Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naimah Amalia

Hari Tasyrik Haram Puasa: Apa Maknanya?

Agama | Friday, 21 Jun 2024, 07:56 WIB
Source: Canva.com

Hari Tasyrik adalah hari yang memiliki makna penting dalam Islam, khususnya terkait dengan ibadah haji dan ritual qurban. Bagi umat Islam, memahami hari Tasyrik dan ketentuan yang mengiringinya adalah bagian dari menjalankan perintah agama dengan benar. Salah satu ketentuan penting yang sering dibahas adalah larangan berpuasa pada hari-hari Tasyrik.

Asal Usul dan Makna Hari Tasyrik

Hari Tasyrik adalah hari ke-11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah dalam kalender Hijriyah. Kata "Tasyrik" sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti "mengeringkan daging". Pada zaman dahulu, setelah melakukan penyembelihan hewan qurban, dagingnya akan dikeringkan di bawah sinar matahari agar lebih awet dan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, hari-hari ini disebut dengan hari Tasyrik karena kebiasaan mengeringkan daging tersebut.

Selain itu, hari Tasyrik juga merupakan hari untuk berdzikir dan bersyukur kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

۞ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْدُوْدٰتٍ ۗ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِيْ يَوْمَيْنِ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۚوَمَنْ تَاَخَّرَ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۙ لِمَنِ اتَّقٰىۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ ( البقرة/2: 203)

“Berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya.*”

*Maksud zikir di sini ialah membaca takbir, tasbih, tahmid, dan sebagainya. Maksud beberapa hari yang berbilang ialah hari tasyrik, yaitu tiga hari setelah Idul Adha (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah).

Nah, para ulama tafsir memiliki beberapa pandangan mengenai ayat ini. Misalnya, dalam Tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "hari-hari yang ditentukan jumlahnya" adalah hari-hari Tasyrik. Menurut Ibnu Abbas, sahabat Nabi yang terkenal karena pengetahuannya yang mendalam tentang Al-Qur'an, beliau mengatakan bahwa hari-hari yang dimaksud adalah hari Tasyrik. Pendapat ini juga dipegang oleh ulama seperti Mujahid, Ikrimah, dan As-Suddi, yang semuanya sepakat bahwa ayat tersebut merujuk pada hari-hari Tasyrik.

Kemudian, dalam Tafsir Al-Qurthubi, juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "ayyāmin ma‘dūdāt" atau "hari-hari yang ditentukan" dalam ayat tersebut adalah tiga hari setelah hari raya Idul Adha, yaitu hari Tasyrik. Al-Qurthubi menyebutkan bahwa para ulama telah sepakat mengenai hal ini, dan hari-hari tersebut adalah hari untuk berdzikir kepada Allah.

Selanjutnya, Tafsir Jalalain pun menyatakan hal yang serupa. Tafsir ini menyebutkan bahwa "hari-hari yang ditentukan" dalam ayat tersebut adalah hari-hari Tasyrik, yakni tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Tafsir ini menguatkan pendapat yang dipegang oleh banyak ulama dan didukung oleh hadis-hadis yang shahih.

Dengan demikian, jelas bahwa hari Tasyrik adalah hari-hari yang dimaksud dalam ayat ini untuk memperbanyak dzikir kepada Allah SWT. Hal ini memberikan makna mendalam bagi umat Islam untuk memanfaatkan hari-hari tersebut sebagai waktu untuk memperbanyak ibadah dan mengingat Allah.

Larangan Puasa di Hari Tasyrik

Larangan berpuasa pada hari Tasyrik dijelaskan dalam beberapa hadits. Salah satu hadits yang menyebutkan hal ini adalah:

يَوْمُ عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

"Hari Arafah, hari qurban, dan hari-hari Tasyrik adalah hari raya kami, umat Islam, dan hari-hari itu adalah hari-hari makan dan minum." (HR. Abu Dawud, no. 2419)

Hadits ini menunjukkan bahwa hari Tasyrik merupakan hari untuk makan dan minum sebagai bagian dari perayaan dan ibadah. Oleh karena itu, berpuasa pada hari-hari ini diharamkan.

Hadits lain yang menegaskan larangan ini adalah:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ اللَّهِ

"Hari-hari Tasyrik adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah." (HR. Muslim, no. 1141)

Pandangan para ulama klasik juga memperkuat larangan berpuasa pada hari Tasyrik. Misalnya, Imam An-Nawawi dalam kitabnya "Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzab" menegaskan bahwa larangan berpuasa pada hari Tasyrik telah disepakati oleh para ulama. Menurut beliau, hari Tasyrik adalah hari makan, minum, dan berdzikir kepada Allah SWT, sehingga tidak diperbolehkan untuk berpuasa.

Sedangkan Imam Ibnu Qudamah dalam kitab "Al-Mughni" juga menyatakan bahwa larangan berpuasa pada hari Tasyrik adalah bagian dari syariat yang telah ditetapkan. Ia menyebutkan bahwa larangan ini tidak hanya berlaku bagi mereka yang tidak sedang berhaji, tetapi juga bagi jemaah haji yang berada di Mina.

Hikmah Larangan Puasa pada Hari Tasyrik

Ada beberapa hikmah di balik larangan berpuasa pada hari Tasyrik. Pertama, hari Tasyrik adalah waktu untuk bersyukur dan bergembira atas nikmat Allah SWT, terutama setelah menunaikan ibadah haji. Dengan tidak berpuasa, umat Islam diingatkan untuk menikmati karunia Allah dengan makan dan minum. Kedua, hari Tasyrik adalah hari-hari untuk memperbanyak dzikir dan mengingat Allah. Dengan tidak berpuasa, umat Islam dapat lebih fokus pada ibadah dzikir dan bersyukur. Ketiga, hari Tasyrik juga merupakan waktu untuk kebersamaan dan solidaritas. Umat Islam bisa berbagi makanan dan kebersamaan dengan sesama Muslim, yang tentunya mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan dalam Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image