Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ellie Umi

Pendidikan Tinggi Bukanlah Kebutuhan Tersier

Sekolah | 2024-05-31 12:04:56

Belakangan ini, ramai diperbincangkan tentang adanya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang menaikkan biaya UKT atau Uang Kuliah Tunggal. Ini berhubungan dengan kisah Siti Aisyah yang saat ini viral, merupakan mahasiswi yang lulus UNRI jalur prestasi yang terpaksa mundur karena tak sanggup bayar UKT.

Banyaknya kritikan dari berbagai pihak, juga demo dari mahasiswa, Pemerintah melalui Kemendikbudristek memberikan tanggapan bahwa pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier, yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun yakni dari SD, SMP hingga SMA.

Dengan pemberlakuan UU PTN-BHMN (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Milik Negara) terutama sejak tahun 2000, negara bukannya menambah, tetapi justru memangkas anggaran biaya pendidikan tinggi. Lalu untuk menutupi kekurangannya itu, negara memberikan PTN dan kampus otonomi seluas-luasnya untuk mencari sumber dana sendiri. Salah satunya melalui regulasi penerimaan mahasiswa baru dengan menerapkan biaya tinggi, termasuk membuka jalur mandiri bagi calon mahasiswa yang mampu membayar mahal.

Inilah kebijakan zalim yang merampas hak banyak rakyat Indonesia untuk bisa masuk perguruan tinggi negeri, yang sejatinya kebijakan ini justru akan mengancam kualitas SDM rakyat dan sulit bersaing di dunia internasional.

Berbeda halnya dengan Islam. Islam adalah satu-satunya sistem kehidupan yang begitu kuat mendorong umatnya untuk meraih ilmu. Pendidikan dalam Islam bukanlah pilihan apalagi kebutuhan tersier, tapi pokok bahkan fardhu. Kewajiban meraih ilmu di antaranya ditetapkan berdasarkan sabda Nabi saw.:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Meraih ilmu itu wajib atas setiap Muslim (HR Ibnu Majah).

Dengan demikian pendidikan dalam Islam merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan bagi umat. Pendidikan telah diwajibkan oleh syariah juga kebutuhan vital untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan kaum Muslim, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia. Karena itu pendidikan dalam Islam bukanlah kebutuhan tersier atau kepentingan orang-orang kaya saja.

Adapun Islam sudah menetapkan sumber pembiayaan pendidikan sesuai dengan hukum syariah. Sumber ini bisa berasal dari sejumlah pihak: Pertama, warga secara mandiri. Artinya, individu rakyat membiayai dirinya untuk bisa mendapatkan pendidikan. Harta yang dikeluarkan untuk meraih ilmu akan menjadi pahala besar.

Kedua, infak atau donasi serta wakaf dari umat untuk keperluan pendidikan, baik sarana dan prasarana maupun biaya hidup para guru dan para pelajar. Islam mendorong sesama Muslim untuk menolong mereka yang membutuhkan.

Ketiga, pembiayaan dari negara. Dan bagian inilah yang terbesar. Syariah Islam mewajibkan negara untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan; pembangunan infrastruktur, menggaji pegawai dan tenaga pengajar, termasuk asrama dan kebutuhan hidup para pelajar.

Karena itu syariah Islam menetapkan bahwa negara memiliki sejumlah pemasukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Di antaranya dari pendapatan kepemilikan umum seperti tambang minerba dan migas. Negara dalam Islam juga masih mendapat pemasukan dari kharaj, jizyah, infak dan sedekah, dsb. Seluruhnya bisa dialokasikan untuk kemaslahatan umat, termasuk membiayai pendidikan.

Dengan menjalankan syariah Islam, termasuk menyelenggarakan pendidikan sebagai pelayanan untuk umat seluas-luasnya hingga jenjang yang tinggi, makan akan menjadikan umat ini sebagai kekuatan adidaya dan tidak bergantung apalagi ditekan oleh negara-negara lain seperti saat ini. Dan semua ini hanya bisa terwujud jika umat mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image