Chemistry Kemelekan Keuangan dan PPN pada Generasi Z
Hukum | 2024-03-28 13:36:03Literasi keuangan atau kemelekan memiliki peran yang penting dalam kehidupan setiap orang, termasuk mahasiswa. Hal ini diperlukan karena melek keuangan menggambarkan bagaimana seseorang mengelola kepentingan finansial mereka agar dapat mencapai kesejahteraan yang maksimal. Selain itu, kemampuan ini dibutuhkan semua orang agar dapat mengelola keuangan pribadi dan menghindari masalah keuangan, seperti terlilit hutang misalnya. Otoritas Jasa Keuangan menggambarkan bahwa “literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan, yang mempengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan.”
Survey OJK dalam Survey Nasional Literasi Keuangan tahun 2016, indeks Literasi Keuangan pada responden usia 18-25 tahun adalah 32,1%, untuk lulusan SMA adalah 38,2%, dan untuk pelajar/mahasiswa adalah 23,4%. Indeks ini mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia yang berada pada level mahasiswa masih memiliki pengetahuan tentang pengelolaan keuangan yang masih relatif rendah. Hal ini akan memberikan dampak terhadap keputusan keuangan yang akan mereka ambil, misalnya pengeluaran konsumsi yang boros, pembelian barang-barang yang tidak dibutuhkan, penggunaan kartu kredit/ATM yang kurang bijaksana, maupun defisit keuangan di akhir bulan. Ditambah lagi, mereka adalah kelompok masyarakat tertentu yang menjadi pasar potensial bagi banyak perusahaan.
Penerimaan pajak menempati porsi yang terbesar dalam pendapatan negara Indonesia dibandingkan jenis penerimaan lain, yaitu penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan hibah. Dari total pendapatan sebesar Rp1.633,6 triliun pada tahun 2020, kontribusi pajak adalah Rp1.069,97 triliun yang setara dengan 62,95% (Direktorat Jenderal Pajak, 2021). Hal ini menunjukkan pentingnya peran pajak dalam pembangunan Indonesia. Tingkat kepatuhan pajak yang tinggi pada wajib pajak akan diikuti oleh peningkatan jumlah penerimaan pajak, begitu juga sebaliknya.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi suatu barang maupun jasa. Menurut UU Nomor 42 tahun 2019, PPN adalah pajak dari suatu konsumsi barang maupun jasa yang dilakukan di wilayah Indonesia, baik darat, laut maupun udara, secara bertingkat pada semua level produksi dan distribusi. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya semua barang yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia akan dikenakan pajak. PPN tersebut sebanding dengan perilaku konsumsi masyarakat. Apabila konsumsi masyarakat meningkat, PPN akan turut meningkat.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA) menentukan beberapa jenis generasi. Generasi Y merupakan penduduk yang lahir antara tahun 1980 sampai dengan 2000. Sebelumnya ada generasi X yang lahir pada tahun 1960 sampai dengan 1980. Generasi sebelum generasi X adalah generasi Baby Boom yang lahir pada masa akhir perang dunia kedua, yaitu lahir dari 1946-1960. Generasi paling tua di Indonesia adalah generasi veteran/silent generation/tradisional yang lahir sebelum 1946. Generasi yang lahir setelah generasi Y adalah generasi Z yang lahir dari 2001-2010. Generasi ini adalah peralihan dari generasi Y ketika teknologi semakin pesat berkembang. KemenPPPA menyebut bahwa generasi Z memiliki pola pikir yang serba instan.
Individu yang memiliki literasi keuangan yang cukup, mereka akan cenderung berperilaku tidak konsumtif. Namun demikian, pengaruh literasi pajak (terutama PPN) terhadap perilaku konsumtif belum diteliti di Indonesia. Mengingat Tingkat konsumtif masyarakat mempengaruhi jumlah penjualan barang di Indonesia, serta dampak perubahan penjualan mempengaruhi jumlah PPN yang dipungut pemerintah, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui apakah pengetahuan dan pemahaman tentang PPN dapat mempengaruhi perilaku konsumtif Masyarakat. Apabila ternyata ada pengaruhnya, pemerintah dapat menyiapkan regulasi yang tepat, misalnya tarif PPN naik atau turun, untuk menyikapi tingkat literasi terhadap PPN dari masyarakat.
Jika mengacu pada regulasi, idealnya Gen Z sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Dirjen Pajak PER-04/PJ/2020, batas usia seseorang memiliki NPWP adalah minimal 18 tahun. Memang, usia bukan ukuran Tunggal seseorang memiliki NPWP dan membayar pajak. Namun, meski tidak memiliki NPWP karena batasan usia tadi, seseorang tetap bisa menjalankan kewajiban perpajakannya. Kewajiban pembayaran pajak seseorang yang berusia di bawah 18 tahun bisa dilakukan menggunakan NPWP orang tuanya. Selain itu, gaya hidup Gen Z yang dinilai konsumtif penting bagi perputaran kegiatan ekonomi dan penerimaan pajak. Dengan tingkat konsumsi masyarakat yang besar, akan berbanding lurus dengan penerimaan dari sisi Pajak Pertamban Nilai (PPN).
Berdasarkan pada sebuah survei global 2022 tentang gen Z dan milenial, gaji bukan pertimbangan utama dalam keputusan memilih pekerjaan. Sebanyak 32% responden gen Z dan 39% milenial menyatakan work life balance menjadi pertimbangan mereka bekerja di perusahaan saat ini. Selain itu, mash berdasarkan pada survei tersebut, prioritas mereka adalah kesempatan belajar atau bekerja untuk mengembangkan diri. Setelah itu, mereka baru mempertimbangkan gaji yang tinggi atau keuntungan finansial lainnya saat bekerja. Oleh karena itu, pemerintah perl menyusun rencana optimalisasi penerimaan pajak berdasarkan pada basis pemajakan sesuai dengan karakteristik generasi yang akan dominan. Salah satu jenis pajak yang dapat diharapkan berkesinambungan adalah pajak penghasilan (PPh) orang pribadi.
Dengan demikian, Literasi Keuangan dan PPN memiliki pengaruh negative dan signifikan terhadap Perilaku Konsumtif generasi Z. Halini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi Tingkat literasi keuangan, perilaku konsumtif mahasiswa akan semakin rendah. Hubungan yang negatif tersebut juga menunjukkan bahwa semakin tinggi literasi keuangan, PPN atas konsumsi akan menurun pada tingkat tertentu. Mahasiswa diharapkan dapat berinvestasi sesuai kemampuan agar mendapatkan penghasilan di masa depan. Misalnya, pembelian barang-barang yang tidak dibutuhkan dikurangi agar mempunyai tabungan untuk membeli saham atau reksa dana.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.