Penjelasan Riba dalam Perspektif Islam dan Konvensional
Info Terkini | 2024-07-03 20:16:02
Teman-teman tahu tidak?
Riba, dalam perspektif Islam dan konvensional, merupakan topik yang sangat kompleks dan mendalam loh yang dimana melibatkan pemahaman mendasar tentang etika, moralitas, dan ekonomi.
Dalam ajaran Islam, riba secara tegas dilarang karena dianggap sebagai praktik tidak adil dan merugikan, yang melibatkan pengambilan keuntungan berlebihan dari pinjaman uang, melalui bunga yang tinggi.
Larangan riba ini berakar pada prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial, di mana setiap transaksi ekonomi seharusnya didasarkan pada kejujuran dan saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat. Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW secara eksplisit menyebutkan bahwa riba adalah dosa besar, dan umat Islam diperintahkan untuk menjauhinya dalam segala bentuk.
Dalam konteks ini, riba bukan hanya dilihat sebagai bunga pinjaman, tetapi juga segala bentuk pengambilan keuntungan yang tidak adil dan eksploitatif dari transaksi ekonomi.
Tetapi di sisi lain, dalam sistem keuangan konvensional yang diterapkan di banyak negara, bunga atas pinjaman uang adalah komponen utama yang dianggap sebagai kompensasi wajar bagi pemberi pinjaman atas risiko yang diambil dan waktu yang ditunggu, wah perspektif yang sangat berbeda ya ternyata!
Bunga, dalam perspektif konvensional ini adalah alat penting dalam mekanisme pasar bebas yang membantu dalam penetapan harga modal, alokasi sumber daya, dan insentif untuk menabung dan berinvestasi.
Meski demikian, sistem konvensional ini tidak lepas dari kritik, terutama terkait praktik bunga yang terlalu tinggi yang dapat menyebabkan beban berat bagi peminjam, serta masalah ketidakadilan ekonomi dan sosial yang dapat timbul dari ketergantungan berlebihan pada utang berbunga.
Dengan demikian, perdebatan tentang riba tidak hanya mencakup aspek teologis dan moral, tetapi juga pertimbangan praktis mengenai bagaimana menciptakan sistem keuangan yang adil, stabil, dan berkelanjutan.
Dalam mencari solusi, beberapa pihak mencoba untuk menjembatani kedua perspektif ini dengan menciptakan sistem keuangan yang memadukan prinsip-prinsip syariah dan konvensional, seperti perbankan syariah yang menawarkan produk keuangan yang bebas riba namun tetap kompetitif dalam pasar global.
Upaya ini mencerminkan pencarian keseimbangan antara kepatuhan terhadap ajaran agama dan kebutuhan akan efisiensi serta inklusivitas ekonomi di dunia modern. kalau teman-teman menerapkan konsep riba yang mana nih? apakah konsep riba secara islam, konvensional atau konsep yang menerapkan keseimbangan antar islam dan konvensional? semoga apapun pilihannya itu adalah baik dan tidak merugikan teman-teman yaa!
kemudian, adapun Dampak riba dalam Islam yaitu memperburuk kesenjangan ekonomi, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan mengakibatkan ketidakadilan sosial. Riba juga dianggap sebagai suatu bentuk eksploitasi yang merugikan orang lain. Oleh karena itu, Islam mengharamkan riba untuk membangun sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.
sedangkan dampak riba dalam konvensional adalah memperluas kesenjangan ekonomi, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan mengakibatkan ketidakadilan sosial. Riba juga dianggap sebagai suatu bentuk pengembalian yang tidak adil, karena biasanya berupa bunga tinggi yang menguntungkan pemberi pinjaman lebih dari penerima pinjaman. Oleh karena itu, beberapa negara telah mengatur dan membatasi praktek riba dalam bisnis pembungaan uang.
Dalam sintesis, riba dalam Islam dan konvensional memiliki definisi yang berbeda, tetapi keduanya memiliki dampak yang merugikan masyarakat. Islam mengharamkan riba untuk membangun sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan, sedangkan konvensional menganggap riba sebagai suatu bentuk pengembalian yang tidak adil dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
