Kampung Pesantren di Surabaya?
Sejarah | 2024-06-19 09:40:30Pesantren berperan penting dalam penyebaran pendidikan Islam di Indonesia, terutama di Kota Pahlawan, Surabaya. Salah satu tokoh utama dalam sejarah pesantren di Surabaya adalah Raden Rahmat atau lebih kita kenal sebagai Sunan Ampel. Beliau merupakan pendiri pondok pesantren pertama di Surabaya, yang didirikan di Kembang Kuning Ampel Denta pada tahun 1440 M.
Oleh karena itu, hingga saat ini Surabaya masih memiliki banyak pesantren. Dari pesantren yang sering diketahui hingga yang jarang diketahui oleh masyarakat umum. Salah satunya adalah Kampung Ndresmo yang dikenal sebagai Kampung Santri, bahkan mendapati julukan “Mekkah-nya Tanah Jawa”. Kampung Ndresmo mendapatkan julukan tersebut dikarenakan menurut Mas Muhammad Khoir, hingga saat ini terdapat 12 pesantren yang resmi terdaftar dan terstruktur di kampung tersebut, sementara ada sekitar 125 pondok pesantren lainnya yang belum terdaftar.
Kampung Ndresmo
Di masa lalu, terdapat kawasan berupa Jaba Kutha atau hutan belantara yang sangat ditakuti di wilayah Wonokromo yang dikenal sebagai Hutan Demungan. Hutan Demungan dianggap sangat angker sehingga tidak ada satupun orang yang berani mendekatinya. Namun, seorang pendakwah bernama Sayyid Ali Akbar, keturunan besar Ba Alawi dan putra dari Sayyid Sulaiman Mojoagung, memutuskan untuk mengubah takdir hutan tersebut. Hutan yang sudah dibabatnya digunakan untuk mendirikan sebuah rumah yang menampung para santri. Hutan Demungan pun berubah nama menjadi Ndresmo, yang diambil dari kata "nderes" yang berarti mengaji, dan "mo" yang berarti lima.
Ndresmo merujuk kepada lima santri dari Pesantren Sidogiri yang selalu mengaji di sana. Salah satu dari lima santri tersebut adalah Kyai Ageng Hasan Besari, yang terkenal karena ketaatannya dalam menuturkan ayat-ayat suci. Pada perkembangannya, kampung ini memiliki sejarah panjang dengan Timur Tengah karena menjadi tempat tinggal para habib dan pengikut ajaran Islam.
Fakta menarik selanjutnya bahwa Kampung Ndresmo merupakan tempat di mana semua penduduknya beragama Islam dan berasal dari satu keturunan, yakni keturunan Sayyid Ali Akbar yang memiliki putra bernama Sayyid Ali Asghor.
Kampung Ndresmo pada saat Masa Penjajahan
Berbicara ketika masa kolonial, Ndresmo menjadi sebuah ketakutan dan tempat yang dianggap sangat merepotkan bagi Pemerintah Kolonial Belanda. Karena dalam perkembangannya Ndresmo menjadi tempat para kyai menyusun strategi dalam melawan para penjajah atau menjadi basis perlawanan, maka Belanda selalu mengawasi kampung Ndresmo tersebut dengan mengirim pasukannya untuk berpatroli di daerah Ndresmo.
Selain itu, Ndresmo di rumah Sayyid Ali Akbar juga digunakan sebagai tempat menyusun strategi melawan para penjajah. Tepatnya pada perlawanan 10 November 1945, dimana banyak sekali santri yang berasal dari berbagai daerah (tidak hanya dari Surabaya) berkumpul di Ndresmo untuk membantu perlawanan terhadap penjajah. Pertempuran 10 November 1945 ini merupakan pertempuran pertama Bangsa Indonesia setelah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Selain itu, juga menjadi tempat singgah Kyai Hasyim Asyari selama 40 hari, Kyai Sedo Masjid yang ada di Masjid Kemayoran, tempat tinggal tentara muslim Inggris yang membelot dari Mallaby, hingga perjuangan para santri yang ikut berperang melawan penjajah tanpa dikomandoi.
Pondok Pesantren At-Tauhid Ndresmo
Kesadaran karena melihat kurangnya pendidikan di Kampung Ndresmo, KH. Mas Tholhah Abdullah mempunyai gagasan untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pengajaran untuk pendidikan di Ndresmo dengan mendirikan sebuah Pondok Pesantren bernama At-Tauhid pada 1969 M di sebuah lahan bambu. Letak At-Tauhid sendiri sekarang berada di samping pondok Yannabi’ul Ulum, namun sebenarnya At-Tauhid tidak termasuk wilayah Ndresmo Dalam karena wilayah dalam ditandai dengan adanya batas melalui saluran air kecil atau disebut warga sekitar sebagai sungai, tepatnya berada di depan Pondok Pesantren Al-Badar. Untuk itu, peranan At-Tauhid sendiri sebagai salah satu pondok yang didirikan pada abad ke-20 memiliki peranan yang sangat besar terhadap perkembangan pendidikan Islam pada abad ke-19 hingga 20 baik untuk Kampung Ndresmo sendiri ataupun Surabaya.
Kampung Ndresmo di Masa kini
Pada masa kini, Ndresmo berada di wilayah perbatasan dua kecamatan, yaitu kecamatan Wonokromo dan Wonocolo. Dengan perubahan nama Sidosermo Dalam dan Sidoresmo Dalam. Keadaan masa kini Ndresmo juga tidak lepas dari hubungan Ndresmo dengan Ampel Denta. Salah satu peninggalan yang masih sangat tersorot adalah Masjid Agung Ali Akbar di Ndresmo Ndalem. Pondok pesantren yang ada di Ndresmo memang kebanyakan masih menggunakan metode tradisional atau kuno, seperti Al-Badar dan At-Taqowiyah.
Pondok Pesantren Al-Badar di masa kini juga memiliki peranan yang penting dalam perkembangan pendidikan Islam di Surabaya. Di Samping itu, Al-Badar memiliki beberapa kegiatan rutin, seperti membaca ratibul haddad setiap hari rabu dan asma badar setiap malam selasa dan jumat.
Ndresmo terus berkembang melahirkan para santri yang menjadi orang-orang hebat dan memiliki rasa perjuangan yang sangat teguh terhadap Agama Islam, seperti KH. Muhammad Nur pendiri Pondok Pesantren Langitan di Tuban yang merupakan murid dari KH. Abdul Qohar (pendiri Al-Badar) Meskipun berada di zaman yang modern, Kampung Ndresmo tetap berkembang dengan mempertahankan ajaran Islam atau kereligiusan sejak awal berdirinya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.