Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muh. Ikramullah

Pengalihan Fungsi Tradisi Uang Panai menjadi Sebuah Gengsi

Kultura | Tuesday, 11 Jun 2024, 00:18 WIB
sumber: Pinterest

Indonesia memiliki banyak keanekaragaman suku, budaya, adat, dan agama. Hal tersebut menjadikan suatu kegiatan berbeda-beda dan bervariasi tiap daerah salah satunya adalah perkawinan. Indonesia mengatur tentang perkawinan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 B ayat (1) “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah”. Maksud dari pernikahan yang sah adalah perkawinan menurut hukum tercatat dalam Kantor Urusan Agama (KUA). Jika perkawinan tidak sah dimata hukum dan hak-hak sebahai warga negara Indonesia tidak dijamin oleh negara.

Setiap suku memiliki caranya tersendiri dalam melakukan prosesi perkawinan secara adat. Di Sulawesi Selatan, ada sebuah tradisi menjelang perkawinan yang disebut uang panai. Uang panai merupakan sebuah bentuk penghargaan dari pihak laki-laki kepada perempuan yang dicintainya dan sanggup melakukan sesuatu yang menyenangkan istrinya termasuk uang panai. Namun, uang panai tidak boleh memberatkan bahkan menjadi beban bagi lelaki karena hakikanya keduanya akan menjadi sepasang suami-istri. Menurut Elvira (2014) uang panai awalnya terjadi pada masa kerajaan Bone dan Gowa-Tallo dimana seorang lelaki yang akan mempersunting perempuan dari keluarga kerajaan/bangsawan maka lelaki harus memberikan sesuatu untuk membuktikan bahwa dirinya mampu memberikan kebahagian dan kesejahteraan kepada istri dan anak-anaknya kelak.

Sompa (mahar) dan uang panai adalah dua hal yang sangat berbeda. Namun, orang di luar Sulawesi Selatan kadang menganggap bahwa uang panai dan mahar adalah dua hal sama. Sompa (mahar) adalah suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang dapat berupa uang atau pun harta sebagai syarat sah perkawinan menurut ajaran Islam. Uang panai adalah uang pemberian dari pihak laki-laki kepada perempuan sebagai biaya untuk prosesi pesta perkawinan (Avita, 2019). Penentuan besaran uang panai merupakan hasil diskusi antara kedua belah pihak. Namun, besaran uang panai bisa menjadikan batalnya sebuah rencana perkawinan karena tingginya permintaan besaran uang panai dari pihak perempuan. Hal ini dikarenakan adanya budaya siri na pacce sehingga pihak perempuan akan memberikan permintaan yang tinggi. Uang panai sering dihubungkan dengan harga diri seorang perempuan. Semakin tinggi nilai uang panai seorang perempuan maka dianggap semakin tinggi harga dirinya.

Besaran uang panai yang berlaku saat ini dipengaruhi oleh status sosial yang melekat pada orang yang akan melaksanakan pernikahan baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan, tingkat pendidikan, strata sosial, faktor kekayaan, faktor popularitas, Besaran uang panai dipengaruhi beberapa faktor. Faktor yang sangat mempengaruhi tingginya uang panai adalah adalah status sosial perempuan di kalangan masyarakat. Semakin tinggi status sosial perempuan maka semakin tinggi juga uang panai. Faktor pendidikan dan pekerjaan juga mempengaruhi tingginya uang panai dan apalagi jika orang tersebut berketurunan ningrat atau darah biru, semakin tinggi derajat semua status tersebut maka akan semakin tinggi pula permintaan uang panai-nya, tidak jarang banyak lamaran yang akhirnya dibatalkan kerena tidak terpenuhinya permintaan uang panai tersebut. Bahkan hal persyaratan utamanya atau menjadi pembahasan pertama pada pelamaran sebelum melangsungkan perkawinan adalah uang panai.

Makna uang panai sebenarnya menunjukkan penghargaan dan kerja keras seorang laki-laki. Dari sudut pandang budaya, uang panai memberikan pemahaman tentang arti dari kerja keras dan penghormatan. Namun, adanya perkembangan zaman sangat memengaruhi nilai uang panai. Hal tersebut menyebabkan makna sebenarnya dari uang panai telah terlupakan hingga berubah. Seiring perkembangan zaman, permintaan uang panai juga meningkat dari tahun ke tahun. Tingginya permintaan uang panai dari pihak perempuan salah satunya dipengaruhi oleh gengsi. Hal tersebut karena adanya budaya siri na pacce sehingga keluarga dari pihak perempuan menginginkan prosesi pernikahan yang mewah. Tingginya permintaan uang panai menyebabkan banyak problematika yang terjadi seperti adanya kasus silariang (kawin lari), hamil di luar nikah, dan perawan tua. Untuk meminimalisir dampak dari tingginya uang panai, masyarakat Sulawesi Selatan perlu mempertimbangkan permintaan besaran uang panai dengan hasil diskusi dari kedua belah pihak tanpa mengedapankan gengsi di kalangan masyarakat. Karena ke depannya kedua belah pihak akan menjalin sebuah ikatan kekeluargaan.

Referensi

Elvira, R. (2014). Ingkar Janji atas kesepakatan uang belanja (uang panai’) dalam perkawinan suku bugis Makassar. Unpublised Thesis, 1-107.

Avita, Nur. 2019. “Mahar Dan Uang Panaik Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Perkawinan Masyarakat Bugis Di Kabupaten Bone).” : Hal 27.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image