Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

Terancam Krisis Listrik, Stop Swastanisasi!

Teknologi | Tuesday, 18 Jan 2022, 06:02 WIB

Terancam Krisis Listrik, Stop Swastanisasi!

Oleh: Dhevy Hakim

Awal tahun yang semestinya dipenuhi rasa optimisme dan semangat baru, tetapi di awal tahun 2022 ini masyarakat justru dibuat khawatir dengan adanya sejumlah berita. Belum ada kepastian mengenai kabar kenaikan tarif dasar listrik mulai Januari 2022, kini disusul pemberitaan adanya krisis listrik.

Di era revolusi industri 4.0 dimana aktivitas maupun informasi sangat tergantung pada teknologi maupun informasi digital menjadikan listrik saat ini seperti kebutuhan pokok. Ibarat nasi yang harus tersedia setiap jam makan, begitulah adanya listrik harus tersedia setiap saat.

Tidak dapat dibayangkan jika krisis listrik benar-benar terjadi, dunia seakan gelap bahkan berhenti. Pemadaman listrik beberapa menit saja, seringkali membuat pekerjaan terbengkalai. Air tidak bisa mengalir karena Sanyo mati, tidak bisa masak rice cooker nya mati, tidak bisa menyalakan lampu dll.

Batubara sebagai bahan bakar untuk menggerakkan generator sehingga menghasilkan listrik, menjadi bahan penting yang harus tersedia. Wajar saja jika adanya krisis listrik dikait-kaitkan dengan terjadinya krisis batubara. Benarkah demikian?

Pengusaha Tambang Biang Keladi

Memang benar batubara termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Lambat laun, jika dipergunakan terus menerus memang akan habis. Namun, jika menelisik hasil penelitian dari lembaga IESR (Institute for Essential Services Reform) faktor fundamental terjadinya krisis batu bara disebabkan adanya pelanggaran dari pelaku usaha penambang batu baru yang seharusnya memasok 25 % dari produksi. (4/1)

Disparitas harga batu bara membuat pelaku usaha lebih tergiur untuk mengekspor semua batu bara. Dengan harga ekspor yang menjanjikan, pelaku usaha batubara lebih memilih mengekspor batubara tanpa memperdulikan kewajiban mereka untuk mengirimkan seperempat dari produksinya untuk PLN.

Oleh karenanya penyebab fundamental terjadinya krisis listrik tidak dikarenakan menipisnya eksplorasi batubara, tetapi karena pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha tambang batubara. Dalam hal ini pelaku usaha tersebut adalah swasta yang masuk dalam lingkaran oligarki.

Harus Ada Solusi Tuntas

Menanggapi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menetapkan dalam menghadapi krisis batubara yang menerpa PT PLN (Persero). Yakni melalui transformasi PLN, mulai dari restrukturisasi direksi, membuat subholding Power Plant atau Pembangkit dan mendorong keberlanjutan transisi energi baru terbarukan (EBT) yang sejalan dengan komitmen zero emission 2060.

Rencana transformasi PLN dengan menggunakan energi baru terbarukan (EBT) patut diapresiasi, mengingat batubara memang pada masa yang akan datang lama-lama akan habis. Namun, jika menelisik penyebab fundamental terjadinya krisis listrik yakni defisitnya stok pemasokan batubara, maka solusi transformasi PLN bukan menjadi solusi.

Defisit pasokan batubara butuh solusi cepat dan segera. Seharusnya pelaku usaha batubara ditindak tegas melaksanakan kewajibannya untuk memasok hasil produksi tambngnya sebesar 25%. Di sisi lain pasca UU Omnibus Law, hawa keperpihakan pada swasta semakin besar

Oleh karenanya mengatasi hal tersebut butuh solusi tuntas. Batubara sebagai sumber energi, dalam pandangan Islam termasuk kepemilikan umum. Dalam konsep Islam, barang-barang yang termasuk kepemilikan umum maka negaralah yang berkewajiban mengelolanya kemudian hasilnya dikembalikan untuk kepentingan umat. Individu maupun swasta haram hukumnya untuk memilikinya. Kalaupun negara melibatkan swsata, hanyalah sebatas kontak kerja saja bukan pada posisi memilikinya.

Konsep Islam terkait energi inilah yang bisa mengatasi secara tuntas persoalan energi. Tidak mungkin menaruh harapan pada solusi kapitalisme saat ini. Kapitalisme akan senantiasa berhitung dalam hal keuntungan. Bahkan dengan sistem politik demokrasi yang diciptakan telah menyeret kompromistis antara pelaku usaha (pemilik modal) dalam hal ini oligarki dengan para penguasa. Akan senantiasa ada kong kalikong antara keduanya, buktinya kita sering mendengar istilah negara korporatokrasi.

Semoga krisis listrik segera teratasi. Ayo, stop swastanisasi!

Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image