Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ardi Ivanop

Mengungkap Krisis Lingkungan di Balik Pulau Plastik

Edukasi | 2024-05-29 18:18:13

Film dokumenter “Pulau Plastik” karya sutradara Riri Riza mengangkat isu lingkungan yang mengkhawatirkan dan sering diabaikan: pencemaran plastik di laut. Dengan pendekatan visual yang menakjubkan dan narasi yang menggugah, film ini membawa penonton pada sebuah perjalanan mengerikan ke tengah-tengah samudera sampah di Laut Jawa, sebuah fenomena yang disebut “pulau plastik.” Melalui lensa kamera yang tajam, kita disuguhi adegan-adegan mengejutkan di mana ribuan ton sampah plastik terakumulasi di lautan, membentuk sebuah pulau sampah yang terus berkembang.

Gambar-gambar mengerikan ini menjadi pengingat nyata bahwa kebiasaan konsumsi dan pembuangan sampah yang tidak bertanggung jawab telah menciptakan krisis lingkungan yang mengancam kelangsungan hidup planet kita. Namun, yang lebih mengguncang adalah kisah-kisah dari masyarakat nelayan yang terkena dampak langsung dari polusi plastik ini. Kita melihat bagaimana mereka berjuang untuk mempertahankan mata pencaharian mereka di tengah lautan yang tercemar, dengan jaring-jaring yang tersangkut oleh tumpukan sampah plastik.

Adegan-adegan ini mengingatkan kita bahwa krisis ini tidak hanya berdampak pada satwa liar, tetapi juga mengancam kehidupan dan penghidupan manusia. Salah satu momen yang paling mengharukan adalah ketika seorang nelayan menunjukkan hasil tangkapannya yang hanya berisi sampah plastik. Dengan wajah penuh frustrasi, ia menceritakan bagaimana polusi plastik telah mengancam sumber penghidupannya dan bagaimana ia khawatir tidak dapat meninggalkan warisan yang baik untuk anak-anaknya.

Meskipun tema film ini suram, “Pulau Plastik” juga menawarkan secercah harapan dengan menampilkan upaya-upaya yang dilakukan oleh individu dan organisasi untuk mengatasi masalah ini. Kita melihat bagaimana masyarakat lokal berinisiatif untuk membersihkan pantai, serta langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dan organisasi non-profit untuk menangani krisis ini secara lebih luas. Salah satu adegan yang menginspirasi adalah ketika sekelompok relawan membersihkan pantai dari sampah plastik. Dengan semangat dan ketekunan, mereka berhasil mengumpulkan ton-ton sampah dan memberikan contoh nyata bahwa setiap tindakan kecil dapat membuat perbedaan besar dalam memerangi krisis lingkungan ini.

Melalui gambaran mengerikan pulau sampah plastik di Laut Jawa, film ini memberikan peringatan bahwa kebiasaan konsumsi dan pembuangan sampah yang tidak bertanggung jawab telah menciptakan situasi yang mengancam kelangsungan hidup ekosistem laut dan kehidupan manusia. Permasalahan yang diangkat dalam film ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia sangat rentan terhadap dampak polusi plastik di laut. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia setelah Cina.

Selain itu, film ini juga menunjukkan bagaimana sampah plastik membahayakan satwa laut, seperti penyu dan burung laut yang terjerat atau memakan plastik. Hal ini merupakan ancaman serius bagi keanekaragaman hayati laut Indonesia yang kaya dan terkenal di dunia. Pemerintah Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi polusi plastik, seperti pembatasan penggunaan kantong plastik dan kemasan plastik sekali pakai. Namun, upaya ini masih membutuhkan dukungan dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat untuk benar-benar efektif.

Film “Pulau Plastik” menjadi pengingat penting bahwa krisis lingkungan yang dihadapi Indonesia saat ini membutuhkan tindakan nyata dan kolektif dari semua pihak. Perubahan perilaku konsumsi dan pembuangan sampah yang lebih bertanggung jawab, serta upaya pembersihan dan pelestarian lingkungan laut harus menjadi prioritas utama untuk menghindari kerusakan yang lebih parah di masa depan.

Berdasarkan film tersebut dapat kita simpulkan bahwa masih banyak terdapat permasalahan yang terjadi karena penggunaan plastik yg sangat banyak,maka dari itu saya mengusulkan beberapa kebijakan yang dapat menggurangi polusi plastik:

1.Larangan Penggunaan Plastik Sekali Pakai Kebijakan ini melarang penggunaan kantong plastik, sedotan plastik, dan kemasan plastik sekali pakai di seluruh wilayah negara.Alasannya, Larangan ini dapat mengurangi jumlah sampah plastik yang berakhir di laut dan lingkungan. Film “Pulau Plastik” menunjukkan bahaya nyata dari sampah plastik sekali pakai yang mencemari lautan.

2. Pengembangan Infrastruktur Daur Ulang Plastik Kebijakan ini melibatkan investasi dalam fasilitas daur ulang plastik yang modern dan efisien di seluruh wilayah negara.Alasannya,salah satu penyebab utama krisis sampah plastik adalah kurangnya infrastruktur daur ulang yang memadai. Dengan meningkatkan kapasitas daur ulang, jumlah plastik yang berakhir di laut dapat dikurangi secara signifikan.

3. Program Edukasi dan Kampanye Publik Kebijakan ini melibatkan pelaksanaan program edukasi dan kampanye publik secara besar-besaran untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya sampah plastik.Alasannya, Film “Pulau Plastik” menyoroti pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak polusi plastik. Dengan edukasi dan kampanye yang efektif, masyarakat dapat berperan aktif dalam mengurangi konsumsi plastik dan membuang sampah dengan benar.

Dengan menerapkan kebijakan-kebijakan ini secara terintegrasi, Indonesia dapat mengambil langkah nyata dalam mengatasi krisis polusi plastik yang disorot dalam film “Pulau Plastik”. Kebijakan ini tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan laut, tetapi juga berdampak positif pada kehidupan masyarakat pesisir dan keberlanjutan sumber daya laut di masa depan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image