Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ali Efendi

Mengajak Mulut Puasa Bicara

Agama | Tuesday, 12 Mar 2024, 09:58 WIB
Ilustrasi Menjaga Lisan Saat Berpuasa (Sumber Gambar: Yufid TV Youtube)

Setahun menunggu bulan Ramadhan 1445 H akhirnya tiba, umat Islam di penjuru dunia menyambut dengan suka cita. Ramadhan sebagai bulan mulia memiliki banyak keistimewaan di dalamnya, selain perintah wajib menjalankan ibadah puasa. Banyak juga amalan yang disunnahkan oleh Rasulullah, apabila dilaksanakan dengan penuh keikhlasan akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT.

Kesempatan yang baik dan terjadi hanya satu tahun sekali senantiasa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya bagi pemburu kebaikan (sabiqum bil khairat). Namun demikian, umat Islam harus berhati-hati jangan sampai amalan yang baik di bulan Ramadhan menjadi sia-sia khususnya puasa. Hal ini telah diingatkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana dalam hadits yang artinya:

“Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga” (HR. Ath-Thabrany). Sedangkan Imam An-Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan lebih lengkap, artinya; “Betapa banyak orang yang bangun malam, namun tidak mendapatkan pahala kecuali hanya bangun malamnya saja”.

Makna hadits di atas bukan secara fisik, tetapi makna secara hakiki dan subtantif. Seseorang tetap menjalankan ibadah puasa tetapi di sisi lain seorang melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama, maka dapat mengurangi pahala puasa yang sesunggunya.

Ada beberapa perbuatan yang bisa merusak amal ibadah puasa sebagai hadits dari Anas ra, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya; “Ada 5 perkara yang bisa membatalkan pahala orang puasa, yaitu; berdusta, berghibah, mengadu domba, bersumpah palsu, dan memandang dengan syahwat” (HR. Dailami).

Empat di antara lima perbuatan sebagaimana hadits di atas berkaitan dengan mulut atau lisan (pembicaraan atau berbicara) yang berdampak terhadap kualitas ibadah puasa. Jadi terdapat korelasi antara kualitas ibadah puasa seseorang dengan menjaga pembicaraan dan perkataan yang baik dan sopan.

Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya yang berarti; “Puasa bukan hanya makan dan minum saja, tetapi puasa adalah menahan menahan diri dari perkataan yang sia-sia dan kata-kata yang kotor” (HR. Ibnu Huzaimah). Maka seseorang yang sedang berpuasa seharusnya mampu menjaga lisan agar senantiasa berkata baik atau lebih diam.

Hal tersebut sesuai dengan makna puasa secara etimologi berasal dari kata siyam sinonim dengan kata imsak (bahasa Arab) adalah menahan. Jadi tidak hanya menahan diri dari sesuai yang membatalkan puasa (seperti; makan, minum, dan bersetubuh bagi suami istri di siang hari), tetapi menahan perkataan dan ucapan yang kotor.

Puasa bicara pernah dipraktikkan Sayyidah Maryam ketika mengahadapi Bani Israil yang pandai bersilat lidah atau suka menghina utusan Allah, maka ia melakukan puasa bicara (tidak banyak bicara) sebagaimana yang diabadikan Allah dalam QS. Maryam (19) ayat 26, artinya:

“Maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakannlah; Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang pada hari ini”.

Pengertian puasa bicara bukan berarti tidak berbicara kepada orang lain atau tidak berkomunikasi dengan masyarakat, tetapi tetap berbicara yang diperlukan saja dan senantiasa menjaga pembicaraan yang kurang baik. Menjaga lisan sesunggunya sangat berat dan kelihatan sepele, namun sangat berat dilakukan.

Sebagaimana dalam pepatah Arab; “Salaamatul insaan fii hifdzil lisaan”, artinya; keselamatan manusia tergantung menjaga menjaga lisannya. Maka menjaga ibadah puasa agar tetap berkualitas merupakan keharusan, karena godaan ibadah puasa ada pada diri seseorang dengan menjaga lisannya.

Semoga Allah senantiasa menjaga lisan kita sehingga mampu menahan perkataan dan ucapan yang bisa mengurangi amal ibadah puasa Ramadhan tahun 1445 H. Amin Yaa Rabbal ‘Alamin (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image