Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alvira Nur Fitri

Strategi Lembaga Keuangan dalam Meningkatkan Literasi Keuangan Masyarakat

Edukasi | Tuesday, 09 Apr 2024, 08:15 WIB
Sumber: GajiGesa

Literasi keuangan adalah keterampilan penting untuk membuat keputusan keuangan yang cerdas, memahami dunia di sekitar kita, dan menjadi warga negara yang baik. Meningkatnya kompleksitas instrumen keuangan (termasuk instrumen baru seperti aset kripto), inflasi, dan peningkatan risiko (mulai dari perang di Ukraina hingga perubahan iklim) adalah beberapa alasan di balik semakin mendesaknya kebutuhan individu untuk melakukan investasi. Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang akan meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan finansial mereka. Rekomendasi OECD tentang Literasi Keuangan, yang diadopsi pada tahun 2020, mengakui kesejahteraan finansial sebagai tujuan akhir dari literasi keuangan.

Meskipun hal ini mendesak, tingkat literasi keuangan masih sangat rendah, bahkan di negara-negara yang pasar keuangannya sudah berkembang dengan baik dan masyarakatnya berpartisipasi aktif dalam pasar keuangan. Menurut survei literasi keuangan orang dewasa OECD terbaru, literasi keuangan masih rendah di banyak negara yang tergabung dalam blok G7 dan G20. Hal ini sejalan dengan temuan survei global mengenai literasi keuangan yang menunjukkan bahwa hanya segelintir negara yang memiliki peringkat tinggi dalam hal tingkat literasi keuangan yang sangat mendasar. Buta huruf finansial tidak hanya tersebar luas di kalangan masyarakat, namun hal ini juga sangat akut di beberapa sub-kelompok demografis yang sudah rentan secara finansial, seperti perempuan dan mereka yang berpenghasilan rendah dan memiliki tingkat pendidikan rendah. Tingkat literasi keuangan juga rendah di kalangan siswa sekolah menengah atas, hal ini menunjukkan bahwa generasi dewasa berikutnya tidak memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi tantangan dan perubahan yang ada di depan mereka. Menurut gelombang terbaru Program OECD untuk Penilaian Siswa Internasional (PISA), di beberapa negara G7, seperti Italia, sekitar 20 persen siswa tidak memiliki kemahiran dasar dalam literasi keuangan. Di negara lain, seperti Peru atau Brazil, proporsinya lebih dari 40 persen.

Banyak penelitian yang telah dilakukan sejauh ini, mulai dari mengukur literasi keuangan hingga menilai efektivitas program pendidikan keuangan hingga mengevaluasi hubungan antara literasi keuangan dan perilaku serta dampak literasi keuangan terhadap individu serta perekonomian makro. Literasi keuangan adalah kondisi untuk fondasi kesehatan finansial. Hal ini mempersiapkan individu dengan pengetahuan dasar yang mereka perlukan untuk membuat keputusan terbaik sesuai dengan keadaan masing-masing. Literasi keuangan tidak hanya bermanfaat bagi individu dalam perjalanan keuangan mereka, namun juga bermanfaat bagi lembaga keuangan karena nasabah yang memiliki informasi lebih baik sering kali merupakan nasabah yang lebih baik dan lebih aktif.

Meski demikian, pentingnya literasi keuangan tidak membuat masyarakat Indonesia lantas mengerti, memahami, dan mempelajarinya. Masyarakat Indonesia seakan tidak siap dengan pengetahuan dan keterampilan penting yang mereka perlukan untuk bertahan hidup secara finansial, sehingga menimbulkan masalah serius bagi individu dan lembaga keuangan. Faktanya, peringatan tersebut kini semakin berbunyi seiring dengan semakin menurunnya literasi keuangan dalam lingkungan masyarakat Indonesia. Penurunan literasi keuangan ini terjadi meskipun terdapat peningkatan program pendidikan keuangan dalam beberapa tahun terakhir, banyak di antaranya dipelopori oleh lembaga keuangan dan pemimpin bisnis yang cerdas. Meskipun inisiatif ini sering kali memberikan nilai baik bagi individu. Namun, jelas bahwa program-program tersebut dalam bentuk yang ada saat ini gagal memberikan dampak yang berarti terhadap krisis literasi keuangan secara keseluruhan. Hal ini mungkin mengecewakan bagi kita yang sudah terbebani oleh tugas berat untuk menyelesaikan krisis literasi keuangan. Namun alih-alih memberikan peringatan, organisasi dapat menargetkan ulang program pendidikan keuangan mereka untuk mengatasi permasalahan yang paling signifikan dan memberikan dampak yang bermakna dan terukur. Beberapa cara yang mungkin bisa diterapkan lembaga keuangan untuk meningkatkan literasi keuangan bagi masyarakat Indonesia:

1. Targetkan Subjek Tertentu

Meskipun penting untuk memberikan pendidikan keuangan yang komprehensif tentang berbagai topik untuk memberdayakan komunitas, ada beberapa bidang umum yang cenderung sulit dihadapi oleh orang-orang di bidang keuangan. Saat mengukur bidang literasi keuangan fungsional, orang mendapat skor terendah ketika diuji pada kategori investasi, asuransi dan pemahaman risiko. Angka-angka ini tidak hanya menunjukkan perlunya perhatian pendidikan khusus terhadap ketiga topik tersebut, namun tren eksternal yang lebih besar juga menunjukkan hal yang sama. Misalnya, peningkatan investasi ritel memerlukan peningkatan fokus pada pendidikan investor dan kemungkinan terjadinya resesi mengharuskan konsumen untuk memiliki pemahaman risiko yang lebih baik. Saat lembaga keuangan menentukan prioritas program literasi keuangan, penting untuk menekankan subjek tertentu untuk mengatasi krisis literasi keuangan.

Cara terbaik untuk menemukan subjek yang memerlukan perhatian komunitas adalah dengan mengirimkan survei dan menganalisis data internal. Survei membantu mengumpulkan data sikap dan mengukur persepsi masyarakat terhadap perilaku keuangan mereka. Menanyakan topik yang paling diminati atau paling tidak diyakini orang dapat membantu lembaga keuangan membentuk subjek yang lembaga keuangan tekankan. Lebih lanjut, membandingkan data survei dengan data internal mengenai perilaku keuangan aktual masyarakat dapat memperdalam wawasan dan memberikan keuntungan dalam menentukan langkah terbaik selanjutnya untuk komunitas lembaga keuangan.

2. Fokus pada Orang

Setiap orang berhak mendapatkan akses terhadap pendidikan keuangan, namun ada orang yang lebih membutuhkannya dibandingkan orang lain. Beberapa orang mungkin jauh lebih buruk pada survei literasi keuangan. Hal ini bukan karena mereka pada dasarnya kurang cerdas atau kurang mahir secara finansial, namun karena mereka secara historis dan sistematis kurang memiliki akses terhadap pendidikan keuangan pribadi. Salah satu bagian terbesar dalam menyelesaikan krisis literasi keuangan adalah menutup kesenjangan ini. Penting bagi inisiatif literasi keuangan sebuah lembaga keuangan untuk menekankan pemberian pendidikan kepada kelompok minoritas. Salah satu strateginya adalah bermitra dengan organisasi lain, seperti organisasi nirlaba yang berfokus pada perempuan, POC atau Gen Z, untuk lebih melibatkan kelompok-kelompok yang kurang terwakili ini. Memasangkan program pendidikan keuangan dari suatu lembaga keuangan dengan penjangkauan komunitas yang ditargetkan dapat membantu menutup kesenjangan literasi keuangan antar ras, gender, dan usia. Ini adalah salah satu upaya paling signifikan yang dapat lembaga keuangan lakukan dalam program meningkatkan literasi keuangan karena program ini menargetkan kelompok yang paling membutuhkan literasi keuangan.

3. Mengutamakan Hasil Pembelajaran

Literasi keuangan bukan tentang lulus ujian, ini tentang menyiapkan orang untuk sukses dalam hidup. Saat suatu lembaga mempertajam program pendidikan keuangan, lembaga tersebut dapat berfokus pada hasil perilaku. Lembaga dapat merancang kurikulum yang berorientasi pada tindakan yang memberikan insentif kepada masyarakat untuk mengambil tindakan yang mengarah pada stabilitas dan kesejahteraan jangka panjang. Misalnya, daripada sekadar memberi tahu pelajar untuk “memiliki dana darurat”, bantulah mereka memahami cara menghitung apa yang mereka perlukan dalam dana darurat dan langkah apa yang perlu mereka ambil untuk menabung uang tersebut.

4. Meningkatkan Literasi Melalui Sosial Media

Platform media sosial telah mendapatkan popularitas luar biasa dalam beberapa tahun terakhir dan kini menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Dengan lebih dari 3,8 miliar pengguna aktif di seluruh dunia, media sosial adalah alat yang ampuh untuk berkomunikasi dan berbagi informasi. Platform media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, LinkedIn, dan YouTube telah merevolusi cara orang berinteraksi satu sama lain dan telah menjadi sumber informasi utama bagi individu. Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan media sosial di sektor keuangan meningkat secara signifikan. Lembaga keuangan maupun individu memanfaatkan media sosial untuk mendidik, mempromosikan, dan menjual produk dan layanan keuangan. Tren ini menyebabkan munculnya istilah baru yang disebut “literasi keuangan media sosial”.

Media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk mempromosikan literasi keuangan. Platform media sosial memberikan kesempatan bagi lembaga keuangan untuk berinteraksi dengan nasabah dan memberikan pendidikan keuangan. Platform media sosial memungkinkan lembaga keuangan menyebarkan informasi tentang produk dan layanan keuangan dan nasabah dapat mengajukan pertanyaan dan menerima tanggapan langsung. Komunikasi interaktif ini dapat membantu individu lebih memahami produk dan layanan keuangan serta mengambil keputusan yang tepat. Selain itu, media sosial dapat membantu individu mengakses sumber daya pendidikan keuangan. Banyak lembaga keuangan, lembaga pemerintah, dan organisasi nirlaba menawarkan sumber daya pendidikan keuangan melalui platform media sosial. Media sosial dapat membantu individu mengakses sumber daya ini dan mempelajari topik keuangan, seperti penganggaran, investasi, dan pengelolaan utang. Selain itu, media sosial juga dapat membantu individu terhubung dengan rekan kerja dan pakar yang dapat memberikan nasihat dan bimbingan keuangan. Platform media sosial memungkinkan individu untuk bergabung dengan kelompok dan komunitas yang berfokus pada pendidikan keuangan dan terhubung dengan pakar keuangan. Koneksi ini dapat membantu individu mempelajari topik keuangan dan mendapatkan saran dari para ahli.

Penulis: Alvira Nur Fitri

Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya

Referensi:

Kaiser, T., Lusardi, A., Menkhoff, L., and Urban, C.. 2022. “Financial education affects financial knowledge and downstream behaviors.” Journal of Financial Economics 145: 255–272.CrossRefGoogle Scholar

Klapper, L. and Lusardi, A.. 2020. “Financial literacy and financial resilience: Evidence from around the world. Financial Management Autumn 49: 589–614.CrossRefGoogle Scholar

Lo Prete, A. 2013. “Economic literacy, inequality and financial development.” Economics Letters 118: 74–76.CrossRefGoogle Scholar

Lusardi, A. 2015. “Financial literacy skills for the 21st century: Evidence from PISA.” Journal of Consumer Affairs 49: 639–659.CrossRefGoogle Scholar

Lusardi, A. and Mitchell, O.S.. 2014. “The economic importance of financial literacy: Theory and evidence. Journal of Economic Literature 52: 5–44.CrossRefGoogle ScholarPubMed

OECD. 2020a. Recommendation of the Council on Financial Literacy, OECD/LEGAL/0461. https://legalinstruments.oecd.org/en/instruments/OECD-LEGAL-0461 Google Scholar

OECD. 2020b. International Survey of Adult Financial Literacy. Paris: OECD. https://www.oecd.org/financial/education/oecd-infe-2020-international-survey-of-adult-financial-literacy.pdf Google Scholar

Shyam Pradheep, 2023, “How Financial Institutions Can Improve Their Financial Literacy Initiatives”, diakses dari forbes.com, tanggal 1 April 2024.

[1] OECD. 2020a. Recommendation of the Council on Financial Literacy, OECD/LEGAL/0461. https://legalinstruments.oecd.org/en/instruments/OECD-LEGAL-0461 Google Scholar

[2] OECD. 2022b. Policy Handbook on Financial Education in the Workplace: OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/b211112e-en.Google Scholar

[3] Lo Prete, A. 2013. “Economic literacy, inequality and financial development.” Economics Letters 118: 74–76.

[4] Lusardi, A. 2015. “Financial literacy skills for the 21st century: Evidence from PISA.” Journal of Consumer Affairs 49: 639–659.

[5] Shyam Pradheep, 2023, “How Financial Institutions Can Improve Their Financial Literacy Initiatives”, diakses dari forbes.com, tanggal 1 April 2024.

[6] Klapper, L. and Lusardi, A.. 2020. “Financial literacy and financial resilience: Evidence from around the world. Financial Management Autumn 49: 589–614.

[7] Kaiser, T., Lusardi, A., Menkhoff, L., and Urban, C.. 2022. “Financial education affects financial knowledge and downstream behaviors.” Journal of Financial Economics 145: 255–272.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image