Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Puasa Syariat, Puasa Hakikat

Agama | Monday, 11 Mar 2024, 08:00 WIB
Dokumentasi pribadi

Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie

(Founder Edu Sufistik)

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, dalam kitabnya sirr al-asrar, mengkritik orang-orang yang beribadah hanya pada dimensi eksoteris (syariat), namun melupakan dimensi esoteris (hakikat). Padahal, hanya dengan memadukan keduanya, kita akan sampai pada kesejatian ibadah.

Sebagai contoh, dalam surat Al-‘Ankabut ayat 45 ditegaskan bahwa shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Ini tidak akan dicapai dengan shalat pada dimensi syariat, melainkan harus masuk pada dimensi hakikat. Barulah ayat tersebut akan “bunyi” dalam kehidupan.

Oleh karena itu, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menasehati, setelah benar pada dimensi syariat dalam beribadah, mari naik pada dimensi hakikat agar sampai pada penghambaan sejati kepada Allah. Pada tulisan ini, penulis akan membahas puasa syariat dan hakikat berdasarkan penjelasan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Semoga menjadi perbekalan kita dalam menjalani puasa Ramadhan tahun ini.

صوم الشريعة أن يمسك عن المأكولات والمشروبات وعن الوقاع فى النهار. وصوم الشريعة مؤقت.

Puasa syariat adalah menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan suami istri pada siang hari. Puasa syariat berbatas waktu (dari terbit fajar sampai terbenam matahari dan selama Ramadhan).

وأما صوم الحقيقة فهو أن يمسك جميع أعضائه عن المحرمات والمناهي والذمائم ظاهرا وباطنا ليلا ونهارا. وصوم الحقيقة مؤبد فى جميع عمره.

Sementara, puasa hakikat adalah menahan seluruh anggota badan dari hal-hal yang diharamkan, dilarang, dan berbagai penyakit hati, baik zhahir maupun batin, pada siang dan malam hari. Puasa hakikat berlangsung selamanya sepanjang usia kita.

وقال أهل الشريعة المراد من الإفطار: الأكل عند غروب الشمس. ومن الرؤية: رؤية الهلال يوم العيد.

Menurut ahli syariat, berbuka puasa adalah makan saat terbenam matahari. Adapun yang dimaksud dengan rukyat adalah melihat bulan pada malam hari raya.

وقال أهل الحقيقة الإفطار: عند دخول الجنة بالأكل مما فيها من النعيم. والمراد بالرؤية: رؤية الله تعالى يوم القيامة بنظر السر معاينة.

Sementara, menurut ahli hakikat, berbuka puasa adalah ketika masuk surga dan menikmati berbagai kenikmatan yang ada di dalamnya. Adapun yang dimaksud dengan rukyat adalah melihat Allah pada hari kiamat dengan pandangan sirr yang terang.

للصائم فرحتان: فرحة عند فطره، وفرحة عند لقاء ربه. (رواه البخارى ومسلم)

Kebahagiaan orang yang berpuasa syariat adalah saat berbuka puasa. Sementara, kebahagiaan orang yang berpuasa hakikat adalah ketika berjumpa dengan Tuhannya.

Oleh karena itu, adakah puasa yang kita lakukan menumbuhkan rasa rindu dalam hati ingin berjumpa dengan Allah? Jika belum ada rasa itu, berarti puasa kita masih pada dimensi syariat.

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menjelaskan lebih dalam lagi,

وأما الصوم الحقيقة فهو إمساك الفؤاد عن محبة ماسوى الله تعالى وإمساك السر عن محبة مشاهدة غير الله كما قل الله تعالى فى الحديث القدسى: الإنسان سري وأنا سره. والسر من نور الله تعالى فلا يميل الى غير الله تعالى وليس له سوى الله تعالى محبوب ومرغوب ومطلوب فى الدنيا وفى الأخرة. فإذا وقعت فيه محبة غير الله فسد صوم الحقيقة فله القضاء صومه وهو أن يرجع الى الله تعالى ولقائه، وجزاء هذا الصوم لقاء الله تعالى فى الأخرة.

Puasa hakikat adalah mencegah hati dari mencintai selain Allah dan getar rasa dari memusatkan perhatian kepada selain Allah, sebagaimana firman Allah dalam hadis qudsi (hadis yang secara makna dari Allah, disampaikan dengan redaksi Nabi), “Manusia adalah sirr-Ku dan aku adalah sirr-nya.”

Sirr adalah sebagian cahaya Allah yang menyebabkan seseorang yang telah diberikan sirr tidak akan memalingkan perhatiannya kepada selain Allah. Baginya tidak ada yang dicintai, diharapkan, didamba di dunia dan akhirat selain Allah.

Apabila terdapat cinta kepada selain Allah, maka batal puasa hakikatnya. Karenanya, ia harus meng-qadha puasanya dengan cara bertobat kepada Allah dan menemui-Nya. Balasan bagi puasa hakikat adalah perjumpaan dengan Allah di akhirat.

كلّ عمل ابن آدم يضاعف الحسنة عشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف، قال اللّه عزّ وجلّ : إلّا الصّوم فإنّه لي وأنا أجزي به. (رواه مسلم)

Menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, yang disebut pada hadis qudsi di atas adalah puasa pada dimensi hakikat. Bahwa puasa yang murni hanya ditujukan kepada-Nya, tidak sebatas puasa syariat, yang layak disebut dengan ungkapan puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.

Bagaimana mungkin puasa pada dimensi syariat, yang masih rentan tercemari dengan maksiat dan penyakit hati, disebut dengan ungkapan puasa itu untuk-Ku? Tidaklah mungkin. Mestilah yang dimaksud adalah puasa pada dimensi hakikat. Karena itulah, Allah merahasiakan balasannya. Dan, hanya orang-orang yang mengenal Allah (berpuasa pada dimensi hakikat) yang dapat menangkap maksud firman-Nya. Karena, mereka telah memperoleh pancaran sirr Allah. Wallaahu a’lam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image