Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arwen Sutanto Putra

Penerapan Data Sains Dalam Membantu Menganalisis Perubahan Iklim

Riset dan Teknologi | 2024-05-08 07:12:56
Perubahan Iklim dan Teknik Pemodelan untuk Memprediksi Iklim

Perubahan iklim sendiri sudah menjadi hal yang biasa terjadi dalam kehidupan di bumi ini. Namun seiring berjalannya waktu kondisi bumi sendiri menjadi semakin memprihatinkan, pemanasan global yang semakin menjadi. Sehingga suhu bumi mengalami peningkatan yang tinggi, sehingga perubahan iklim pada bumi menjadi tidak teratur. Oleh karena itu data berfungsi sebagai mata yang dapat digunakan para ilmuan untuk mengamati dan menafsirkan system iklim bumi.

Berbagai jenis data, seperti catatan suhu, sampe inti es, dan citra satelit. Dengan memeriksa data iklim dalam jangka waktu lama, para ilmuan dapat mengidentifikasi pola dan tren, seperti kenaikan suhu global atau perubahan pola curah hujan. Beberapa Teknik utama yang digunakan untuk pemodelan iklim diantaranya; NWP, GCM, RCM. NWP (Numerical Weather Prediction) atau Prediksi Cuaca Numerik, dengan memanfaatkan asimilasi data dan simulasi numerik.

NWP menghasilkan prakiraan cuaca jangka pendek. GCM (Global Climate Models) atau Model Iklim Global, model kompleks yang menggabungkan data sirkulasi udara, arus laut, karakteristik permukaan tanah, dan masih banyak lagi. Dengan mensimulasikan seluruh sistem iklim bumi. RCM (Regional Climate Models) atau Model Iklim Regional memberikan proyeksi iklim dengan resolusi lebih tinggi yang disesuaikan dengan wilayah tertentu. Ilmuan data mempertimbangkan topografi lokal dan penggunaan lahan untuk menyempurnakan output GCM agar sesuai dengan skala dan kondisi regional.

Peran Data Sains Dalam Prediksi Perubahan Iklim

Pengumpulan dan analisis data, pemodelan iklim, pemantauan dan prediksi, serta strategi pengurangan emisi. Merupakan peran data sains dalam prediksi iklim.

1. Pengumpulan dan Analisi Data: dengan mengumpulkan data yang mencakup catatan suhu, emisi gas rumah kaca, tren kelautan, dan masih banyak lagi. Ilmuan mengembangkan algoritma dan alat untuk memproses dan memahami data ini dan mengidentifikasi pola dan tren yang memberikan informasi mengenai penyebab dan konsekuensi perubahan iklim.

2. Pemodelan Iklim: berperan untuk melakukan pengembangan model iklim kompleks yang mensimulasikan system ilim bumi. Model tersebut membantu untuk memprediksi scenario-skenario iklim di masa depan dan digunakan untuk memahami potensi dampak perubahan iklim.

3. Pemantauan dan Prediksi: memungkinkan untuk pemantauan variabel iklim secara real-time, seperti suhu, permukaan laut, dan pola cuaca. Hal tersebut bisa menjadi peringatan awal yang dapat membantu masyrakat dalam menghadapi cuaca ekstrem.

4. Strategi Penguranan Emisi: membantu mengidentifikasi dan menilai sumber emisi dari berbagai sektor. Pengurangan Emisi juga sudah diterapkan didunia ini contohnya dalam sektor transportasi, dengan banyaknya kendaraan Listrik.

Pemantauan Perubahan Iklim

Pengamatan sistematis terhadap sistem iklim biasanya dilakukan oleh pusat meteorologi nasional dan badan khusus lainnya. Pada Indonesia sendiri ada BMKG (Badan Meteorlogi, Klimatologi, dan Geofisika), sedangkan pada lingkup dunia sendiri ada WMO (The World Meteorological Organisation) Mereka melakukan pengukuran dan pengamatan pada waktu dan tempat standar yang telah ditentukan, memantau atmosfer, lautan, dan sistem terestrial.

Karena semua sistem pemantauan nasional merupakan bagian dari jaringan global, maka sangat penting untuk menjaga konsistensi dalam cara melakukan pengukuran dan pengamatan. BMKG sendiri menginformasikan bahwa kondisi bumi akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, hal itu bukan hanya akan menjadi ancaman bagi Indonesia sendiri namun menjadi ancaman bagi dunia juga. "Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, akibat dari pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik industri yang tidak berkelanjutan, telah mendorong perubahan iklim pada kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya," ungkap Dwikorita dalam Rapat Nasional Prediksi Musim Kemarau 2024, Jumat (9/2/2024).

Badan Meteorologi Dunia (WMO) baru saja menyatakan bahwa tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,40 derajat Celcius di atas zaman pra industri. nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement tahun 2015 bahwa dunia harus menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celcius. Pada tahun 2023, terjadi rekor suhu global harian baru dan terjadi bencana heat wave ekstrem yang melanda berbagai kawasan di Asia dan Eropa[ii]. Berbeda dengan 2024, yang akhir akhir ini kita merasakan bahwa hujan di mana-mana dengan kondisi yang deras, dan lebat. Menurut bulletin BMKG sendiri menginformasikan dari bulan Maret 2024, 3 bulan kedepan akan terjadi curah hujan yang sangat tinggi.

Monitoring kejadian iklim ekstrem yang terjadi selama Maret 2024 di seluruh wilayah Indonesia menunjukkan kejadian curah hujan harian tertinggi sebesar 376 mm/hari yang terjadi di Stasiun Meteorologi Minangkabau, Sumatera Barat pada tanggal 8 Maret 2024. Suhu udara maksimum tertinggi 38,6°C terjadi di Stasiun Meteorologi Jayapura, Papua pada tanggal 28 Maret 2024. Suhu udara minimum terendah sebesar 13,4°C terjadi di Stasiun Meteorologi Silangit, Sumatera Utara pada tanggal 14 Maret 2024.

Kecepatan angin harian tertinggi 18 Knot terjadi di Stasiun Klimatologi Jawa Barat dan Stasiun Meteorologi Tanjung Harapan, Kalimantan Utara pada tanggal 6 dan 24 Maret 2024. Kelembapan udara terendah 61,25% tercatat di Stasiun Meteorologi Syukuran Aminuddin Amir, Sulawesi Tengah yang terjadi pada tanggal 10 Maret 2024.Pada bulan Mei hingga Juli 2024 mendatang, wilayah Indonesia umumnya diprakirakan mengalami curah hujan kategori menengah hingga tinggi.

Pada bulan Mei 2024, sejumlah 8,41% wilayah Indonesia diprakirakan mengalami curah hujan kategori rendah (0 –100 mm/bulan), 56,09% diprakirakan menengah (100 –300 mm/bulan) dan 35,50% diprakirakan mengalami curah hujan kategori tinggi hingga sangat tinggi (>300 mm/bulan). Pada bulan Juni 2024, sejumlah 14,94% wilayah Indonesia diprakirakan mengalami curah hujan kategori rendah, 69,74% diprakirakan menengah dan 15,32% diprakirakan tinggi hingga sangat tinggi. Sedangkan pada bulan Juli 2024, sejumlah 20,92% wilayah Indonesia diprakirakan mengalami curah hujan kategori 7 rendah, 61,44% diprakirakan menengah dan 17,64% diprakirakan tinggi hingga sangat tinggi

Source:

Data Science and Climate Change: Harnessing Data for Solutions (https://www.linkedin.com/pulse/data-science-climate-change-harnessing-solutions-aditya-singh-tharran-zbj2e/)

How Data Science Can Help Fight Climate Change (https://datascienceprograms.com/learn/how-data-science-can-help-fight-climate-change/)

Climate Change Monitoring (https://www.ctc-n.org/technologies/monitoring-technologies)

BMKG: Dampak Perubahan Iklim Makin Mekhawatirkan (https://www.bmkg.go.id/press-release/?p=bmkg-dampak-perubahan-iklim-makin-mengkhawatirkan&tag=press-release&lang=ID)

Buletin Informasi Iklim April 2024 (https://www.bmkg.go.id/iklim/buletin-iklim.bmkg)

Penulis : Arwen Sutanto Putra

Prodi : Teknologi Sains Data'23 Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image