Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Ketika Anak dan Istri Jadi Beban

Gaya Hidup | Tuesday, 23 Apr 2024, 10:14 WIB

Dilansir dari Suarasurabayamedia, 22 April 2024, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya sedang menangani kasus bayi usia lima hari yang dianiaya ayah kandungnya yang berinisial R (29).

Ida Widayati Kepala DP3APPKB Surabaya menyebut, R (29 tahun), ayah korban sudah diamankan polisi. Motiv R tega menganiaya buah hati yang baru berusia 5 hari ini selain tekanan ekonomi karena lama tidak mendapatkan pekerjaan juga merasa si anak bukan darah dagingnya. Dari kesaksian tetangga, sejak istrinya hamil usia 7 bulan R sudah kerap melakukan tindak kekerasan dengan menempeleng.

Kekerasan itu berlanjut pada anak pertama, kedua dan yang baru lahir. Bahkan bayi berusia 5 hari ini masih menikmati tempelengan sang ayah sebelum dilempar hingga mengalami luka lebam di sekujur tubuhnya. Beruntung setelah mendapatkan perawatan bayi itu dipastikan masih bisa pulih.

Sementara ibunya, juga diduga mengalami gangguan psikologis yang masih didalami. Seringkali ia sendiri mendapat lontaran kemarahan dari suami dianggap sebagai gara-gara menikahi dirinya suami tak bisa membeli rokok lagi. Kehidupan rumah tangga mereka memang bisa dibilang keras, kerja serabutan. Suami awalnya tukang antar galon keliling, sang istri tukang lipat kardus, namun lama kelamaan mereka kehilangan pekerjaan.

Resesi ekonomi membuat banyak perusahaan terpaksa gulung tikar. Tentulah pekerja seperti mereka yang bakal mendapat imbasnya, dengan pendidikan rendah dan ketrampilan seadanya mereka menjadi korban keadaan, terlebih tidak ada dukungan dari penguasa semakin membuat mereka terpuruk. Siapapun bisa jatuh depresi ketika tak melihat jalan terang sedikitpun di hadapannya.

Sebagai pelampiasan, tentulah pihak yang paling lemah dalam hierarki keluarga itu, yaitu anak. Jika dikaitkan bahwa sang ayah tak punya iman, bisa saja salah. Sebab iman kadang tak berhubungan dengan keputusan ketika tekanan lebih hebat menimpa dirinya. Iman seseorang bisa naik dan turun, maka sejatinya iman butuh situasi dan kondisi yang kondusif.

Kapitalisme Sekuler Cacat Sejak Lahir

Maka, bisa dikatakan kemiskinan, kebodohan adalah cacat bawaan lahir sistem kapitalisme, sebab asasnya sekuler yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini tak mengenal halal haram, bahkan arti kebahagiaan hanya dimanifestasikan dalam bentuk materi. Seperti hubungan ayah dengan ibu, ayah dengan anak, ibu dengan anak, kerabat dengan keluarga ini dan lain sebagainya adalah hubungan membahagiakan yang tak bisa diukur secara materi. Itu fitrah dalam diri manusia sebagai karunia Allah.

Yang dalam sistem kapitalisme dianggap tak ada. Kapitalisme adalah sistem yang berasal dari luar Islam, sistem ini sangat bertumpu pada kapital atau modal, siapa bisa menguasai modal dan akses-akses ke arahnya dengan mudah ialah penguasanya. Sementara negara hanya berfungsi sebagai regulator atau pengambil kebijakan, yang juga sudah bukan murni untuk maslahat rakyat melainkan kepentingan para pemodal tadi.

Kapitalisme sesungguhnya tak layak dijadikan sebagai sistem aturan. Sebab dari asasnya saja yang batil, jelas tak akan bisa memenuhi manusia mencapai kesejahteraannya. Bagaimana mungkin jika kekayaan hanya berputar pada orang-orang kaya saja? Apalagi mindsetnya adalah siapa kuat dia berkuasa. Main jauhlah rakyat dari menikmati kemakmuran.

Sumber daya alam yang melimpah di Indonesia ini pun sudah berpindah kepemilikan, inilah alasannya mengapa postur APBN kita hanya utang dan pajak. Setiap tahun pajak naik tarif berikut perluasan obyek pajaknya yang otomatis semakin membebani rakyat. Sebab kebutuhan asasi seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan yang seharusnya mudah diakses rakyat kini langka bahkan jika pun ada mahal.

Islam Solusi Keluarga Kuat

Boleh dikata keluarga adalah penyangga peradaban bangsa. Sebab dari para keluarga itu akan terlahir generasi terbaik. Pergeseran pemahaman tentang fungsi keluarga ini yang juga membuat tak banyak orang yang memilih berkeluarga. Di antaranya ide child free, larangan pemerintah untuk menikah muda, berteman dengan benefit, hidup membujang, biaya hidup yang mahal, Kungkungan keluarga yang mengedepankan adat budaya dan lainnya.

Padahal Islam mendorong setiap muslim atau muslimah yang mampu untuk menikah, jika tidak maka berpuasalah. Bukan tanpa sebab, menikah saja sudah dikatakan memenuhi setengah dari agama, artinya memang banyak kebaikan di dalamnya. Dalam Islam fungsi keluarga bukan semata melanjutkan generasi, tapi juga melahirkan generasi berkualitas yang sehat, mandiri dan bertakwa. Lebih utama lagi, melahirkan generasi yang cinta Allah dan RasulNya.

Bandingkan dengan generasi hari ini yang sukses menjadikan negara Indonesia sebagai penikmat pornografi tingkat ke-4 dunia dan ke-2 Nasional. Apakah ini yang akan kita beri amanah melanjutkan tingkat estafet peradaban? Ini adalah tugas yang berat, apalagi jika kedua orangtua tidak stabil, demikian pula dengan lingkungan.

Butuh perubahan yang revolusioner, agar keluarga kembali pada fungsi asalnya, dan menjadi Baitul jannati bagi anggota keluarganya. Tentu dengan mencabut kapitalisme dan menerapkan syariat dalam kehidupan sehari-hari. Hingga tiga pilar masyarakat yaitu keluarga, masyarakat dan negara bisa bersinergi menjamin ketentraman itu terwujud dan keluarga bisa mencapai tujuannya. Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image