kepercayaan konsumen dalam jangka panjang. Iklan yang menggunakan kecemasan atau ketakutan pelanggan tanpa memberikan informasi produk yang jelas atau akurat adalah contoh yang relevan.

Iklan Susu Bendera pada tahun 2017 adalah salah satu contoh pelanggaran etika iklan di Indonesia. Pada saat yang sama, Susu Bendera membuat iklan yang menampilkan seorang ibu rumah tangga yang dihadapkan pada pilihan antara memberikan susu formula kepada anaknya atau ASI (Air Susu Ibu). Iklan ini menggambarkan ASI sebagai kurang gizi dan menganjurkan susu formula sebagai alternatif yang lebih baik. Iklan ini dianggap menyesatkan dan melanggar peraturan yang mengatur penjualan produk susu bayi. Menurut Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Informasi dan Promosi Susu Formula bagi Bayi dan Anak Balita, iklan susu formula tidak boleh mengatakan bahwa susu formula lebih baik daripada ASI atau bahwa ASI kurang bermanfaat.

Akibat dari iklan Susu Bendera ini banyak protes dari masyarakat dan organisasi yang peduli terhadap kesehatan masyarakat, serta menjadi sorotan media nasional. Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga ikut menanggapi dengan memberikan teguran kepada Susu Bendera atas iklan yang dianggap melanggar etika periklanan. Kasus ini menunjukkan pentingnya mematuhi aturan etika periklanan yang berlaku, terutama dalam konteks kesehatan dan perlindungan konsumen, agar tidak menyesatkan masyarakat dan merugikan kesehatan publik.

Dari beberapa studi kasus diatas dapat disimpulkan bahwa etika periklanan sangat berperan penting dalam memastikan bahwa iklan dibuat dan ditayangkan secara bertanggung jawab dan etis. Etika periklanan memiliki beberapa prinsip dasar, yang mana harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam proses periklanan, termasuk pengiklan, agensi periklanan, dan media massa. Periklanan juga memiliki efek besar pada masyarakat. Iklan dapat memengaruhi persepsi orang tentang barang dan jasa, perilaku mereka, nilai-nilai budaya, dan kesehatan mental dan fisik mereka. Periklanan dapat memiliki efek positif maupun negatif.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image