Kujang Merupakan Senjata Tradisional Yang Digunakan Oleh Para Pejabat Kerajaan Pajajaran
Sejarah | 2024-06-23 18:58:11Suasana heing dan tenang yang jauh dari hiruk pikuk kota, itulah kesan pertama ketika menginjakan kaki di sebuah rumah yang sederhana. Namun saat memasuki rumah tersebut terdapat berbagai macam kerajinan kujang.
Rumah yang beralamat Jalan Raya Parung Banteng Nomor : 120 Kelurahan Katulampa Kecamatan Bogor Timur, merupakan sebuah galeri yang memajang hasil kerajinan kujang yang sudah dibuat.
Namun suasana berubah saat di tempat penempaan sedikit berisik karena beberapa pengrajin sedang fokus mengasah sebuah kujang yang baru saja dibuat. Tidak lama kemudia datang seorang pria yang merupakan seorang pemilik dari tempat kerajinan tersebut. Pria itu bernama Wahyu Affandi Suradinata atau biasa disapa Abah Wahyu.
“Kujang sudah bukan hal yang aneh pada abad ke delapan. Karena kujang sudah di pakai pada abad ke delapan oleh para pejabat. Karena kujang dalam keteranganya tidak ada kujang yang dipegang atau jadi ademan atau simbol rakyat jelata.
Sejak saat itu, Kujang secara bertahap diperuntukkan bagi raja dan bangsawan kerajaan di Tanah Sunda sebagai simbol kewibawaan dan kesaktian.
Kujang ini merupakan simbol atau ademan untuk para pejabat kerajaan mulai dari raja kemudian para pandita, bupati, dan patih mantri sampai kepada kanduru. Kujang berasal dari kata Ku Jawa Hyang atau Ku Dyah Hyang, dengan tahapan: Kujang asal kata dari Kudi Hyang atau Ku Dyah Hyang,” jelas Abah sambil menunjukan beberapa kujang hasil karyanya.
Tetapi pada tahun 2012 sampai dengan pertengahan 2013 pemerintah Provinsi Jawa Barat membentuk suatu Tim untuk memberikan Hak Intelektualkan Kujang. Lalu diadakan sebuah seminar terjadilah sebuah perdebatan yang sangat alot dikaraenakan ada beberapa orang intelektual yang menjadi kolektor benda-benda kuno diantaranya adalah Kujang.
Karena jenisnya terlalu banyak sehingga ada 72 jenins, lalu dikerucutkan menjadi 25 jenis, dan di kerucutkan lagi menjadi 6 jenis diantaranya adalah kujang ciung yang dimana hanya dipegang oleh pejabat setingkat bupati dan gerangsrak atau wakilnya.
Jikalau dilihat dengan posisi terlentang maka akan terlihat seperti burung ciung atau burung beo. Kujang kuntul yang biasanya menjadi ademan atau pengangan untuk para patih dan mantri cara melihatnya sama seperti sebelumnya maka akan terlihat parunya yang panjang.
Kujang jago biasanya menjadi ademan atau pegangan para balapati adalah panglima perang dan lulugu adalah komandan pasukan. Jika dilihat dengan posisi yang sama maka akan terlihat seperti ayam jago.
Kujang naga adalah ademan atau pegangan para kanduru atau kepercayan raja dan jaro adalah pemimpin di suatu daerah. Berbeda degan kujang senelumya kujang naga dilihat dengan cara tengkurap akan terlihat seperti naga yang sedang memakai mahkota. Karena naga adalah binatang mitos dantidak jelas bentuknya seperti apa.
Kujang badak adalah ademan atau pegangan untuk perajurit biasa. Sama halnya kujang naga maka akan terlihat seperti badak bercula satu. Kujang bangkong adalah ademan atau pegangan para guru. Guru didalam Bahasa Sunda Kuno artinya ahli. Jika dilihat dengan posisi yang sama maka akan terlihat dagunya.
Dan ditambah 1 jenis yaitu Kujang wayang sangat berbeda dengan kujang lainya karena kujang tersebut lahir dari Kesultanan Cirebon untuk menyamai kujang yang ada pada kerajaan Pajajaran dan simbol penyebaran Islam ditanah Sunda karena sebagai imbas dari kerajaan Demak. Jika dilihat dari berbagai macam posisi akan terlihat seperti wayang.
Mengenai pemahaman bentuk kujang secara umum adalah memiliki kecendrungan yang kuat memberi pemahaman kujang berdasar kepada gejala mimiesis. Di didalam masyarakat Sunda gejala tersebut bisa di sebut dengan istilah “siga” (menerupai) dalam melihat berbagai macam fenomena penyerupaan.
Seperti contoh penamaan kujang kuntul, karena dianggap bentuk penyerupai burung kuntul (Ardeidae), kujang ciung karena di anggap bentuknya menyerupai burung ciung (Beo) dan sebagainya. Dengan demikian kujang dapat di urai kedalam morfologi bentuk kujang yang dipandangkan dinamika dalam bentuk binatang.
Kujang mempunyai dua sisi yang tajam sehingga bisa dikatakan dua pangadekna atau dua mata yang tajam. Sehingga kujang bukan hanya menusuk tetapi juga untuk menyabet lalu Abah menambahkan “kujang bukan senjata untuk perang hanya sebagai bentuk fingsinya pada jaman dahulu kujang memiliki beberapa fungsi yaitu menjadi pusaka biasanya kalau kujang menjadi pusaka, untuk pakarang atau sebagai alat untuk bela diri itupun kalau di serang, biasanya bilahnya disebar atau di tabur racun supaya kalau kena sedikit saja lawan sudah tumbang dan untuk memangkas biasanya untuk memangkas semak belukar yang akan dijadikan ladang.”
Dengan berkembangnya kemajuan, teknologi, budaya dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan perubahan bentuk, fungsi dan makna.
Dari alat pertanian, kujang berkembang menjadi suatu benda yang mempunyai karakter tersendiri, cenderung menjadi senjata yang mempunyai nilai simbolis dan sakralelain itu, kujang digunakan sebagai lambang atau simbol dari nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.
Kujang digunakan sebagai bagian estetika dari berbagai simbol organisasi dan pemerintahan. Di sisi lain, Kujang juga dijadikan sebagai nama berbagai organisasi, badan dan tentunya juga digunakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.