Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image nura defriani

Perempuan dalam Kekerasan Seksual

Eduaksi | 2024-01-27 16:48:46
https://pixabay.com/id/photos/wanita-menangis-air-mata-sedih-1867127/

Topik tentang kekerasan seksual telah menerima banyak perhatian publik baru-baru ini, padahal sesuai dengan naskah RUU PKS oleh Komnas Perempuan bahwa kekerasan seksual dianggap sebagai tindakan yang dilakukan secara paksa untuk menghina, menyerang terhadap tubuh yang berkaitan dengan cinta dan hasrat seksual.

Akhir-akhir ini juga bisa dilihat pada kehidupan sehari-hari para remaja salah satunya kasus pelecehan remaja, baik fisik, verbal, mental, atau bahkan pelecehan seksual. Pelecehan jenis ini tidak hanya menyebabkan trauma yang mendalam, tetapi juga sering mengakibatkan cedera fisik. Ada pepatah, berkata “kekerasan seksual sekarang seperti gunung es”, karena lebih banyak kejadian kekerasan seksual daripada kekerasan lainnya.

Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan belakangan ini semakin banyak yang terjadi. Menurut Komnas Perempuan, 27 persen kasus kekerasan seksual terjadi di tahun 2015 dan 2020. Pelecehan seksual memiliki akibat pada fisik dan psikologis, dampak psikologis korban juga sangat mendalam. Perempuan harus dihormati dan dihargai sebagai makhluk Tuhan yang memiliki harga diri, martabat, dan derajat yang setara dengan laki-laki. Namun, zaman sekarang banyak perempuan yang terus menjadikan korban penindasan, penganiayaan, penyiksaan, bahkan pelecehan seksual.

Menurut data Komnas Perempuan, menyebutkan ada 174 kesaksian dari 79 kampus di 29 kota, ternyata 89% perempuan dan 4% laki-laki mengalami kekerasan seksual dan data yang muncul banyak menimbulkan pemikiran negatif di masyarakat Indonesia terhadap perguruan tinggi.

Menurut Abby yang mewakili Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) dalam sebuah jurnal feminisme, ada tiga faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual, khususnya di perguruan tinggi yang lebih menonjol adanya budaya malu dan kecenderungan menyalahkan korban. Karena menurut saya, korban dianggap aib oleh masyarakat, maka korban tidak mau melaporkan pelaku ke pihak berwajib.

Kekerasan seksual pada perguruan tinggi mungkin terjadi, karena lembaga nasional dan pendidikan tidak mencegah atau mengatasi budaya dan kurangnya kebijakan, situasi, serta sikap. Khususnya bagi perempuan yang sangat rentan terhadap kekerasan seksual, kadang korban tidak pernah benar-benar dilindungi oleh pihak berwajib atau yang lainnya. Perguruan tinggi dapat melindungi mahasiswi dan mahasiswanya dari kekerasan seksual.

Dalam upaya pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) mengeluarkan Peraturan No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

Sedangkan menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, mengungkapkan bahwa satu dari 17 anak laki-laki dan dari 11 anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual dalam Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja pada tahun 2019, bahwa mayoritasnya adalah teman sebaya dan kekasihnya.

Menurut Komnas Perempuan, pada 2018 terdapat 3.528 kasus kekerasan terhadap perempuan di ruang publik, 76% di antaranya adalah pencabulan, pelecehan seksual, pemerkosaan, dan persetubuhan. Menurut Rifka Annisa dari lembaga swadaya masyarakat yang membantu kasus kekerasan terhadap perempuan, beliau menangani setidaknya 40-47 kasus pada tahun 2019 kekerasan seksual setiap tahun, dengan 24 korban adalah anak-anak dan remaja.

Dari semua data tentang kekerasan seksual terutama pada perempuan. Menurut saya, kekerasan seksual ini dialami perempuan sampai sekarang masih terjadi. Perempuan biasanya dianggap korban dari kekerasan ini. Kekerasan seksual biasa dilakukan dengan terpaksa, dari kekerasan ini mampu mengakibatkan korban trauma berat.

Masyarakat Indonesia terutama di perguruan tinggi, masih saja ada kekerasan seksual. Seperti kekerasan dosen ke mahasiswa, sesama mahasiswa, atau dosen dengan dosen lainnya. Contohnya pada kasus pada perguruan tinggi di daerah Riau, kronologisnya mahasiswi semester akhir sedang bimbingan skripsi sama dosen. Saat itu pelaku menduga memaksa mahasiswinya ini melakukan pelecehan seksual di universitas.

Meskipun kebanyakan pihak yang menjadi korban dari tindak kekerasan seksual adalah perempuan. Pelaku kekerasan seksual saat ini sering kali berasal dari orang-orang terdekat korban misalnya teman, kekasih, orang tua, bahkan anggota keluarga besar lainnya. Kenapa pelakunya adalah orang terdekat korban? Karena pelaku sama korban sudah mengenal atau deket satu sama lain. Dan menurut orang tua saya tentang kekerasan seksual di perguruan tinggi, akibat kekerasan seksual ini salah satunya cara berpakaian dan perempuan dianggap lemah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image