Status Nasab Anak di luar nikah dalam Perspektif Islam
Agama | 2024-05-14 07:08:06Pada dasarnya semua anak yang lahir di dunia ini berada dalam keaadaan yang suci dan tidak memiliki dosa turunan apapun baik itu dari segala perbuatan orang tuanya maupun orang lain,meskipun ia terlahir sebagai anak hasil zina (anak hasil dari perkawinan yang tidak sah). Anak pada umumnya (baik anak sah maupun anak di luar nikah menurut hokum memiliki hak-hak keperdataan yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang anak. Dalam Hukum Islam seoarang anak di luar nikah akan di anggap sebagai anak sah apabila anak tersebut lahir dalam waktu enam bulan atau 180 hari terhitung dari akad nikah kedua orangtuanya.Sedangkan anak di luar nikah yang lahir di luar ketentuan 180 hari dianggap sebagai anak di luar kawin. Nasab adalah hubungan kekerabatan yang di tentukan oleh garis keturunan atau pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah melalui akad pernikahan yang sah. Nasab memilki implikasi hokum dalam hal waris ,mahram, nafkah, dan lain-lain.Nasab juga merupakan salah satu hak asasi anak yang harus diakui dan dilindungi. Lalu, bagaimana dengan nasib nasab anak yang lahir di luar nikah? Apakah anak tersebut memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya?dan Bagaimana Hukum Waris dan nafkah bagi anak tersebut? Secara umum,Para Ulama Fiqih berbeda pendapat dalam menetukan nasab bagi anak di luar pernikahan.yaitu;Pendapat yang pertama : Anak di luar nikah tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya , walaupun ayang tersebut mengakuinya sebagai anaknya. Anak tersebut hanya akan mendapat nasab dari ibunya atau dari keluarga ibunya saja. Pendapat yang kedua yaitu: Anak di luar nikah memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya jika ayah tersebut mengakuinya dan terdapat bukti-bukti yang kuat. Anak tersebut juga memiliki nasab dari ibunya dan keluarga ibunya.Pendapat yang ketiga yaitu: Anak di luar nikah memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya jika ayah tersebut menikahi ibunya sebelum atau sesudah melahirkan anak tersebut, meskipun tanpa adanya bukti-bukti yang kuat. Anak tersebut juga memiliki nasab dari ibunya dan keluarga ibunya.Pendapat yang ke 4 yaitu:Anak di luar nikah memiliki hubungan nasab dengan ayahnya apabila ia lahir 6 bulan atau 180 hari terhitung dari akad nikah kedua orangtuanya.Sedangkan jika ia lahir kurang dari enam bulan atau 180 hari setelah akad kedua orangtuanya maka ia tidak memiliki hubungan nasab kepada ayah biologisnya.Adapun dampak hokum nasab anak di luar nikah dari segi waris, mahram, dan nafkah, yaitu;Waris :Anak di luar nikah hanya berhak mewarisi ibunya dan keluarga ibunya . Anak tersebut tidak berhak mewarisi ayah biologisnya atau keluarga ayah biologisnya. Kecuali jika ayah tersebut mengakuinya dengan akta pengakuan.Mahram : Anak di luar nikah hanya berhak menjadi mahrom bagi ibunya dan keluarga ibunhya.Anak tersebut tidak menjadi mahrom bagi ayah biologisnya atau keluarga ayah biologisnya, kecuali ia mendapatkan pengakuan dengan akta pengakuanNafkah :Anak di luar nikah hanya berhak mendaparkan nafkah dari ibunya atau dari keluarga ibunya saja.Anak tersebut tidak mendapakan nafkah dari ayahnya biologisnya atau keluarga ayah biologisnya ,kecuali jika ayah tersebut mengakuinya dengan akta pengakuan.Nasab anak di luar nikah merupakan masalah yang kompleks dan sesnsitif dalam Islam .Islam menghormati hak-hak anak sebagai makhluk Allah yang berharga dan berpotensi. Islam memberikan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur status nasab anak di luar nikah yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pengakuan hokum.
Referensi:-https://an-nur.ac.id/nasab-anak-di-luar-nikah-dalam-islam/ -https://sg.docworkspace.com/d/sIIr1l7bYAc_sibIG
.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.