Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hamdani

Tgk Fauzi Saleh, Guru Besar UIN Ar-Raniry Ungkap Keteladanan Nabi Yahya as dalam Khutbahnya

Agama | Friday, 14 Jan 2022, 16:05 WIB
Guru besar UIN Ar-Raniry Prof. Dr. Fauzi Saleh, Lc MA sebagai khatib Jumat di Masjid Babul Maghfirah, Jumat, 14/1/2022. (Foto Syaifuddin)

Aceh Besar - Guru besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof. Dr. Tgk Fauzi Saleh, Lc, MA menjadi khatib pada pelaksanaan shalat Jumat di Masjid Babul Maghfirah, Gampong Tanjung Selamat, Jumat, 14/01/2022.

Profesor Ilmu Fiqih tersebut menyampaikan beberapa poin penting dalam tausiyahnya tentang ketauladanan Nabi Yahya as yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup sehari-hari.

Ustadz Fauzi Saleh, begitu biasa dipanggil, mengisahkan kehidupan dan kepribadian Nabi Yahya as sosok yang memiliki keistimewaan di dunia dan akhirat.

Nabi Yahya merupakan anak Nabi Zakaria as. Kelahiran Yahya ketika usia ayahnya yang secara logika tidak mungkin lagi mempunyai keturunan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"(Allah berfirman), "Wahai Zakaria! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya." (QS. Maryam 19: Ayat 7)

Namun Nabi Zakaria bertanya kepada Allah, bagaimana bisa memiliki anak mengingat istri seorang yang mandul dan ia sendiri usianya yang telah lanjut.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Dia (Zakaria) berkata, "Ya Tuhanku, bagaimana aku akan mempunyai anak, padahal istriku seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai usia yang sangat tua?" (QS. Maryam 19: Ayat 8).

Nabi Yahya lahir di tengah masyarakat yang terbagi dua kelompok besar kala itu, masyarakat yang memanfaatkan keadaan untuk memuaskan hawa nafsu. Juga, masyarakat yang merindukan juru selamat yang akan membawa masyarakat kepada kehidupan sejahtera dalam penghambaan kepada-Nya semata).

Sebagai utusan Allah, Nabi Yahya as yang telah diberikan petunjuk dan ia diberikan hikmah serta keselamatan. Allah SWT menjamin akan keselamatan Yahya as sejak lahir, wafat hingga saat dibangkitkan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh." Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya) selagi dia masih kanak-kanak," (QS. Maryam 19: Ayat 12).

Kepadanya Allah karuniakan sifat penyayang (al-hanan) sejak usia remaja. Al-Hanan adalah kecintaan mendalam terhadap orang (makhluk) lain yang muncul bukan karena belas kasih semata namun karena kedalaman ilmu dan pemahaman (bahwa segala sesuatu diciptakan Allah). Itulah hikmah Nabi Yahya.

Yang dimaksud dengan 'hikmah'' ialah pemahaman, ilmu, kesungguhan, tekad, dan suka kepada kebaikan serta menekuninya dengan segala kemampuannya, sedangkan saat itu ia masih kanak-kanak.

"Siapapun yang Allah anugerahkan hikmah baginya, maka orang tersebut memiliki sifat penyayang, kelembutan, dan tidak kasar kepada orang lain serta memiliki hati yang bersih," tegas Tgk Fauzi Saleh.

Ditambahkan, keadirannya senantiasa memberikan manfaat bagi sekitarnya dan membawa kebaikan.

"Tidak ada kebahagiaan jika hati masih kotor dan suka ghibah. Menjaga kebersihan fisik memang penting namun menjaga kebersihan batin jauh lebih penting", tandasnya.

Yahya adalah seorang Nabi yang menjadi cermin dari ibadah, zuhud, dan cinta. Nabi Yahya mengungkapkan rasa cintanya kepada semua makhluk. Ia dicintai oleh manusia, burung-burung, binatang buas, bahkan gurun dan gunung.

Selain memiliki sifat penyayang dan cinta. Yahya juga seorang nabi yang sangat berbakti kepada orang tuanya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"dan sangat berbakti kepada kedua orang tuanya, dan dia bukan orang yang sombong (bukan pula) orang yang durhaka." (QS. Maryam 19: Ayat 14)

Dari Abdullah bin ’Umar, Rasulullah Saw, bersabda:

Artinya: “Ridha Allah tergantung pada ridha orangtua dan murka Allah tergantung pada murka orangtua.” (HR. Tirmidzi).

Nabi Yahya selama hidupnya tidak pernah berbuat salah ataupun maksiat, beliau banyak berbakti dan berbuat baik terhadap kedua orang tuanya.

"Hidup di dunia ini adalah fana. Tidak ada yang kekal, selain meninggalkan amal baik dan budi pekerti yang selalu dikenang," tutup profesor Pembina BKM Babul Maghfirah mengakhiri nasehat khutbahnya. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image